Jakarta (Antaranews Papua) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa kepatuhan menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Kementerian Hukum dan HAM masih rendah.

"Mengacu pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-01-KP.07.06 Tahun 2012 tentang pejabat di Kementerian Hukum dan HAM yang wajib melaporkan harta kekayaan terdapat 292 jabatan yang wajib melaporkan LHKPN ke KPK. Salah satu unsur pejabat yang wajib melaporkan adalah Kepala Lembaga Permasyarakatan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Untuk tahun pelaporan 2017, kata Febri, di Kementerian Hukum dan HAM terdapat 5.832 wajib lapor LHKPN.

"Dari seluruh wajib lapor tersebut, yang melaporkan baru 1.494 orang, belum lapor 4.338 orang sehingga tingkat kepatuhan secara total adalah 25,62 persen," tuturnya.

Menurut Febri, kepatuhan Kemenkumham tersebut masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat kepatuhan seluruh wajib lapor adalah 66,59 persen dengan total wajib lapor 322.213 orang.  

Sedangkan yang sudah lapor 160.739 orang dan belum lapor 80.651 orang.

Sementara untuk laporan harta kekayaan Kepala Lapas terdapat 107 wajib lapor.

"Telah lapor 39 orang, belum lapor 68 orang, tingkat kepatuhan Kalapas  36,45 persen. Tingkat kepatuhan Kalapas juga terbilang rendah," ungkap Febri.

Hal tersebut, lanjut Febri, sepatutnya menjadi perhatian serius bagi Kementerian Hukum dan HAM jika memang berkeinginan melakukan perubahan dan pencegahan korupsi.  

"Karena melalui penerapan kewajiban pelaporan LHKPN secara benar, maka kemungkinan-kemungkinan perolehan kekayaan secara tidak wajar dapat diminimalisir sejak awal. Fungsi pengawasan internal pun bisa lebih kuat jika menemukan ada pelaporan yang tidak benar," ujarnya.

Selain itu, kata dia, kewajaran penghasilan dibanding dengan kekayaan diharapkan ke depan juga menjadi perhatian serius semua pihak yang tentu akan lebih baik jika dimulai dari pengawasan internal.

Khusus untuk tersangka Kalapas Sukamiskin Wahid Husein, Febri menyatakan pelaporan terakhir dilakukan pada Maret 2015 dengan kekayaan Rp600 juta dan 2.752 dolar AS.

Namun, KPK mengapresiasi kepatuhan pelaporan Kemenkumham Kanwil Gorontalo dan Kanwil Bengkulu yang telah 100 persen, dan unit pusat Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang sangat tinggi, yaitu mencapai 95 persen.

"Kami harap kepatuhan yang tinggi ini dapat menjadi contoh dan penyemangat bagi unit kerja yang lain, baik di Kemenkumham ataupun kementerian/lembaga lain," kata Febri.

Untuk diketahui, KPK baru saja menetapkan empat tersangka suap pemberian fasilitas, pemberian perizinan ataupun pemberian lainnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Sukamiskin Bandung.

Empat tersangka itu, yakni Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018 Wahid Husein (WH), Hendry Saputra (HND) yang merupakan staf Wahid Husein, narapidana kasus korupsi Fahmi Darmawansyah (FD) dan Andri Rahmat (AR) yang merupakan narapidana kasus pidana umum/tahanan pendamping (tamping) dari Fahmi Darmawansyah.

Diduga sebagai penerima Wahid Husein dan Hendry Saputra.

Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat.

KPK menduga Wahid Husein menerima pemberian berupa uang dan dua mobil dalam jabatannya sebagai Kalapas Sukamiskin sejak Maret 2018 terkait pemberian fasilitas, izin, luar biasa, dan lainnya yang tidak seharusnya kepada narapidana tertentu.

"Diduga pemberian dari FD tersebut terkait fasilitas sel atau kamar yang dinikmati oleh FD dan kemudahan baginya untuk dapat keluar masuk tahanan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7) malam.

Penerimaan-penerimaan tersebut, kata Syarif, diduga dibantu dan diperantarai oleh orang dekat keduanya, yakni Hendry Saputra dan Andri Rahmat.

Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) itu, lanjut Syarif, KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu dua unit mobil masing-masing satu unit Mitsubishi Triton Exceed warna hitam dan satu unit Mitsubishi Pajero Sport Dakkar warna hitam.

Kemudian, kata dia, uang total Rp279.920.000 dan 1.410 dolar AS, catatan penerimaan uang, dan dokumen terkait pembelian dan pengiriman mobil.

Dalam konferensi pers itu, KPK juga menampilkan video yang menunjukkan salah satu sel atau kamar di Lapas Sukamiskin dari terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah suami dari artis Inneke Koesherawati.

Dalam kamar Fahmi terlihat berbagai fasilitas laiknya di apartemen seperti pendingin udara (AC), televisi, rak buku, lemari, wastafel, kamar mandi lengkap dengan toilet duduk dan water heater, kulkas, dan spring bed.

Sebelumnya, Fahmi yang merupakan Direktur PT Merial Esa telah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin pada 31 Mei 2017 lalu.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, suami dari artis Inneke Koesherawati itu divonis dua tahun delapan bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Fahmi terbukti menyuap empat orang pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI senilai 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro, dan Rp120 juta.

Sebagai pihak yang diduga penerima Wahid Husein dan Hendry Saputra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024