Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifudin menyatakan banyaknya petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal dunia pada pemilu serentak 2019, merupakan beban yang tidak terpikirkan jauh sebelumnya.
"Kejadian meninggalnya ratusan petugas KPPS merupakan beban yang tidak terfikir jauh sebelum pelaksanaan di lapangan. Kompleksitas persoalan di lapangan, serta beban tugas dan beban psikologis yang berat, menjadi penyebab petugas KPPS mengalami kelelahan fisik dan psikis," kata Afifudin pada Diskusi Polemik MNC Trijaya: "Silent Killer Pemilu Serentak", di Menteng, Jakarta, Sabtu.
Afiufin mengusulkan, dari kejadian yang tidak diharapkan ini, agar pelaksanaan pemilu serentak ini dievaluasi dan bersama-sama membuat pemilu yang efisien dan menggembirakan. "Ke depan, jangan sampai membuat banyak korban lagi seperti pemilu sekarang," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Afifudin menyatakan prihatin dan berduka cita terhadap para korban petugas KPPS yang meninggal dunia karena kelelahan saat menjalankan tugas pada pemilu 2019. "Mari kita sama-sama mendoakan agar petugas KPPS yang meninggal dunia mendapat tempat yang terbaik," katanya.
Berdasarkan data KPU, hingga Kamis (25/4) ada sebanyak 225 orang petugas KPPS yang menggal dunia. Afifudin menambahkan, berdasarkan data yang masuk ke Bawaslu hingga Sabtu (27/4) hari ini, ada 55 orang petugas Panwaslu yang meninggal dunia saat menjalankan tugas pada pemilu 2019. "Ada juga ratusan petugas KPPS dan Panwaslu yang mengalami sakit, dan ada yang sudah sembuh," katanya.
Di sisi lain, Afifudin memberikan semangat kepada petugas Panwaslu yang sampai saat ini masih bertugas mengawal dan turut mengawasi rekapitulasi perolehan suara secara berjenjang oleh KPU.
Afifudin juga menceritakan, bagaimana kondisi rekrutmen petugas Panwaslu untuk pemilu serentak 2019. "Kami berusaha mencari petugas Panwaslu yang berusaia muda, tapi ternyata tidak mudah mencari petugas di usia muda," katanya.
Di sisi lain, kata dia, tingginya minat masyarakat di usia lanjut yang mendaftar menjadi petugas, karena jiwa patriot dan semangat nasionalisme dalam mewujudkan demokrasi yang sehat, sulit ditolak. "Kalau dihubungkan dengan honornya, saya kira mereka tidak berfikir seperti itu, tapi mereka ingin bekontribusi untuk menegakkan demokrasi," katanya.
"Kejadian meninggalnya ratusan petugas KPPS merupakan beban yang tidak terfikir jauh sebelum pelaksanaan di lapangan. Kompleksitas persoalan di lapangan, serta beban tugas dan beban psikologis yang berat, menjadi penyebab petugas KPPS mengalami kelelahan fisik dan psikis," kata Afifudin pada Diskusi Polemik MNC Trijaya: "Silent Killer Pemilu Serentak", di Menteng, Jakarta, Sabtu.
Afiufin mengusulkan, dari kejadian yang tidak diharapkan ini, agar pelaksanaan pemilu serentak ini dievaluasi dan bersama-sama membuat pemilu yang efisien dan menggembirakan. "Ke depan, jangan sampai membuat banyak korban lagi seperti pemilu sekarang," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Afifudin menyatakan prihatin dan berduka cita terhadap para korban petugas KPPS yang meninggal dunia karena kelelahan saat menjalankan tugas pada pemilu 2019. "Mari kita sama-sama mendoakan agar petugas KPPS yang meninggal dunia mendapat tempat yang terbaik," katanya.
Berdasarkan data KPU, hingga Kamis (25/4) ada sebanyak 225 orang petugas KPPS yang menggal dunia. Afifudin menambahkan, berdasarkan data yang masuk ke Bawaslu hingga Sabtu (27/4) hari ini, ada 55 orang petugas Panwaslu yang meninggal dunia saat menjalankan tugas pada pemilu 2019. "Ada juga ratusan petugas KPPS dan Panwaslu yang mengalami sakit, dan ada yang sudah sembuh," katanya.
Di sisi lain, Afifudin memberikan semangat kepada petugas Panwaslu yang sampai saat ini masih bertugas mengawal dan turut mengawasi rekapitulasi perolehan suara secara berjenjang oleh KPU.
Afifudin juga menceritakan, bagaimana kondisi rekrutmen petugas Panwaslu untuk pemilu serentak 2019. "Kami berusaha mencari petugas Panwaslu yang berusaia muda, tapi ternyata tidak mudah mencari petugas di usia muda," katanya.
Di sisi lain, kata dia, tingginya minat masyarakat di usia lanjut yang mendaftar menjadi petugas, karena jiwa patriot dan semangat nasionalisme dalam mewujudkan demokrasi yang sehat, sulit ditolak. "Kalau dihubungkan dengan honornya, saya kira mereka tidak berfikir seperti itu, tapi mereka ingin bekontribusi untuk menegakkan demokrasi," katanya.