Jayapura (Antaranews Papua) - Tokoh Papua Pater Neles Tebay mengimbau warga di Bumi Cenderawasih agar tidak terprovokasi oleh peristiwa penyerangan di Gereja St Lidwina di Kabupaten Sleman, Daerah istimewa Jogyakarta, pada Minggu (11/2).

"Peristiwa penyerangan itu merupakan tindakan yang mesti dihindari oleh semua umat berAgama di Bumi Cenderawasih. Orang Papua biasa mengatakan `masalah di laut, jangan dibawa ke darat`. Demikian juga, `masalah di Jogyakarta, jangan dibawa ke tanah Papua," katanya.

Orang Papua, entah apapun agamanya, kata dia, tidak akan tergerak untuk mengganggu apalagi menyerang tempat ibadah dari agama lain.

"Karena dalam kebudayaan Papua, orang Papua diajarkan untuk tidak mengganggu tempat sakral atau keramat. Berpedoman pada ajaran adat ini, orang Papua memandang semua tempat ibadah dari agama apa pun sebagai tempat sakral atau tempat keramat. Makanya, jangankan membakar. Memetik sehelai daun di halaman tempat ibadah saja orang Papua tidak akan lakukan," katanya.

Orang Papua, kata dia, dapat saja marah terhadap orang lain yang adalah pemeluk agama lain, tetapi kemarahan ini tidak akan mendorong orang Papua untuk menyerang atau membakar tempat ibadah dari orang yang dimarahinya.

Didasarkan pada ajaran adat ini, orang Papua selama ini tidak pernah mengganggu, apalagi membakar tempat ibadah dari agama manapun di tanah Papua. Orang Papua sangat menghormati tempat ibadah dari semua agama.

"Kami, orang Papua dengan hati terbuka menerima semua orang yang datang dari luar Papua. Kami tidak melakukan seleksi atas dasar agama dan kepercayaan. Tetapi semua orang yang datang dari luar mesti sadari bahwa orang Papua mempunyai tradisi kebudayaan. Dan salah satu ajaran budaya orang Papua adalah menghormati tempat sakral/keramat dari semua agama," katanya.

"Oleh sebab itu, kami mendorong, semua orang yang dari luar Papua dan hidup di Tanah Papua untuk menghargai ajaran adat Papua ini. Ajaran adat ini merupakan suatu kearifal lokal. Orang yang datang dari luar tidak boleh memprovokasi orang Papua dan semua orang lain yang sudah hidup damai di tanah Papua untuk melakukan tindakan kekerasan seperti menyerang tokoh agama atau tempat idabah," sambungnya.

Pater Neles Tebay yang juga Ketua Kampus STFT Jayapura meminta agar semua orang yang hidup di Papua juga perlu mewaspadai masuknya orang-orang yang mempunyai paham radikal atas agamanya.

"Karena mereka yang punya paham radikalisme ini mempunyai potensi untuk menciptakan konflik kekerasan atas dasar keyakinan agamanya. Mereka yang punya paham radikalisme tidak boleh diberi ruang dan kebebasan untuk menyebarkan paham dan ajaran radikalismenya di Papua yang dijuluki sebagai tanah damai," katanya.

Untuk itu, kata Pater Neles Tebay yang juga koordinator Jaringan Damai Papua, perlu ada tindakan pencegahan dari awal agar pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab tidak menularkan virus radikalisme pada orang lain di tanah Papua.

"Apabila polisi sudah mendeteksi kehadiran orang-orang yang mempunyai paham radikalisme, perlu diambil tindakan sesegera mungkin. Sebab, apabila mereka dibiarkan berkembang, maka Polisi akan dianggap melindungi orang-orang yang punya paham radikalisme dan mendukung ajaran radikalismenya," katanya.

"Kami tidak ingin kasus penyerangan di Gereja di Jogyakarta terjadi juga di tanah Papua, maka polisi perlu mengambil tindakan secepatnya apabila dideteksi hadirnya tokoh-tokoh radikal yang sangat membahayakan kerukunan masyarakat dan integrasi bangsa Indonesia," kata Pater Neles. (*)

Pewarta : Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024