Timika (Antaranews Papua) - Penyidik Tindak Pidana Korupsi pada Satuan Reserse dan Kriminal Polres Mimika, Papua, siap mengusut kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan pagar Bandara Agimuga di Kampung Aramsolki, Distrik Agimuga.

Kasat Reskrim Polres Mimika AKP Rudy Priyo Santoso kepada Antara di Timika, Jumat, mengatakan jajarannya membutuhkan bukti-bukti tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengerjaan pagar Bandara Agimuga.

"Nanti kami lihat dulu fakta-faktanya sudah sampai sejauhmana. Kami juga membutuhkan laporan dari masyarakat yang mengetahui persoalan ini agar dapat membantu memberikan data-data untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut. Kalau memang benar terjadi permasalahan, maka pasti akan kami tindaklanjuti," kata Rudy.

Tokoh masyarakat Agimuga Pius Ilimagai beberapa waktu lalu menegaskan terdapat banyak permasalahan dalam pengerjaan pagar Bandara Agimuga tahun anggaran 2017.

Proyek senilai Rp8,5 miliar bersumber dari APBN melalui Kementerian Perhubungan itu dikerjakan oleh PT Romora Haghas Papua yang beralamat di Jalan Nangka, RT 09/IV, Kelurahan Malawili, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.

Sejak awal proyek itu dikerjakan, katanya, sudah ditemukan banyak kejanggalan seperti penunjukkan kontraktor pemenang lelang yang tidak transparan.

"Mereka mendatangkan kontraktor dari Sorong untuk mengerjakan proyek pagar Bandara Agimuga di Kabupaten Mimika. Selama pekerjaan berlangsung, kontraktor tidak pernah datang ke Agimuga. Semua pekerjaan diserahkan penuh kepada mandor lapangan yang merupakan anggota TNI yang bertugas di Koramil Agimuga," kata Pius.

Ia menengarai penunjukan kontraktor asal Sorong tersebut tidak lepas dari intervensi Kepala Unit Pengelola Bandar Udara (UPBU) Agimuga, Imanuel Bleskadit yang juga berasal dari Sorong.

"Kami tidak tahu persis apakah antara kepala bandara dan kontraktor ada hubungan keluarga atau tidak, tapi yang jelas mereka sama-sama berasal dari Sorong," tutur Pius.

Saat pekerjaan awal dilakukan, pihak mandor lapangan menyuruh masyarakat Agimuga dari tiga kampung yaitu Aramsolki, Amungun dan Kiliarma mengumpulkan material batu untuk pengecoran fondasi pagar bandara.

Namun setelah material batu dikumpulkan oleh masyarakat ternyata tidak semuanya dibayar oleh pengelola proyek.

"Perjanjian awal dengan masyarakat saat itu harga batu satu kubik Rp500 ribu. Kenyataannya tidak diambil semuanya. Akibatnya terjadi pertengkaran hingga perkelahian di antara masyarakat sendiri. Material batu yang belum dibayar masih terutang sekitar Rp300 juta," jelas Pius.

Selanjutnya saat pengukuran lokasi Bandara Agimuga untuk dibangun pagar keliling, Kepala UPBU Agimuga Imanuel Bleskadit menentukan sendiri batas tanah lokasi bandara tanpa berkoordinasi dengan para tokoh masyarakat setempat.

Landas pacu Bandara Agimuga sendiri memiliki panjang 600 meter, sementara luas pagar yang dibangun mencapai lebih dari 1.000 meter.

Pius mengatakan pekerjaan proyek pembuatan pagar Bandara Agimuga diselesaikan pada Desember 2017, namun kualitas pekerjaan tidak seluruhnya baik.

"Di bagian depan kelihatan bagus, tapi di belakang banyak bolong-bolong karena fondasi pagar tidak dicor seluruhnya sehingga ternak masyarakat bebas keluar masuk area bandara," kata Pius. (*)

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024