Wamena (Antaranews Papua) - Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Jayawijaya Doren Wakerkwa membantah tuduhan penjabat Bupati Nonaktif John Wempi Wetipo yang menyebutkan selama tiga bulan menjabat, selaku penjabat sementara menghabiskan Rp12 miliar APBD Jayawijaya tanpa prosedur yang jelas.

Doren Wakerkwa melalui siaran pers yang diterima Antara di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Kamis, mengatakan penggunaan dana yang dilakukan selalu sesuai dengan yang ditetapkan dalam APD 2018.

"Sudah ditetapkan Tahun 2018, dianggarkan sesuai kebutuhan daerah yaitu untuk belanja rutin kantor/belanja modal dan belanja pembangunan/publik, juga bantuan sosial lainnya," katanya.

Ia mengatakan selama menjabat, penyelenggaraan pemerintah yang dilakukan sudah sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Doren Wakerkwa mengatakan sebelum bertugas per Januari 2018, Bupati Nonaktif Wempi Wetipo sudah mengeluarkan dana kepala daerah (KDH) sebesar Rp28,700 miliar dari total anggaran pos KDH sebesar Rp38.700 miliar.

"Uangnya dibawa kabur oleh ibu Kepala Bagian Tata Usaha Keuangan Setda Kabupaten Jayawijaya bersama Bendahara Bupati Jayawijaya. Ini menunjukan bahwa saudara Bupati Wempi Wetipo sudah menyalahgunakan kewenangan untuk mengeluarkan uang negara Rp28.700.000.000.00 untuk kampanye pemilihan gubernur Papua," katanya.

Untuk penyelenggaraan pemerintahan dan menyukseskan pilkada bupati Jayawijaya serta gubernur Papua, pihaknya menggunakan anggaran dari pos KDH sisa anggaran Rp5.3 juta dan dilakukan sesuai prosedur.

"Itupun setelah saya koordinasikan dengan pimpinan tinggi pemerintah di provinsi Papua dan pemerintah pusat," katanya.

Pjs menyebutkan bahwa setelah ia menjabat, kegiatan proyek tahun 2018 belum bisa dilakukan pelelangan karena sudah diambil `fee` atau sudah dilakukan penunjukan langsung oleh Bupati Wempi Wetipo.

"Dari laporan, beras raskin Jayawijaya sudah dikeluarkan lima bulan, ternyata realisasi di masyarakat hanya dua bulan. Tiga bulan di tahun 2017 digunakan untuk kegiatan mobilisasi, kekepentingan pilgub dan dalam delik aduan sudah menyalahgunakan kewenangan sebagai Bupati Jayawijaya," katanya.

Bupati nonaktif juga dituding menyalahgunakan dana sebesar Rp7 miliar dari prospek untuk membeli sejumlah ternak babi dan digunakan untuk ritual adat "bakar batu" bersama kepala distrik dan kepala kampung. Semuanya itu untuk kepentingan politik pilgub Papua.

Terkait tuduhan tidak melibatkan bendahara bupati dalam pengeluaran uang, Doren Wakerkwa mengatakan, dirinya memiliki hak untuk mengganti bendahara baru sebab bendahara lama telah membawa lari dana sebesar Rp28,7 miliar tanpa izin pjs.

Asisten I Sekda Provinsi Papua itu mengatakan siap membantu Bupati Nonaktif Wempi Wetipo untuk melakukan audit anggaran selama pjs menjabat, namun ia meminta agar pemeriksaan dilakukan oleh KPK di Jakarta.

Terkait pembayaran Rp3 miliar kepada keluarga korban konflik antarkampung di Jayawijaya, Doren mengatakan itu bukan kebijakan pemerintah melainkan tuntutan masyarakat dan harus dinegosiasikan lalu diselesaikan dengan masyarakat korban.

"Untuk dana stabilitas daerah yang dimaksudkan Bupati Wempi Wetipo sebesar Rp 1.200.000.000.00, setelah Pjs Bupati Jayawijaya masuk aktif melaksanakan, uang stabilitas daerah sudah habis dipakai oleh Wempi Wetipo," katanya.

Ia menyebutkan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Bupati Nonaktif Wempi Wetipo merupakan sistem yang menyesatkan ASN Jayawijaya sehingga harus ada perubahan ke arah yang lebih baik.

"Diharapkan kepada kita semua bahwa kita berbicara sebagai seorang Negarawan, harus ada data dan bukti yang jelas baru kita bicara di publik. Jangan bicara seperti ayam tanpa kepala," katanya.

Sebelumnya, Bupati Jayawijaya nonaktif John Wempi Wetipo, di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Rabu (13/6) , mengatakan setelah aktif kembali tanggal 23 Juni mendatang ia akan melakukan audit keuangan pemkab setempat untuk menindaklanjuti laporan aparatur sipil negara (ASN) tersebut.

"Audit pasti akan kita lakukan terhadap penggunaan anggaran Penjabat Sementara Bupati Jayawijaya Doren Wakerkwa, karena dari laporan yang saya terima, selama tiga bulan sudah Rp12 miliar habis digunakan," katanya.

Berdasarkan informasi yang diterima bupati nonaktif dari ASN setempat, laporan pengeluaran Rp12 miliar itu tidak sesuai ketentuan sebab satu oknum kepala bagian diangkat oleh penjabat sementara bupati menjadi bendahara.

"Sekarang siapa yang bertugas menjadi bendahara untuk menandatangani pembuatan laporan pertanggungjawaban, karena bendahara bupati dan wakil bupati tidak pernah dilibatkan," kata Wempi.

Wempi mengatakan pos anggaran untuk Wakil Bupati Jayawijaya juga dikeluarkan oleh bendahara yang ditunjuk oleh Pjs, tanpa melalui bendahara wakil bupati.

Wempi yang kini menjalani masa cuti karena mengikuti pilkada, mengatakan bahwa ia memiliki hak untuk mengaudit sebab masa jabatan sebagai bupati baru akan berakhir pada 18 Desember 2018, sehingga dia yang akan bertanggungjawab terhadap segala penggunaan anggaran.

"Saya punya hak untuk melakukan audit karena saya yang mengesahkan anggaran pada tahun ini, dan itu wajar saja untuk dilakukan oleh pemerintah," katanya.

Wempi menambahkan bahwa dana stabilitas yang sebelumnya dialokasikan untuk persiapan keamanan dan kenyamanan menjelang hingga Pilkada 2018 sebesar Rp1 miliar lebih, sudah digunakan juga dalam kurun waktu singkat selama kepemimpinan Pjs.

"Insiden bentrok warga dengan warga (yang terjadi di Welesi) itu sebenarnya dana ini diperuntukkan untuk yang seperti itu, tetapi ternyata Pjs membuat kesepakatan lain dengan masyarakat dan ia harus menepati hal itu," katanya lagi.

Pjs Bupati Jayawijaya diketahui tidak tinggal menetap dalam kurun waktu satu minggu lebih di Jayawijaya, sebab yang bersangkutan memiliki tingkat mobilitas ke luar Jayawijaya sangat tinggi.

Ia memegang tiga jabatan sekaligus, yaitu Asisten I Setda Provinsi Papua, Kepala Satpol PP Provinsi Papua, dan Pjs Bupati Jayawijaya. (*)

Pewarta : Marius Frisson Yewun
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024