Timika (ANTARA News Papua) - Tokoh masyarakat keturunan Tionghoa di Timika, Papua, Yohanes Felix Helyanan mengajak para pengusaha keturunan Tionghoa setempat untuk menekan dan menghindari praktik monopoli dalam perdagangan.
Berbicara kepada Antara di Timika, Jumat, Yohanes mengatakan bahwa kehadiran semakin banyak pengusaha termasuk dari kalangan keturunan Tionghoa di Kabupaten Mimika merupakan angin segar untuk menggerakkan sektor ekonomi riil di wilayah itu.
"Terutama dalam hal membangun usaha, bersainglah secara sehat. Jangan melakukan monopoli, berilah kesempatan kepada saudara-saudara yang lain terutama pengusaha-pengusaha asli Papua untuk berkembang," kata Yohanes.
Ketua DPC PDI-Perjuangan Kabupaten Mimika itu berharap perayaan Tahun Baru China (Imlek) 2570 pada tahun ini menjadi momentum untuk merekatkan tali persaudaraan dan kebersamaan di antara semua warga Mimika dari berbagai macam latar belakang budaya, adat istiadat, agama, etnis dan suku.
"Mimika ini sangat heterogen, semua orang dari mana saja kini berkumpul di Mimika. Mari kita jaga persatuan dan kebersamaan untuk membangun Mimika yang jauh lebih baik," ajak Yohanes yang juga merupakan pengusaha di bidang perhotelan di Kota Timika itu.
Tokoh etnis Tionghoa lainnya Ernest Vincent Tsia mengatakan kekayaan budaya Nusantara harusnya menjadi kekuatan bagi Bangsa Indonesia untuk lebih maju.
"Di tengah situasi Bangsa Indonesia yang makin kuat menonjolkan identitas, mari kita menjaga dan memelihara kemajemukan bangsa agar kita tidak terpecah-pecah. Budaya yang bermacam-macam itu justru menjadi kekuatan kita yang harus dihormati," kata Vicent.
Ia juga berharap situasi perekonomian di Mimika kembali bangkit pascamogok kerja dan pemutusan hubungan kerja/PHK sekitar 8.000 karyawan PT Freeport Indonesia dan berbagai perusahaan subkontraktornya pada 2017 hingga 2018.
"Kami menyarankan pemerintah daerah jangan hanya berorientasi pada sektor tambang Freeport tapi mulai dari sekarang juga melirik potensi-potensi lain yang bisa digarap dan dikembangkan untuk mendorong perekonomian rakyat Mimika," kata Vincent.
Pengelolaan potensi alam Mimika yang kaya raya di bidang sumber daya mineral, hutan dan hasil laut tersebut, katanya, hendaknya tidak sampai mengganggu dan merusak keseimbangan lingkungan.
Saat ini warga Mimika dihadapkan pada persoalan krusial terkait semakin melubernya pasir sisa tambang (sirsat) alias tailing PT Freeport.
Tailing PT Freeport yang dialirkan dari pabrik pengolahan di Mile 74 Tembagapura ke wilayah dataran rendah Mimika melalui Sungai Aijkwa (Kali Kabur) memicu pendangkalan alur sungai-sungai di wilayah pesisir bahkan hingga ke perairan sekitar Mimika.
Kondisi itu mengakibatkan terganggunya arus transportasi masyarakat lokal (perahu motor) dari wilayah Agimuga, Mimika Timur Jauh, Jita serta Asmat untuk bisa bepergian dari dan ke Timika.
Berbicara kepada Antara di Timika, Jumat, Yohanes mengatakan bahwa kehadiran semakin banyak pengusaha termasuk dari kalangan keturunan Tionghoa di Kabupaten Mimika merupakan angin segar untuk menggerakkan sektor ekonomi riil di wilayah itu.
"Terutama dalam hal membangun usaha, bersainglah secara sehat. Jangan melakukan monopoli, berilah kesempatan kepada saudara-saudara yang lain terutama pengusaha-pengusaha asli Papua untuk berkembang," kata Yohanes.
Ketua DPC PDI-Perjuangan Kabupaten Mimika itu berharap perayaan Tahun Baru China (Imlek) 2570 pada tahun ini menjadi momentum untuk merekatkan tali persaudaraan dan kebersamaan di antara semua warga Mimika dari berbagai macam latar belakang budaya, adat istiadat, agama, etnis dan suku.
"Mimika ini sangat heterogen, semua orang dari mana saja kini berkumpul di Mimika. Mari kita jaga persatuan dan kebersamaan untuk membangun Mimika yang jauh lebih baik," ajak Yohanes yang juga merupakan pengusaha di bidang perhotelan di Kota Timika itu.
Tokoh etnis Tionghoa lainnya Ernest Vincent Tsia mengatakan kekayaan budaya Nusantara harusnya menjadi kekuatan bagi Bangsa Indonesia untuk lebih maju.
"Di tengah situasi Bangsa Indonesia yang makin kuat menonjolkan identitas, mari kita menjaga dan memelihara kemajemukan bangsa agar kita tidak terpecah-pecah. Budaya yang bermacam-macam itu justru menjadi kekuatan kita yang harus dihormati," kata Vicent.
Ia juga berharap situasi perekonomian di Mimika kembali bangkit pascamogok kerja dan pemutusan hubungan kerja/PHK sekitar 8.000 karyawan PT Freeport Indonesia dan berbagai perusahaan subkontraktornya pada 2017 hingga 2018.
"Kami menyarankan pemerintah daerah jangan hanya berorientasi pada sektor tambang Freeport tapi mulai dari sekarang juga melirik potensi-potensi lain yang bisa digarap dan dikembangkan untuk mendorong perekonomian rakyat Mimika," kata Vincent.
Pengelolaan potensi alam Mimika yang kaya raya di bidang sumber daya mineral, hutan dan hasil laut tersebut, katanya, hendaknya tidak sampai mengganggu dan merusak keseimbangan lingkungan.
Saat ini warga Mimika dihadapkan pada persoalan krusial terkait semakin melubernya pasir sisa tambang (sirsat) alias tailing PT Freeport.
Tailing PT Freeport yang dialirkan dari pabrik pengolahan di Mile 74 Tembagapura ke wilayah dataran rendah Mimika melalui Sungai Aijkwa (Kali Kabur) memicu pendangkalan alur sungai-sungai di wilayah pesisir bahkan hingga ke perairan sekitar Mimika.
Kondisi itu mengakibatkan terganggunya arus transportasi masyarakat lokal (perahu motor) dari wilayah Agimuga, Mimika Timur Jauh, Jita serta Asmat untuk bisa bepergian dari dan ke Timika.