Wamena (Antara Papua) - Tim dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Papua bersama akademisi Universitas Cenderawasih tengah mengkaji biaya sosial yang selama ini dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya dan kabupaten lainnya untuk penyelesaian konflik sosial.

Sekretaris Balitbang Provinsi Papua Yeremias Yelela Wetipo di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Selasa, mengatakan kajian yang dilakukan itu bertujuan melihat beban biaya sosial yang selama ini dikeluarkan pemerintah kabupaten untuk penyelesian sengketa adat, sengketa batas pemerintah kampung, distrik dan kabupaten.

"Untuk itu kami datang ke kabupaten/kota (termasuk Jayawijaya) untuk mengkaji lebih jauh serapan dana APBD 5 sampai 10 tahun lalu, dan hari ini kita evaluasi setelah itu akan kami carikan regulasi besaran dana APBD untuk beban biaya sosial itu seperti apa," katanya.

Evaluasi dilakukan berdasarkan wilayah adat sebab rata-rata dalam satu wilayah adat karakteristik budaya, geopolitik masyarakat sama dan hal itu juga berdampak terhadap besaran biaya sosial dari pemerintah terhadap penyelesian suatu konflik.

"Penggelembungan APBD di kabupaten-kota ini terlalu besar, padahal masyarakat bilang dapat sekian dan pemerintah bilang keluarkan sekian. Untuk itu kami ingin pastikan jangan sampai apa yang dikeluarkan pemerintah berbeda dengan yang diterima masyarakat, sehingga harus ada regulasi yang jelas," katanya.

Kajian itu nantinya dievaluasi lagi di pusat kajian manajemen dan kebijakan pemerintah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih Jayapura.

Sementara itu, Prof Baltazar Kambuaya dari Universitas Cenderawasih mengatakan persoalan biaya sosial sangat krusial di Papua, sebab selain pemerintah dituntut bekerja sesuai aturan namun di satu sisi budaya dan adat mempengaruhi kebijakan pemerintah.

"Sehingga ini semacam benturan dimana bekerja menurut adat karena itu kebiasaan kita, sedangkan ada suatu sistem keuangan negara yang diatur oleh undang-undang. Itulah yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini KPK, yang melihat bahwa beban biaya sosial cukup tinggi di Papua sejak diberlakukannya Otsus, dimana banyak anggaran digunakan untuk beban sosial," katanya.

Menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta Pemerintah Provinsi Papua termasuk Universitas Cenderawasih untuk ikut melihat persoalan itu agar bisa dibuatkan payung hukum melalui perda untuk mengatur biaya sosial tersebut.

"Berdasarkan perda itulah nantinya pemerintah daerah di kabupaten/kota menggunakannya sebagai acuan. Ini juga untuk pencegahan agar pemerintah tetap berjalan sesuai rambu-rambu," katanya. (*)

Pewarta : Pewarta: Marius Frisson Yewun
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024