Jayapura (Antara Papua) - PT Bintuni Energi Persada (BEP) yang mengerjakan jalan Kemiri-Depapre yang sedang ditangani penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga merugikan negara Rp42 miliar, mengklaim pekerjaan tersebut tidak fiktif, meski Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua Mikael Kambuaya telah menjadi tersangka .

Sugeng Teguh Santoso selaku kuasa hukum PT BEP, di Jayapura, Minggu, menjelaskan pada 16 September 2015 kliennya menandatangani kontrak dengan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua dengan program kerja Peningkatan jalan Kemiri-Depapre 24 KM, di Kabupaten Jayapura.

Dalam kontrak tersebut ada dua pokok pekerjaan, yakni pekerjaan pengadaan barang, berupa rangka jembatan sebanyak 11 unit rangka, dan tiang pancang 1833 batang. Lalu pelebaran jalan sekitar 2 km di Distrik Maribu.

"Jadi pelebaran jalan dalam hal ini adalah jalan yang sudah ada, yang luas awalnya sekitar 2 KM dengan lebar 6-7 M dilebarkan menjadi 19 meter. Jadi pelebaran jalan belum pengaspalan atau pengecoran," ujarnya.

Namun di rute awal kondisi yang ada tidak memungkinkan dilakukan pelebaran jalan karena adanya pemukiman dan lembah, maka kemudian Dinas PU Papua melakukan alihtrase/adendum.

"Jadi berdasarkan addendum inilah BEP melakukan alihtrase, pengalihan jalur, dari semula jalan yang lama berkelok, dan kami buat jalan tembus bukit berdasarkan kontrak kerja tersebut," kata dia.

Terkait dengan proses hukum yang sedang berjalan, ia mengungkapkan hingga kini KPK belum memanggil perwakilan dari PT BEP dengan status apapun.

"Tentunya kami akan ikuti (proses hukum) sehingga kami berharap opini yang menyatakan (poyek jalan kemiri-depapre) fiktif tidak benar, biarkan proses hukum ini diserahkan kepada KPK, pada prinsipnya kami menghormati," katanya.

Sementara Manager Teknik PT BEP Kiki Dirnata mengklaim pada proses audit laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua tahun anggaran 2015, pihaknya tidak pernah dimintai klarifikasi oleh BPK.

Ia pun mengklaim akibat kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU Papua MK menjadi tersangka, pihaknya merasa dirugikan.

"Keterlibatan pengusaha Papua dalam pekerjaan ini, ada sekitar 15-20 sub kontraktor lokal," ujarnya.

Pada 3 Februari 2017, KPK menetapkan Kepala Dinas PU Provinsi Papua Mikael Kambuaya sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan peningkatan jalan ruas jalan Kemiri-Depapre senilai Rp89,5 miliar dengan kerugian negara sejumlah Rp42 miliar.

"Dalam pengembangan proses penyelidikan dugaan tindak pidana terkait pengadaan pekerjaan peningkatan jalan ruas Kemiri-Depapre di Kabupaten Jayapura dengan sumber dana APBD Perubahan 2015, penyidik KPK memiliki bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan MK (Mikael Kambuaya) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Mikael disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

"Tersangka MK (Mikael Kambuaya) selaku Kadis PU Papua sekaligus Pengguna Anggaran diduga melakukan perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait peningkatan ruas jalan Kemiri-Depapre provinsi Papua dengan nilai proyek sekitar Rp89,5 miliar, pemenang tender adalah PT BEP (Bintuni Energy Persada) yang berkantor pusat di Jakarta," kata Febri.

Berdasarkan laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Papua, PT BEP beralamat di Jalan Binyamin Sueb Blok A5 B.10 Rukan Grand Palace No.A17 Kemayoran-Jakarta Pusat. Pagu anggaran adalah senilai Rp89.530.250.000 dengan harga penawaran PT BEP sebesar Rp86,89 miliar untuk jalan sepanjang 24 kilometer. Tender diikuti 16 perusahaan.

"Indikasi kerugian keuangan negara adalah sekitar Rp42 miliar. KPK akan bekerja sama dengan BPK RI untuk kebutuhan proses penyidikan ini khususnya mengenai indikasi kerugian negara," ujar Febri.

KPK juga sudah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat pada 1-2 Februari 2017.

"Sudah dilakukan penggeledahan pada 1-2 Februari 2017 di kantor dinas PU Papua dan kantor Gubernur Papua yaitu ruangan ULP (Unit Layanan Pengadaan) dan ruangan LPSE. Disita sejumlah dokumen, dan hari ini langsung dilakukan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi dari pegawai pemprov dan swasta," tambah Febri.

Namun, Febri belum menjelaskan modus kejahatan yang dilakukan oleh Mikael sehingga menyebabkan kerugian negara hingga hampir separuh dari nilai anggaran tersebut.

"Kami masih terus mendalami modus yang dilakukan tersangka, tapi terdapat penyimpangan dalam pengadaan ini, termasuk pengenaan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP artinya ada indikasi perbuatan korupsi dilakukan bersama-sama dengan sejumlah pihak. KPK akan terus mendalami apakah ada pihak lain baik di jajaran Pemprov Papua atau swasta yang dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini," ujarnya. (*)

Pewarta : Pewarta: Dhias Suwandi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024