Wamena (Antara Papua) - Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, mendatangkan tim arkeolog dari Makassar dan Jayapura untuk melakukan konservasi terhadap empat mumi yang ada di di wilayah itu.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jayawijaya Alpius Wetipo di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Kamis, mengatakan konservasi perlu dilakukan karena diantara empat mumi tersebut ada yang bagian tubuhnya rusak dimakan oleh tikus dan anjing.
"Tim ahli arkelog dari Makassar yang kami datangkan tiga orang, dan dari arkeologi Jayapura satu orang. Kami lakukan konservasi karena memang ada bagian tubuh mumi yang sudah rusak. Misalnya mumi Araboda itu rusak sekali sehingga harus diperbaiki supaya pengunjung (turis) yang datang juga merasa puas walau mereka mengeluarkan biaya yang besar," katanya.
Tim arkeolog melakukan konservasi mumi
Dari keempat mumi yang sering dikunjungi turis di Jayawijaya itu, tim arkeolog telah melakukan konservasi terhadap dua mumi.
"Satu mumi di Aikima, satu di Kurulu, satu lagi di Silokarno Doga dan satu di Asologaiman. Sementara yang dua sudah kami lakukan konservasi dan akan lanjutkan pada mumi yang lain," katanya.
Ia memastikan beberapa bagian tubuh mumi yang hilang dimakan tikus dan anjing, namun tidak diganti atau ditempel dengan benda lain.
"Mereka (arkeolog) rancang sebagaimana mestinya agar tidak menambah, mengurang namun wajah mumi tersebut bisa jelas terihat," katanya.
Alpius menjelaskan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, mumi di Jayawijaya bukan hanya empat melainkan enam, namun satunya sudah dibakar sehingga hilang, sementara satunya lagi masih ada namun tidak diizinkan oleh pemilik untuk dikunjungi masyarakat luar.
Pengelolaan empat mumi Jayawijaya sepenuhnya diserahkan oleh pemerintah kepada masyarakat agar memberikan pemasukan tambahan bagi perekonomian.
"Sehingga kami harapkan masyarakat tidak lagi menarik iuran tambahan selain karcis yang kita berikan, sebab iuran tambahan itu dapat mengurangi jumlah kunjungan turis dan berdampak terhadap pemasukan bagi masyarakat sendiri," katanya. (*)
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jayawijaya Alpius Wetipo di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Kamis, mengatakan konservasi perlu dilakukan karena diantara empat mumi tersebut ada yang bagian tubuhnya rusak dimakan oleh tikus dan anjing.
"Tim ahli arkelog dari Makassar yang kami datangkan tiga orang, dan dari arkeologi Jayapura satu orang. Kami lakukan konservasi karena memang ada bagian tubuh mumi yang sudah rusak. Misalnya mumi Araboda itu rusak sekali sehingga harus diperbaiki supaya pengunjung (turis) yang datang juga merasa puas walau mereka mengeluarkan biaya yang besar," katanya.
Tim arkeolog melakukan konservasi mumi
Dari keempat mumi yang sering dikunjungi turis di Jayawijaya itu, tim arkeolog telah melakukan konservasi terhadap dua mumi.
"Satu mumi di Aikima, satu di Kurulu, satu lagi di Silokarno Doga dan satu di Asologaiman. Sementara yang dua sudah kami lakukan konservasi dan akan lanjutkan pada mumi yang lain," katanya.
Ia memastikan beberapa bagian tubuh mumi yang hilang dimakan tikus dan anjing, namun tidak diganti atau ditempel dengan benda lain.
"Mereka (arkeolog) rancang sebagaimana mestinya agar tidak menambah, mengurang namun wajah mumi tersebut bisa jelas terihat," katanya.
Alpius menjelaskan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, mumi di Jayawijaya bukan hanya empat melainkan enam, namun satunya sudah dibakar sehingga hilang, sementara satunya lagi masih ada namun tidak diizinkan oleh pemilik untuk dikunjungi masyarakat luar.
Pengelolaan empat mumi Jayawijaya sepenuhnya diserahkan oleh pemerintah kepada masyarakat agar memberikan pemasukan tambahan bagi perekonomian.
"Sehingga kami harapkan masyarakat tidak lagi menarik iuran tambahan selain karcis yang kita berikan, sebab iuran tambahan itu dapat mengurangi jumlah kunjungan turis dan berdampak terhadap pemasukan bagi masyarakat sendiri," katanya. (*)