Ramses Ohee, anak dari Korano atau Kepala Kampung Asey Besar Distrik Sentani Onder Afdelling Hollandia, Poroe Ohee dan ibu Orpa Pallo Yochu yang lebih dikenal sebagai tokoh pejuang Pepera 1969 telah banyak merasakan asam garam, pahitnya hidup dari jaman penjajahan, perjuangan, orde lama, orde baru, hingga kini masuki jaman reformasi.

Kakek yang dilahirkan di Kampung Asei Besar pada 10 Oktober 1931 dari keturunan Ondoafi atau tokoh adat ternama saat itu menceritakan tentang kisah hidupnya sejak menuntut ilmu, mulai dari Sekolah Rakyat pada 1942-1945, Jongen Vervolks School atau sekolah kelanjutan pria di Yoka pada 1946-1949 itu, hingga menempuh pendidikan MULO pada 1951-1953 dan menyelesaikan kursus administrasi pada 1956-1957 di Dok V Jayapura.

Karena kecakapan dan keahliannya, Ramses dilantik menjadi anggota Dewan Penasihat Hollandia termuda, bersama Markus Kaisepo sang pengusul nama Irian Jaya pada 1959 hingga masa peralihan pemerintahan dari Belanda kepada Pemerintah Indonesia. Pada tahun yang sama, Ramses muda juga menjadi penyiar Radio Omroep Nieuw Guinea (RONG) khusus berita olahraga sepak bola yang kala itu sedang begulir liga Voetbalbond Hollandia en Omstreken (VHO) atau Perserikatan Sepakbola Hollandia (Jayapura) sekitarnya, atau juga disebut dengan nama lain, Voetbal Bond Hollandia (VBH).

Namun, sebelumnya sejak 1 Juli 1954, Ramses telah menjabat sebagai Klerk pada Dinas Kesehatan provinsi bagian farmasi di Jayapura, lalu terus menanjak hingga menjadi Hoofd Administrator pada dinas yang sama di bagin pemberantasan malaria, itu terhitung sejak 1 September 1962. Kemudian berdasarkan SK Gubernur KDH Irian Barat tertanggal 31 Maret 1964 menjabat sebagai Perakit Tata Usaha pada bagian perlengkapan dan pengawasan farmasi hingga memilih dengan hormat pada 1 November 1967.

"Saya harus mundur, karena harus melanjutkan kepemimpinan sebagai ondoafi di kampung Asei Besar. Dan sejak mundur, saya ikuti berbagai kursus dan latihan diantaranya latihan kader taruna karta pada 5-19 Desember 1964 di Sentani, kursus kader pembangunan Irian Barat selama tiga bulan di Jakarta pada 1969, latihan kader nelayan pada 1974, kursus cepat pamong desa 1977, kursus cepat pamong desa Dati II Jayapura 1981, penataran LMD, penataran penyuluhan hukum bagi pejabat desa 1989 hingga mengikuti kursus penataran penyuluhan pembangunan masyarakat desa pada 1990," katanya.

Sementara dibidang organisasi, kata kakek delapan bersaudara itu, pernah menjabat sebagai Ketua Rukun Tani Indonesia dalam organisasi SOKSI XXV Irian Jaya pada 1970, menjabat sebagai Ketua Bidang Teknis Adat Irian Jaya dalam LMA Irian Jaya pada 1998 dan penasihat LMA Port Numbay Kota Jayapura pada 1999. Sejak 1970 membantu Korem 172/PWY dan khususnya Kodam XVII/Trikora dibidang umum pada masa pemulihan keamanan.

"Saya juga turut serta menentukan pembebasan Irian Barat dari penjajahan Belanda dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi (NKRI) saat Pepera 1969, bersama 1.025 orang utusan saat itu. Saya mendapat piagam penghargaan dari bapak presiden," kata mantan anggota DPRD Kabupaten Dati II Jayapura periode 1992-1997 dan 1997-1999.

Ramses yang pernah merasakan pemilu 1971, 1977, 1982 dan 1987 yang pernah mendapatkan piagam dari panitia pemungutan suara pada masa orde lama itu mengatakan ia pernah menjadi delegasi Papua ke Jakarta menemui Presiden RI terkait Otsus Papua pada 4 November 2004. "Saya juga pernah sebagai peserta seminar Polmas kerjasama Jepang dan Polri pada 2006, dan menerima piagam penghargaan dari Kapolda Papua pada 2007, kemudian pada Juni 2008 berangkat ke Jepang ikut pelatihan Polmas," katanya.

Terkait piagam, sertifikat penghargaan dan lain-lainya, Ramses yang kini tinggal di Batas Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura mengemukakan hal itu cukup banyak, sampai lupa untuk menyebutkan satu persatu, apa yang telah dilakukan semasa muda hingga kini, dan tak lama lagi akan dipercayakan untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua bersama 13 orang lainnya lewat kursi Otsus atau pengangkatan.

 "Jadi, pesan saya kepada generasi muda, isilah kemerdekaan ini dengan hal-hal yang poistif untuk pribadi, karena keberhasilan lainnya akan mengikuti dengan sendiri. Tidak perlu terhasut dengan ajakan miring orang lain, yang belum tentu bisa merubah masa depanmu, karena kesuksesanmu akan datang ada pada pundakmu, bukan orang lain," kata Ramses yang mengklaim bahwa kedua orang tuanya merupakan perwakilan Papua pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang saat itu ikut dari Kesultanan Tidore dan Ternate.

Ramses yang juga Ketua Umum Barisan Merah Putih (BMP) Provinsi Papua yang pernah menjadi pemateri tentang ketahanan nasional di Bandung, Jawa Barat pada 12-14 November 2008 itu mengatakan bahwa HUT Kemerdekaan Papua adalah 17 Agustus 1945. "Kami sebagai orang tua saat Pepera 1969 telah menentukan nasib untuk hidup baik dan rukun bersama NKRI, dan bukti-bukti dari itu adalah masa pembangunan yang kini adik-adik sebagai generasi muda yang sedang menikmati perjuangan terdahulu. Jadi, jangan sampai hal ini dilewatkan, mari belajar, mari bekerja, kita dukung revolusi mental yang Presiden Jokowi galakkan," katanya dengan nada tegas. (*)


Pewarta : Oleh Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024