Kementerian Komunikasi dan Informatika secara resmi mengumumkan berakhirnya registrasi ulang untuk kartu telepon seluler prabayar pada Rabu (28/2) setelah memberi tenggat waktu selama empat bulan sejak 31 Oktober 2017.

Tenggat waktu empat bulan dinilai cukup untuk memberi tahu kepada seluruh ratusan juta pengguna telepon seluler di seluruh Indonesia yang tersebar di perkotaan hingga pelosok dan daerah terpencil.

Apalagi, selain dilakukan secara langsung melalui pesan singkat (sms), pemberitahuan juga dilakukan melalui sosialisasi dalam berbagai kesempatan, iklan layanan masyarakat serta operator, toko dan gerai penjualan.

Semula memang terjadi pro dan kontra atas kewajiban melakukan registrasi ulang. Namun kebijakan itu tetap dilanjutkan dengan memberi pemahaman kepada publik mengenai pentingnya registrasi.

Publik pun--mau tidak mau--harus menerima kebijakan itu dengan sebagian melakukan registrasi pada tahap awal. Namun besarnya "traffic" pada saluran yang disediakan menyebabkan  terjadinya gangguan.

Hal itu memicu terjadi kritik dan keluhan dari sebagian pengguna telepon seluler. Bermacam-macam nada disampaikan kepada Kominfo yang intinya registrasi itu dinilai menyusahkan apalagi adanya suara dari warga yang telah gagal melakukannya.

Belum lagi soal isu-isu dan kekhawatiran penyalahgunaan nomor Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK), dari isu kejahatan hingga kepentingan politik.

Namun jajaran Kominfo tampaknya memanfaatkan berbagai kesempatan untuk terus menyosialisasikan kebijakan itu dengan menepis kekhawatiran sebagian pemegang atau pemilik telepon seluler. 

Sebagian pemegang dan pengguna telepon seluler pun akhirnya mengikuti kewajiban itu dan memanfaatkan awal waktu registrasi  Hal itu kemungkinan karena panik dan khawatir akan terjadi "apa-apa" dengan nomor telepon selulernya jika tidak segera dilakukan registrasi.

Pemegang dan pengguna telepon seluler tentu menganggap nomor yang telah digunakannya adalah sangat penting. Dengan nomor yang telah digunakan itu, bisa dan biasa menghubungi keluarga, kerabat, rekan kerja atau rekan bisnis.   

Artinya, nomor itu sudah sangat "lekat" dengan kepentingannya dan sudah tersebar ke jaringan komunikasinya. Karena itu, harus segera dilakukan registrasi karena khawatir nomornya diblokir.

Itulah dugaan yang terjadi pada saat awal terjadinya "traffic jam" pada 31 Oktober dan awal November 2017. Situasi itu mereda ketika disampaikan bahwa masa registrasi berlangsung hingga 28 Februri 2018.

Tenggat waktu empat bulan itu untuk memberi waktu kepada pemegang dan pengguna telepon seluler agar memiliki waktu lebih longgar untuk memperbaiki data kependudukannya bila terjadi kegagalan dalam proses registrasi akibat kesalahan data kependudukan.

Sampai sekarang, perbaikan atas kesalahan data kependudukan masih harus melalui proses yang cukup panjang, dari RT, RW kelurahan atau desa, kecamatan hingga Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

Karena itu, jika gagal melakukan registrasi ada awal tenggat waktu, masih ada waktu empat bulan untuk memperbaiki data kependudukan. Waktu empat bulan itu dinilai cukup untuk melalui seluruh prosedur perbaikan data kependudukan.

Terlena
Kalau sebagian pengguna memanfaatkan awal waktu registrasi hingga terjadi gangguan saluran, sebagian justru "tenang-tenang" saja karena menganggap tenggat waktu masih lama. Mereka ini kemudian terlena sehingga saat batas akhir tiba "kelimpungan" karena kartu teleponnya terancam tidak bisa optimal digunakan mulai 1 Maret 2018.

Namun bagi warga yang data kependudukannya valid, registrasi hanya membutuhkan waktu sekitar satu menit. Cepatnya proses registrasi dan kemudahan yang harus dilakukan--karena hanya melalui pesan singkat--sekaligus membantah anggapan dan penilaian sebelumnya seolah-olah registrasi kartu prabayar itu proses yang merepotkan.

Bagi warga pengguna telepon seluler yang menghadapi kendala dalam registrasi, terpaksa harus mengurus perbaikan terlebih dahulu. Itu yang terjadi di beberapa daerah. Beberapa Kantor Dukcapil di daerah dipadati warga yang ingin mengurus perbaikan dokumen terkait tenggat waktu untuk melakukan registrasi nomor prabayar yang digunakannya.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya, menerima banyak pengaduan masyarakat terkait NIK tidak bisa untuk registrasi kartu telepon seluler.  Jumlah warga yang mengadu sekitar 40 sampai 50 orang.

Pelayanan aduan NIK sudah lama, tapi baru akhir-akhir ini banyak laporan. Pngduan umumnya karna tidak terbacanya NIK dan hal itu sebatas masalah teknis.

NIK tidak sinkron dan data tidak terkonsolidasi dengan baik. Kemudian, masyarakat meminta diperbaiki dan akan aktif setelah 24 jam.

Kebanyakan dari warga yang mengadu ke Disdukcapil merupakan warga luar daerah yang pindah ke Kulon Progo. Sebagian besar warga tersebut diketahui telah berpindah kependudukan sehingga terjadi anomali dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang berjaringan nasional.

Karena pindah kependudukan, terjadi duplikasi nomor KK dan ada anomali sistem. Namun setelah dibuka sistem dan di"entry" ulang secara manual ke server nasional, NIK langsung bisa terbaca.

Tidak terlalu lama untuk mengurus perbaikan data kependudukan. Bahkan dipercepat karena kebutuhan endesak warga terkait reistrasi nomor kartu telepon selulernya.

Apalagi Ditjen Dukcapil Kemendagri sejak 20 Februari 2018 telah memperbesar kuota registrasi dua kali lipat bagi masing-masing instansi per hari sehingga proses pendaftaran lebih lancar.

Terkait masih adanya laporan atas pengguna kartu prabayar yang gagal melakukan registrasi, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan hal tersebut disebabkan beberapa kemungkinan. Antara lain  kesalahan memasukkan NIK, menggunakan KK lama atau pindah alamat dengan membuat NIK baru sehingga memiliki data kependudukan ganda.

Bagi penduduk yang gagal melakukan registrasi dapat menghubungi telepon pusat layanan (call centre) Dukcapil 1500537. Proses registrasi masih bisa dilakukan pada Maret hingga April.
   
Blokir bertahap
Hingga Rabu pukul 12.52 WIB, Kominfo mengumumkan ada 305.782.219 nomor pelanggan telah diregistrasikan ulang. Jumlah itu bisa dibilang sangat banyak, bahkan melebihi jumlah penduduk nasional yang sekitar 250 juta.

Banyaknya jumlah nomor kartu telepon seluler yang diregistrasi melebihi jumlah penduduk nasional mengindikasikan bahwa ada banyak warga yang memiliki atau mengunakan lebih dari satu nomor.  Itu belum mencakup jumlah kartu yang belum diregistrasi ulang dan nomor pascabayar yang tidak perlu dilakukan registrasi ulang.

Entah berapa jumlah sebenarnya nomor kartu telepon seluler yang saat ini beredar di masyarakat. Tunggu saja pendataan dan pengumuman selanjutnya.

Yang jelas, Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ahmad M Ramli berterima kasih kepada masyarakat yang telah melakukan registrasi ulang.

Namun diingatkan bahwa mulai 1 Maret 2018 pihaknya memulai pemblokiran secara bertahap bagi nomor kartu prabayar yang belum melakukan registrasi ulang.

Mulai 1 Maret 2018 bagi yang belum melakukan registrasi akan diblokir layanan untuk melakukan telepon dan sms, namun masih bisa menerima telepon dan sms serta menggunakan paket data. Karena 28 Februari 2018 merupakan batas akhir registrasi, maka mulai 1 Maret 2018 dilaksanakan penghentian layanan untuk telepon, "on going call" dan layanan untuk pesan singkat (on going sms).

Bila hingga 31 Maret 2018 belum juga diregistrasi, maka pada 1 April 2018 selain layanan untuk menelepon dan sms, juga menerima telepon dan sms, meski data masih bisa digunakan. Pada 1 Mei 2018, kartu prabayar aktif yang belum diregistrasi akan diblokir total.

Kementerian Kominfo mencatat dari 305 juta lebih nomor yang diregistrasi, pelanggan Telkomsel terbanyak dengan 142 juta kartu, Indosat 101 juta kartu, XL 42 juta kartu, Smartfrend 13 juta, Tri (H3I) 5,3 juta dan STI sekitar 900 ribuan.

Terdapat ketentuan dari Kominfo mengenai batas jumlah nomor prabayar yang dapat dilakukan registrasi melalui SMS atau sebagai registrasi mandiri, setiap satu NIK dibatasi untuk maksimal tiga nomor prabayar untuk setiap operator seluler. Apabila pelanggan menginginkan nomor prabayar keempat dan seterusnya dari operator seluler yang sama, maka registrasinya dapat dilakukan dengan mendatangi gerai operator seluler.

Registrasi ulang ini bertujuan agar pelanggan seluler tidak menyalahgunakan nomor prabayar mereka untuk tindakan kriminalitas seperti terorisme atau penipuan. Di tahun politik, momentum registrasi ulang ini juga semakin penting untuk mendeteksi dan mengantisipasi penggunaan telepon seluler untuk menimbulkan kegaduhan, penyebaran "hoax", ujaran kebencian dan isu SARA.

Sejauh ini kewajiban meregistrasi ulang nomor kartu telepon seluler ini agaknya bisa dianggap berhasil. Hal itu terbukti dari banyaknya kartu yang diregistrasi ulang yang mencapai 305 juta lebih.

Namun yang perlu diantisipasi adalah celah terjadinya penyalahgunaan data untuk kepentingan di luar yang sudah ditentukan, tanpa sepengetahuan pemiliknya.  Pemilik dan pengguna sebenarnya nomor kartu sejauh ini tak--atau belum--memiliki akses dan notifikasi dari pemerintah atau operator jika ada registrasi kartu prabayar baru yang menggunakan identitas miliknya.

Celah ini yang perlu segera menjadi perhatian serius. Jangan sampai terjadi penyalahgunaan data untuk kepentingan registrasi kartu baru dilakukan oleh orang yang bukan pemilik sebenarnya.

Celah lainnya adalah penggunaan data kependudukan dari orang yang sudah meninggal, baik pemilik dan pemegang nomor kartu maupun tidak memiliki telepon seluler. Hal itu mengingat "update" data kependudukan berbasis NIK dan KK akan sangat tergantung pada sikap tanggap keluarga dan aparat atau pamong di tingkat RT, RW serta kelurahan/desa.

Jika data perkembangan jumlah keluarganya tidak segera diperbaharui (update), NIK dan KK yang sudah disampaikan kepada pihak lain rawan disalahgunakan untuk berbagai urusan termasuk meregistrasi kartu prabayar. Itulah pentingnya notifikasi. (*)

Pewarta : Sri Muryono
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024