Jakarta (Antaranews Papua) - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan korban meninggal dunia akibat tsunami Selat Sunda yang terjadi pada Sabtu (22/12), di sejumlah pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan bertambah menjadi 62 orang.

Sutopo dalam rekaman video yang diunggah di Grup Whatsapp wartawan BNPB diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan data dampak tsunami sampai dengan pukul 10.00 WIB, yakni 62 orang meninggal dunia, 584 orang mengalami luka-luka, 20 orang hilang, 430 rumah rusak berat, sembilan hotel rusak berat, 10 kapal rusak berat.

"Data ini, artinya data korban jiwa maupun kerusakan yang berdampak ke ekonomi akan bertambah mengingat belum semua wilayah dapat terdata. Dan saat ini petugas masih terus melakukan pendataan," ujar dia.

Ia juga mengatakan penanganan bencana tsunami yang menerjang beberapa pantai di tiga kabupaten di Banten dan Lampung tersebut terus dilakukan berbagai pihak. Dan diketahui kawasan terparah terkena dampak tsunami dan gelombang tinggi ini ada di lokasi-lokasi wisata dan rumah warga di sepanjang pantai dari Tanjung Lesung, Sumur, Teluk Lada, Panimbang dan Carita.

"Saat ini sedang disiapkan, akan diadakan survei dan pemetaan dengan pesawat terbang yang dilakukan TNI, BNPB juga mengerahkan helikopter," ujar dia.

Sebelumnya, dalam keterangan tertulis di laman Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan telah merekam adanya gempa tremor menerus dengan aplitudo overscale 58 milimeter (mm) dan letusan Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12), pukul 21.03 WIB, namun masih mendalami penyebab pasti tsunami yang terjadi di Selat Sunda.

Aktivitas terkini Gunung Anak Krakatau yang teramati pada 22 Desember 2018 yakni letusan dengan tinggi asap berkisar antara 300 sampai dengan 1500 meter di atas puncak kawah.  

PVMBG dalam rilisnya tersebut menyebut bahwa dari rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak bulan Juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami. Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunungapi masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu.

Sehingga untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan yang cukup masive (besar) yang masuk ke dalam kolom air laut. Dan untuk merontokan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar, ini tidak terdeksi oleh seismograph di pos pengamatan gunungapi.

Karena itu, masih perlu data-data untuk dikorelasikan antara letusan gunungapi dengan tsunami.

Dari Paneglang, Banten, dilaporkan berdasarkan data dari Humas Setda Pandeglang, 35 orang meninggal dunia di daerah itu akibat tsunami, Sabtu (22/12) malam.

Humas Setda Pandeglang menyebut dari pendataan di Desa Cikondang, Kecamatan Labuan 200 rumah rusak berat, 10 perahu rusak, dan satu orang meninggal dunia.

Di Desa Teluk, Kecamatan Labuan satu orang meninggal dunia, satu orang belum ditemukan, 200 rumah rusak berat,  300 kapal rusak, 60 warung kuliner rusak, sedangkan di Desa Karanganyar, Kecamatan Labuan 40 perahu rusak.

Data korban di Puskesmas Carita 250 orang dirawat,  enam meninggal dunia, di Puskesmas Cigeulis 32 orang dirawat, di Puskesmas Panimbang 32 orang dirawat, 12 orang meninggal dunia, di Klinik Tanjung Lesung 19 orang dirawat, di Puskesmas Labuan 50 orang dirawat, dua orang meninggal dunia, dan tiga orang dirujuk.

Di Puskesmas Cibaliung 70 orang dirawat, 30 luka berat, 40 luka ringan, di Puskesmas Sumur enam orang meninggal dunia, di Puskesmas Jiput 21 orang di Rawat, satu meninggal dunia, di Puskesmas Menes 14 orang dirawat dan dua orang meninggal dunia.

Kini, beberapa korban sudah berhasil dievakuasi baik yang ada di Puskesmas Carita, Labuan, Jiput, Menes, Klinik Tanjunglesung, maupun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pandeglang.

Bupati Pandeglang Irna Narulita yang ikut melakukan evakuasi korban mengimbau masyarakat tetap waspada.

Pemkab Pandeglang menurunkan alat berat untu mengevakuasi korban yang tertimbun reruntuhan.

Pewarta : Virna P Setyorini dan Sambas
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024