Timika(Antaranews Papua) - Pimpinan Cabang SPKEP SPSI Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, mempertanyakan empat laporan yang telah dilayangkan kepada pihak Kepolisian Mimika pada 2017.

"Kami mau tanya kenapa laporan-laporan yang kami buat di Polres Mimika pada 2017 belum juga ditindaklanjuti. Kami juga menginginkan keadilan bagi kami," kata Ketua Pimpinan Cabang SPKEP SPSI Kabupaten Mimika Aser Gobai di Timika, Senin.

Aser mengatakan, empat laporan tersebut, yakni kasus penyerangan ke rumah mantan Ketua PUK SPKEP SPSI PT Freeport Indonesia, Sudiro, di Jalan Pendidikan, Kota Timika, oleh diduga dua oknum karyawan perusahaan itu berinisial HB dan Ki. Kasus inipun telah dilaporkan sejak 27 April 2017.

Kedua, kasus dugaan pemalsuan tanda tangan karyawan moker yang diklaim ikut mendukung petisi Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa (Musniklub) ke-II. Dua orang terlapor dalam kasus yang dilaporkan sejak 27 September 2017, yakni Pakris Umbora dan Subhan Umar selaku Ketua Panitia dan Sekretaris Musniklub ke-II.

Ketiga, laporan polisi pada tanggal 19 Januari 2017 terkait dugaan adanya tindakan pemberangusan serikat pekerja (union busting) dengan terlapor tiga pimpinan manajemen PT Freeport Indonesia.

Waktu itu diduga terjadi kriminalisasi serikat pekerja mulai dari furlough yang menyasar rata-rata pengurus PUK SPKEP PT Freeport.

Sedangkan kasus yang terakhir adalah laporan atas tindakan aparat keamanan yang melepaskan tembakan dan melakukan penganiayaan terhadap sejumlah karyawan mogok kerja di depan Kantor Pengadilan Negeri Kota Timika saat persidangan Sudiro pada 20 April 2017.

Dalam insiden tersebut, sejumlah karyawan tertembak peluru karet. Bahkan Kapolres Mimika (saat itu) AKBP Victor Dean Mackbon ikut terkena peluru karet di bagian kaki, setelah aparat melepaskan tembakan berkali-kali di tengah kerumunan massa yang melakukan aksi dan meminta agar Sudiro dibebaskan dari jeratan hukum.

"Secara keseluruhan ada empat kasus kami laporkan, kami menganggap bahwa dalam penindakan kasus tersebut sangat lambat. Tidak ada kemajuan," kata mantan Pengurus PUK SPKEP SPSI PT Freeport Indonesia, Yonatan Iyai.

Menurut Yonatan, saat ini baru satu kasus yang sementara ditindaklanjuti penyidik Satreskrim Polres Mimika yaitu kasus pemaalsuan tanda tangan Musniklub. Itupun, kasus yang dilaporkan sejak lima bulan lebih itu baru masuk dalam tahap uji laboratorium forensik (lapfor) Mabes Polri.

"Penyidik sampaikan bahwa reskim lagi ke Jakarta dalam rangka uji laboratorium forensik kasus pemalsuan itu. Kami berharap dengan tenggang waktu yang kami berikan selama dua pekan, kami berharap dapatkan perkembangan lebih lanjut," katanya.

Ironisnya, tiga pekan lalu pelapor kasus pemalsuan tanda tangan tersebut rupanya telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari penyidik. Akan tetapi, sampai saat inipun sama sekali belum ada kemajuan dalam proses kasus itu termasuk penetapan tersangka.

"Kami berharap SP2HP yang tiga minggu lalu itu sudah ada penetapan tersangka. Tapi sampai hari inipun belum ada, makanya teman-teman bertanya dan langsung datang mempertanyakan kasus ini di Polres Mimika," kata Yonatan.

Aser Gobai menegaskan dalam dua pekan ke depan dirinya akan memimpin karyawan mogok kerja ke Kantor Pelayanan Polres Mimika jika belum juga ada penetapan tersangka dari empat kasus tersebut.

"Kalau dalam dua minggu tidak ditindaklanjuti, para karyawan mogok akan datang dan saya akan pimpin. Karena kami percaya polisi mengayomi dan menegakkan hukum," kata Aser.

Aser berharap agar pihak kepolisian benar-benar memberikan keadilan hukum kepada setiap warga negara termasuk ribuan karyawan moker yang merasa telah dirugikan. Sebab, tidak sedikit juga karyawan mogok kerja saat ini tengah menjalani proses hukum dengan koperatif.

"Kami akan terus menuntut supaya keadilan itu bisa berlaku untuk semua pihak. Karyawan mogok kerja saja sebanyak delapan orang sudah menjalani proses hukum padahal tidak ada bukti yang jelas, dijemput di rumah, langsung kasih masuk di tahanan," ujarnya. (*)

Pewarta : Jeremias Rahadat
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024