Jayapura (Antaranews Papua) - Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) Pusat mempertanyakan pelaksanaan Konferensi Luar Biasa (KLB) versi tim tujuh yang dianggap tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) organisasi tersebut, dimana dapat dinilai ilegal serta cacat hukum karena tidak memiliki legalitas yang sah.

Ketua Umum KAPP Pusat Merry C. Yoweni di Jayapura, Selasa, mengatakan KLB ini dinilai cacat hukum karena tidak memenuhi forum yaitu hanya dihadiri tujuh dari total 42 ketua kabupaten/kota yang terdaftar.

"Kami minta segera menghentikan KLB yang sedang dilaksanakan dan jika peringatan ini tidak diindahkan maka sebagai Ketua Umum KAPP Pusat yang sah akan mengambil langkah hukum untuk melindungi KAPP sendiri," jelasnya.

Menurutnya hal-hal yang menyangkut internal organisasi, akan dibahas dalam rapat pimpinan khusus (Rapimsus) di awal 2019 di mana pihaknya akan mengumpulkan seluruh ketua daerah, pendiri dan juga sesepuh KAPP untuk nantinya diputuskan akan dibawa kemana organisasi ini, pasalnya KLB yang dilaksanakan kini sangat tidak menguntungkan.

"Salah satu alasan pelaksanaan KLB versi tim tujuh ini diduga adanya provokasi dari pihak lain karena yang bersangkutan sudah tidak mendapatkan dana hibah lagi di tahun anggaran 2018 dari KAPP," ujarnya.

Senada dengan Merry Yoweni, Sekretaris Umum Asosiasi Nelayan Republik Indonesia Provinsi Papua, Oktovianus Aronggear mewakili seluruh asosiasi di bawah KAPP mengatakan kepengurusan yang sah itu di bawah pimpinan Mery Yoweni.

"Kami asosiasi tahu bahwa Ketua Umum KAPP Pusat yang sah adalah Merry Yoweni dan menolak dengan tegas KLB yang dilaksanakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan ini ilegal karena tidak sesuai dengan AD/ART," terangnya.

Dia menambahkan seharusnya proses KLB dilaksanakan bila ketua umum berhalangan tetap atau tersandung kasus hukum, padahal SK Ketua Umum KAPP Pusat itu sah dan ditandatangani Gubernur Papua, Lukas Enembe sehingga pelaksanaan KLB dinyatakan ilegal.

Pewarta : Hendrina Dian Kandipi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024