Timika (Antara Papua) - Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) mengingatkan Bupati Mimika Eltinus Omaleng agar lebih bertindak arif dan bijaksana dalam menilai keberadaan dan sumbangsih PT Freeport Indonesia kepada masyarakat lokal di wilayah itu.
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang di Timika, Jumat mengatakan beberapa pernyataan yang dilontarkan Bupati Mimika Eltinus Omaleng di Jakarta baru-baru ini dinilai kurang pantas.
"Pak Eltinus Omaleng sebagai orang tua di daerah Mimika seharusnya jangan asal bicara," ucapnya.
Dalam situasi seperti sekarang ini, Pemerintah Daerah seharusnya memberikan solusi, bukan malah membuat masalah ini makin bertambah runyam sehingga menimbulkan perasaan antipati dari karyawan dan semua pihak yang selama ini hidup bergantung dari PT Freeport, kata Abraham.
Abraham mengatakan keberadaan perusahaan tambang PT Freeport di Mimika selama hampir 50 tahun tidak hanya bisa dilihat dari sisi negatif saja.
Menurut Abraham, ada hal-hal positif yang dilakukan Freeport kepada masyarakat asli Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan di Kabupaten Mimika.
Melalui kucuran dana kemitraan atau disebut dana satu persen Freeport yang dikelola LPMAK, katanya, justru sangat membantu Pemerintah Daerah Mimika dalam menangani masalah pendidikan anak-anak asli di kampung-kampung pedalaman dan terisolasi, pelayanan kesehatan gratis masyarakat serta pemberian bantuan modal usaha bagi kelompok pelaku ekonomi lokal.
"Pemerintah Daerah Mimika seharusnya introspeksi diri apa yang sudah dibuat untuk masyarakat Amungme dan Kamoro. Jangan hanya bisa mengeritik orang lain, tetapi tidak bisa melihat kesalahan yang ada pada diri sendiri," ujar Abraham.
Ia mengatakan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 yang melarang PT Freeport mengekspor 60 persen konsentratnya ke luar negeri, telah memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat di Kabupaten Mimika.
Sebagai lembaga yang mengelola dana kemitraan dari PT Freeport, LPMAK terpaksa harus memangkas anggarannya sekitar 40 persen dan melakukan pengurangan karyawan/Pemutusan Hubungan Kerja sekitar 60 persen.
"Kami harus melakukan kebijakan seperti itu karena dana yang diterima LPMAK dari Freeport akan jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Semua program prioritas LPMAK akan disesuaikan dengan kondisi anggaran yang ada," jelas Abraham.
Di sisi lain, kataya, situasi PT Freeport yang belum menunjukkan tanda-tanda perubahan itu telah membuat sekitar 2.500 karyawan kehilangan pekerjaan.
Ribuan karyawan permanen Freeport dan karyawan perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport tersebut ada yang dirumahkan, ada juga yang telah diberhentikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
"Dampak dari masalah Freeport ini sangat besar. Bagaimana nasib ribuan orang yang dirumahkan dan di-PHK itu beserta anak, isteri mereka. Ini bencana kemanusiaan. Apakah Pemda Mimika memikirkan nasib semua orang yang terkena imbas dari masalah Freeport itu?," tanya Abraham.
Dalam kondisi ketidakpastian soal masa depan pertambangan Freeport di Mimika, LPMAK berharap Pemerintah Jakarta mempertimbangkan segala kondisi yang terjadi tersebut sebelum mengambil keputusan yang tepat.
"LPMAK bersama dua lembaga adat (LEMASA, LEMASKO) serta pihak Gereja telah menyampaikan hasil kajian kami ke Menteri ESDM Ignatius Jonan di Jakarta. Kami berharap hal ini dapat diteruskan ke Presiden Joko Widodo sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan masa depan dan keberlangsungan operasi PT Freeport di Mimika," kata Abraham. (*)
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang di Timika, Jumat mengatakan beberapa pernyataan yang dilontarkan Bupati Mimika Eltinus Omaleng di Jakarta baru-baru ini dinilai kurang pantas.
"Pak Eltinus Omaleng sebagai orang tua di daerah Mimika seharusnya jangan asal bicara," ucapnya.
Dalam situasi seperti sekarang ini, Pemerintah Daerah seharusnya memberikan solusi, bukan malah membuat masalah ini makin bertambah runyam sehingga menimbulkan perasaan antipati dari karyawan dan semua pihak yang selama ini hidup bergantung dari PT Freeport, kata Abraham.
Abraham mengatakan keberadaan perusahaan tambang PT Freeport di Mimika selama hampir 50 tahun tidak hanya bisa dilihat dari sisi negatif saja.
Menurut Abraham, ada hal-hal positif yang dilakukan Freeport kepada masyarakat asli Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan di Kabupaten Mimika.
Melalui kucuran dana kemitraan atau disebut dana satu persen Freeport yang dikelola LPMAK, katanya, justru sangat membantu Pemerintah Daerah Mimika dalam menangani masalah pendidikan anak-anak asli di kampung-kampung pedalaman dan terisolasi, pelayanan kesehatan gratis masyarakat serta pemberian bantuan modal usaha bagi kelompok pelaku ekonomi lokal.
"Pemerintah Daerah Mimika seharusnya introspeksi diri apa yang sudah dibuat untuk masyarakat Amungme dan Kamoro. Jangan hanya bisa mengeritik orang lain, tetapi tidak bisa melihat kesalahan yang ada pada diri sendiri," ujar Abraham.
Ia mengatakan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 yang melarang PT Freeport mengekspor 60 persen konsentratnya ke luar negeri, telah memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat di Kabupaten Mimika.
Sebagai lembaga yang mengelola dana kemitraan dari PT Freeport, LPMAK terpaksa harus memangkas anggarannya sekitar 40 persen dan melakukan pengurangan karyawan/Pemutusan Hubungan Kerja sekitar 60 persen.
"Kami harus melakukan kebijakan seperti itu karena dana yang diterima LPMAK dari Freeport akan jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Semua program prioritas LPMAK akan disesuaikan dengan kondisi anggaran yang ada," jelas Abraham.
Di sisi lain, kataya, situasi PT Freeport yang belum menunjukkan tanda-tanda perubahan itu telah membuat sekitar 2.500 karyawan kehilangan pekerjaan.
Ribuan karyawan permanen Freeport dan karyawan perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport tersebut ada yang dirumahkan, ada juga yang telah diberhentikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
"Dampak dari masalah Freeport ini sangat besar. Bagaimana nasib ribuan orang yang dirumahkan dan di-PHK itu beserta anak, isteri mereka. Ini bencana kemanusiaan. Apakah Pemda Mimika memikirkan nasib semua orang yang terkena imbas dari masalah Freeport itu?," tanya Abraham.
Dalam kondisi ketidakpastian soal masa depan pertambangan Freeport di Mimika, LPMAK berharap Pemerintah Jakarta mempertimbangkan segala kondisi yang terjadi tersebut sebelum mengambil keputusan yang tepat.
"LPMAK bersama dua lembaga adat (LEMASA, LEMASKO) serta pihak Gereja telah menyampaikan hasil kajian kami ke Menteri ESDM Ignatius Jonan di Jakarta. Kami berharap hal ini dapat diteruskan ke Presiden Joko Widodo sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan masa depan dan keberlangsungan operasi PT Freeport di Mimika," kata Abraham. (*)