Jakarta (Antaranews Papua) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wali Kota Kendari periode 2017-2022 Adriatma Dwi Putra, beserta ayahnya Asrun, setelah dinyatakan sebagai tersangka tindak pidana suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, tahun anggaran 2017-2018.

Adriatma dan ayahnya yang juga mantan Wali Kota Kendari dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara itu diduga sebagai penerima suap miliaran rupiah.

KPK juga menahan dua tersangka lainnya yakni Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah, yang diduga sebagai pemberi suap.

Tersangka pemberi suap lainnya yakni pihak swasta yang juga mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawati Faqih.

"Mereka ditahan untuk 20 hari pertama. Adriatma, Asrun, dan Fatmawati Faqih di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK. Sedangkan Hasmun Hamzah di Rutan Pomdam Jaya Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Empat tersangka tersebut sudah mengenakan rompi tahanan KPK saat keluar dari gedung KPK Jakarta untuk menjalani penahanan.

"Enggak benar," kata Fatmawati singkat saat ditanya wartawan soal keterlibatannya.

Sementara itu, tiga tersangka lainnya memilih bungkam saat dikonfirmasi awak media.

Diduga, kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Wali Kota Kendari bersama-sama pihak lain menerima hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018 senilai total Rp2,8 miliar.

"Diduga PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Januari 2018 ini, PT SBN memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko - Kendari New Port dengan nilai proyek Rp60 miliar," ucap Basaria saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Basaria menyatakan dugaan penerimaan uang atau hadiah oleh Wali Kota Kendari melalui pihak lain tersebut diindikasikan untuk kebutuhan kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada Serentak 2018.

Untuk diketahui, Asrun merupakan calon Gubernur Sultra dalam Pilkada 2018 berpasangan dengan Hagua. Pasangan itu diusung PAN, PKS, PDI-Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.

"Teridentifikasi, sandi yang digunakan adalah "koli kalender" yang diduga mengacu pada arti uang Rp1 miliar," ungkap Basaria.

Sebagai pihak yang diduga penerima Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau pasal 12 huruf a atau huruf b UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan diduga pihak pemberi Hasmun disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kronologi penangkapan
Menurut Basaria, lembaganya mengamankan total 12 orang di Kendari, yaitu Adriatma, Asrun, Fatmawati, Hasmun, W dari swasta, staf PT SBN masing-masing H dan R serta lima orang lainnya termasuk PNS di lingkungan Pemkot Kendari.

"Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat dan melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan, KPK melakukan tangkap tangan pada  Selasa hingga Rabu 27-28 Februari 2018 di beberapa lokasi di Kendari," ujarnya.

Ia menjelaskan pada Senin (26/2) siang, tim mengetahui telah terjadi penarikan uang Rp1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari oleh staf PT SBN.

"Kemudian teridentifikasi komunikasi dugaan peruntukan dan pengantaran uang pada pihak yang terkait deengan Wali Kota," ucap Basaria.

Selanjutnya, kata dia, setelah memastikan ada indikasi kuat telah terjadi transaksi, pada Selasa (27/2) sekitar pukul 20.08 WITA berturut-turut tim KPK membawa dua orang pegawai PT SBN, yaitu H dan R di kediaman masing-masing. Kemudian KPK menemukan buku tabungan Rp1,5 miliar.

Ia juga mengungkapkan bahwa tim KPK membawa Hasmun di rumahnya sekitar pukul 20.40 WITA. Pada Rabu (28/2) dini hari sekitar pukul 01.00 WITA tim juga membawa Adriatma di rumah jabatannya.

"Sekitar pukul 04.00 WITA, tim bergerak ke rumah pribadi Asrun dan membawa yang bersangkutan. Sekitar pukul 05.45 WITA, tim membawa seorang lainnyan yaitu Fatmawati Faqih di kediamannya," ujar Basaria.

Enam orang tersebut, kata dia, kemudian dibawa ke Polda Sulawesi Tenggara untuk dimintai keterangan dan tim melakukan klarifikasi atas sejumlah informasi yang diterima dari masyarakat.

Pada pukul 11.30 WITA, W dari swasta mendatangi Polda Sulawesi Tenggara dan tim juga memintai keterangan yang bersangkutan.

"Selain tujuh orang itu, tim juga membawa lima orang lainnya termasuk PNS di lingkungan Pemkot Kendari pada rentang waktu pukul 12.00 hingga 15.00 WITA dari beberapa lokasi di Kendari. Tim juga membawa kelima orang itu ke Polda Sulawesi Tenggara untuk dimintai keterangan," ungkap Basaria.

Lima dari 12 orang yang diamankan itu kemudian diterbangkan ke Jakarta pada Rabu (28/2) malam untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK.

Diduga, kata Basaria, Wali Kota Kendari bersama-sama pihak menerima hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018 senilai total Rp2,8 miliar.

"Diduga PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Januari 2018 ini, PT SBN memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko - Kendari New Port dengan nilai proyek Rp60 miliar," ucap Basaria.

Basaria menyatakan dugaan penerimaan uang atau hadiah oleh Wali Kota Kendari melalui pihak lain tersebut diindikasikan untuk kebutuhan kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada Serentak 2018.

"Teridentifikasi, sandi yang digunakan adalah 'koli kalender' yang diduga mengacu pada arti uang Rp1 miliar," ungkap Basaria. (*)

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024