Timika (ANTARA) - Dinas Sosial Kabupaten Mimika, Provinsi Papua menyebutkan sekitar 7.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan bakal kehilangan hak mereka lantaran datanya belum tervalidasi.
Kepala Dinsos Mimika Petrus Yumte di Timika, Selasa, mengatakan potensi kehilangan kesempatan bagi 7.000 KPM untuk menerima dana Program Keluarga Harapan (PKH) tahap III 2019 yang akan dibayarkan mulai Juli ini lantaran kini penerima dana PKH harus tervalidasi berbasis sistem online berbasiskan nomor induk kependudukan (NIK), tidak lagi menggunakan sistem manual seperti sebelumnya.
"Kami mengalami kesulitan terkait penyaluran dana PKH tahap III 2019 karena terjadi perubahan di pusat yang biasanya manual tetapi sekarang berbasis online atau PKH Elektronik/e-PKH. Akibat dari penerapan sistem yang baru itu, untuk penyaluran dana PKH tahap III 2019 ini ada sekitar 7.000 KPM yang tidak akan menerima lagi dana itu karena datanya belum tervalidasi dengan baik," jelas Yumte.
Selama ini jumlah KPM PKH di Mimika sebanyak 9.000 KPM, tersebar pada 14 distrik (kecamatan) dan empat distrik lagi belum terakomodasi menerima bantuan dari pemerintah itu.
"Kemungkinan yang bisa menerima dana PKH tahap III 2019 hanya sekitar 2.000-an KPM karena data kependudukannya sudah valid. Kalau data penduduk tidak valid, konsekuensinya tidak bisa menerima dana itu meskipun sebelumnya sudah pernah menerima," ujar Yumte.
Menyikapi masalah tersebut, Dinsos Mimika kini tengah memverifikasi kembali data-data KPM PKH di Mimika agar jumlah KPM yang mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah di Mimika bisa lebih banyak lagi.
Dinsos Mimika mendorong KPM yang selama ini menikmati kucuran dana PKH agar melengkapi data kependudukan mereka melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) setempat atau proaktif mendatangi kantor distrik dan kelurahan serta kampung (desa) untuk mengurus administrasi kependudukannya yang kini berbasiskan online.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Dukcapil Mimika agar warga yang tidak jelas data kependudukannya ini bisa segera memiliki NIK. Sekarang ini pembayaran dana PKH berbasiskan data kependudukan yang jelas yaitu harus punya NIK, tidak bisa lagi dibayarkan secara manual tanpa status kependudukan yang jelas," ujar Yumte.
Besaran dana PKH yang diterima setiap KPM juga berbeda-beda, tergantung beban tanggungan biaya dan kemampuan ekonomi masing-masing keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar mereka.
"Ada yang terima Rp2,5 juta, ada yang terima Rp3 juta, bahkan sampai Rp4 juta, itu semua ditentukan dari pusat, bukan kami di daerah yang menentukannya," jelas Yumte.
Dari jumlah total 9.000 KPM yang menikmati bantuan sosial PKH selama beberapa tahun terakhir di Mimika, menurut Yumte, dana yang dikucurkan Pemerintah Pusat ke Mimika untuk mendukung program tersebut bisa mencapai Rp30 miliar-Rp40 miliar per tahun.
"Kalau semua keluarga yang dianggap kurang mampu bisa mengurus data kependudukan mereka, tentu uang Rp30 juta sampai Rp40 juta itu sangat besar untuk membantu membangkitkan perekonomian masyarakat," ujarnya.
Kepala Dinsos Mimika Petrus Yumte di Timika, Selasa, mengatakan potensi kehilangan kesempatan bagi 7.000 KPM untuk menerima dana Program Keluarga Harapan (PKH) tahap III 2019 yang akan dibayarkan mulai Juli ini lantaran kini penerima dana PKH harus tervalidasi berbasis sistem online berbasiskan nomor induk kependudukan (NIK), tidak lagi menggunakan sistem manual seperti sebelumnya.
"Kami mengalami kesulitan terkait penyaluran dana PKH tahap III 2019 karena terjadi perubahan di pusat yang biasanya manual tetapi sekarang berbasis online atau PKH Elektronik/e-PKH. Akibat dari penerapan sistem yang baru itu, untuk penyaluran dana PKH tahap III 2019 ini ada sekitar 7.000 KPM yang tidak akan menerima lagi dana itu karena datanya belum tervalidasi dengan baik," jelas Yumte.
Selama ini jumlah KPM PKH di Mimika sebanyak 9.000 KPM, tersebar pada 14 distrik (kecamatan) dan empat distrik lagi belum terakomodasi menerima bantuan dari pemerintah itu.
"Kemungkinan yang bisa menerima dana PKH tahap III 2019 hanya sekitar 2.000-an KPM karena data kependudukannya sudah valid. Kalau data penduduk tidak valid, konsekuensinya tidak bisa menerima dana itu meskipun sebelumnya sudah pernah menerima," ujar Yumte.
Menyikapi masalah tersebut, Dinsos Mimika kini tengah memverifikasi kembali data-data KPM PKH di Mimika agar jumlah KPM yang mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah di Mimika bisa lebih banyak lagi.
Dinsos Mimika mendorong KPM yang selama ini menikmati kucuran dana PKH agar melengkapi data kependudukan mereka melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) setempat atau proaktif mendatangi kantor distrik dan kelurahan serta kampung (desa) untuk mengurus administrasi kependudukannya yang kini berbasiskan online.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Dukcapil Mimika agar warga yang tidak jelas data kependudukannya ini bisa segera memiliki NIK. Sekarang ini pembayaran dana PKH berbasiskan data kependudukan yang jelas yaitu harus punya NIK, tidak bisa lagi dibayarkan secara manual tanpa status kependudukan yang jelas," ujar Yumte.
Besaran dana PKH yang diterima setiap KPM juga berbeda-beda, tergantung beban tanggungan biaya dan kemampuan ekonomi masing-masing keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar mereka.
"Ada yang terima Rp2,5 juta, ada yang terima Rp3 juta, bahkan sampai Rp4 juta, itu semua ditentukan dari pusat, bukan kami di daerah yang menentukannya," jelas Yumte.
Dari jumlah total 9.000 KPM yang menikmati bantuan sosial PKH selama beberapa tahun terakhir di Mimika, menurut Yumte, dana yang dikucurkan Pemerintah Pusat ke Mimika untuk mendukung program tersebut bisa mencapai Rp30 miliar-Rp40 miliar per tahun.
"Kalau semua keluarga yang dianggap kurang mampu bisa mengurus data kependudukan mereka, tentu uang Rp30 juta sampai Rp40 juta itu sangat besar untuk membantu membangkitkan perekonomian masyarakat," ujarnya.