Timika (Antaranews Papua) - Forum Pemilik Hak Sulung (F-PHS) Kabupaten Mimika, Papua, mendesak DPRD setempat agar segera menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Hak Ulayat Area Konsesi PT Freeport Indonesia.

Sekretaris I F-PHS Tsingwarop Yoan Songgonao di Timika, Jumat menyatakan pihaknya menghendaki agar perda tersebut dirampungkan paling lambat September mendatang.

F-PHS beranggotakan warga dari tiga kampung di area konsesi Freeport Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, yaitu Tsinga, Waa/Banti dan Aroanop. Mereka memperjuangkan pengakuan pemerintah dan Freeport mengenai hak ulayat yang telah digunakan Freeport selama 51 tahun.

Yoan juga menjelaskan bahwa tim dari Universitas Cenderawasih Jayapura telah menerbitkan dokumen terkait hasil kajian kepemilikan di area konsesi Freeport pada 2012 yaitu terhadap tiga kampung yang dilakukan selama 14 bulan.

Hasil kajian ilmiah tersebut menjadi dasar atas kepemilikan hak ulayat di area konsesi Freeport oleh masyarakat dari tiga kampung.

Selanjutnya Elfinus Jangkup Omaleng yang juga sebagai Sekretaris II F-PHS mengatakan bahwa perjuangan untuk menuntut pengakuan terhadap kepemilikan hak ulayat bertujuan menunjukkan keberadaan pemilik hak sulung area Freeport yang terkesan tidak bertuan selama 51 tahun.

"Kami yang punya gunung tempat emas dan mineral lain mengalir dan dikeruk Freeport, tetapi apa yang kami dapatkan. Selama ini kami hanya sebagai penonton. Freeport hanya memberikan `permen` supaya kami terbuai padahal tidak sebanding dengan apa yang mereka ambil dari gunung-gunung kami," ujarnya.

Elfinus berharap agar perda yang telah disanggupi DPRD untuk ditetapkan tersebut dapat terlaksana dalam waktu dekat sehingga dapat menjadi dasar pijakan pemilik hak ulayat area konsesi Freeport.

Ketua F-PHS, Yafet Beanal juga mengatakan bahwa perda dimaksud akan diserahkan kepada Presiden RI Joko Widodo.

Selanjutnya dengan dasar itu, masyarakat tiga kampung sebagai pemilik hak ulayat minta untuk dilibatkan dalam negosiasi antara Freeport dan Pemerintah Pusat termasuk terkait dengan kompensasi terhadap hak ualayat yang telah dikeruk Freeport.

"Dua kontrak karya telah ditandatangani oleh Pemerintah dan Freeport, tetapi kami tidak pernah dilibatkan. Sekarang kami mau dilibatkan termasuk perlu untuk memasukan dalam UU minerba ayat yang berkaitan dengan pemilik hak ulayat tentang hak-haknya," kata Yafet.

Yafet juga mengancam jika pemilik hak ulayat dari tiga kampung di area konsesi Freeport itu tidak dilibatkan, maka ia dan semua warga ramai-ramai akan menutup Freeport termasuk mengganggu jalannya produksi Freeport di Timika.

Pewarta : Jeremias Rahadat
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024