Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan pihaknya akan mendukung permohonan amnesti untuk Baiq Nuril Maknun kepada Presiden Joko Widodo menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan peninjauan kembali atas kasasi yang diajukan.
"Kami menghormati langkah Baiq Nuril dan tim hukum yang akan mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo," kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Yohana mengatakan Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 Ayat (2) menyatakan Presiden selaku kepala negara berwenang memberikan amnesti dan abolisi, meskipun ada proses yang harus dilalui.
Pemberian amnesti oleh Presiden tidak boleh diputuskan secara sepihak karena harus meminta pertimbangan dan mendapat persetujuan dari DPR
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sedang mengkaji pemberian amnesti bagi Baiq Nuril dengan mengumpulkan para pakar hukum.
"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus berupaya untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), agar dapat mendukung proses penegakan hukum terkait kasus ini maupun kasus pelecehan seksual lainnya ke depan," tuturnya.
Kementerian juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Nusa Tenggara Barat, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Mataram dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Universitas Mataram untuk melakukan pendampingan hukum dan pemantauan bagi Baiq Nuril.
Baiq Nuril merupakan mantan guru honorer salah satu SMA Negeri di Kota Mataram yang menjadi korban pelecehan seksual oleh mantan kepala sekolah di SMA tersebut.
Namun, dia justru dianggap telah melanggar pasal 27 ayat (1) jo. pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena terbukti menyebarkan hasil rekaman telepon yang menjadi bukti pelecehan oleh Muslim.
MA menolak permohonan kasasi Baiq Nuril karena dianggap tidak ada kekhilafan hakim dan alasan yang digunakan untuk mengajukan peninjauan kembali hanya mengulang fakta yang telah diputus.
Baiq Nuril divonis bersalah dan dijatuhi sanksi pidana penjara selama enam bulan dan denda sebanyak Rp500 juta.
"Kami menghormati langkah Baiq Nuril dan tim hukum yang akan mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo," kata Yohana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Yohana mengatakan Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 Ayat (2) menyatakan Presiden selaku kepala negara berwenang memberikan amnesti dan abolisi, meskipun ada proses yang harus dilalui.
Pemberian amnesti oleh Presiden tidak boleh diputuskan secara sepihak karena harus meminta pertimbangan dan mendapat persetujuan dari DPR
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sedang mengkaji pemberian amnesti bagi Baiq Nuril dengan mengumpulkan para pakar hukum.
"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus berupaya untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), agar dapat mendukung proses penegakan hukum terkait kasus ini maupun kasus pelecehan seksual lainnya ke depan," tuturnya.
Kementerian juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Nusa Tenggara Barat, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Mataram dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Universitas Mataram untuk melakukan pendampingan hukum dan pemantauan bagi Baiq Nuril.
Baiq Nuril merupakan mantan guru honorer salah satu SMA Negeri di Kota Mataram yang menjadi korban pelecehan seksual oleh mantan kepala sekolah di SMA tersebut.
Namun, dia justru dianggap telah melanggar pasal 27 ayat (1) jo. pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena terbukti menyebarkan hasil rekaman telepon yang menjadi bukti pelecehan oleh Muslim.
MA menolak permohonan kasasi Baiq Nuril karena dianggap tidak ada kekhilafan hakim dan alasan yang digunakan untuk mengajukan peninjauan kembali hanya mengulang fakta yang telah diputus.
Baiq Nuril divonis bersalah dan dijatuhi sanksi pidana penjara selama enam bulan dan denda sebanyak Rp500 juta.