Jakarta (ANTARA) - Ketua Bawaslu Kabupaten Maybrat Provinsi Papua Barat Samuel Way mengaku pihaknya tidak menerima salinan formulir C1 dan formulir DA1 dari Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Maybrat (termohon) yang ada pada 24 distrik se-Kabupaten Maybrat.
"Hal ini diketahui setelah adanya laporan dari saksi calon anggota DPD atas nama Sofia Maipauw, dia tidak dapat menunjukkan bukti salinan C1 dan DA1," ujar Samuel ketika memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang pembuktian perkara sengketa hasil Pileg 2019 di Ruang Sidang Panel 1 Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Jumat.
Samuel menjelaskan formulir C1 dan formulir DA1 yang seharusnya dia terima, memuat hasil pleno rekapitulasi penghitungan perolehan suara untuk calon DPD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 pada saat rekapitulasi tingkat distrik dan tingkat kabupaten.
"Atas temuan ini Bawaslu Kabupaten Maybrat meminta secara lisan agar KPU memberikan salinan C1 dan DA1 tersebut pada saat penghitungan suara ulang di tingkat kabupaten pada tanggal 2 Mei hingga 7 Mei 2019. Namun, hingga rekapitulasi tingkat kabupaten dan bahkan provinsi berakhir, KPU tidak memberikan salinan tersebut," ujar Samuel.
Keterangan Samuel diperkuat oleh keterangan Bawaslu Provinsi Papua Barat yang diwakili oleh Rionaldo Parera yang menyatakan bahwa pihaknya menemukan adanya perbedaan data formulir DB1 yang dibacakan KPU Kabupaten Maybrat dengan formulir DB1 yang diperoleh Bawaslu Kabupaten Maybat.
Karena perbedaan data tersebut, Bawaslu Papua Barat kemudian meminta untuk dilakukan pembetulan sesuai dengan formulir DB1 yang telah diberikan kepada Bawaslu Kabupaten Maybrat pada 13 Mei 2019.
Namun, saat pembacaan tersebut diwarnai protes, termasuk dari pihak Abdullah Manaray (pemohon) karena terdapat perbedaan perolehan suara dengan yang disampaikan saat pleno di tingkat Kabupaten Maybrat.
"Jadi kami memang tidak punya salinan (formulir) C1 dan (formulir) DA1 pada awal-awal itu karena memang dari Panwas kami di TPS-TPS pun tidak mendapatkan data itu," ujar Rionaldo.
Rionaldo menambahkan bahwa KPU Kabupaten Maybrat telah mengeluarkan dua formulir DB.
Data pertama dalam formulir DB dikatakan Rionaldo sudah diberikan kepada Bawaslu dalam data lunak, namun data tersebut berbeda dengan data pada formulir DB yang dibacakan di tingkat provinsi.
"Bedanya ada selisih suara, suara pas pleno yang dibacakan itu adalah (formulir) DB kedua di mana jumlah perolehan suara Abdullah Manaray berjumlah 17 suara, sedangkan perolehan suara Sanusi 9.121 suara," jelas Rionaldo.
Rionald juga menyebutkan bahwa atas pelanggaran tersebut, pihak Bawaslu Provinsi Papua Barat telah melakukan proses etik kepada KPU Kabupaten Maybrat, begitu pula terhadap laporan DPD/PPK yang pada saat ini masih dalam proses pidana untuk sekretaris dan operator KPU yang diduga telah melanggar kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu.
"Hal ini diketahui setelah adanya laporan dari saksi calon anggota DPD atas nama Sofia Maipauw, dia tidak dapat menunjukkan bukti salinan C1 dan DA1," ujar Samuel ketika memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang pembuktian perkara sengketa hasil Pileg 2019 di Ruang Sidang Panel 1 Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Jumat.
Samuel menjelaskan formulir C1 dan formulir DA1 yang seharusnya dia terima, memuat hasil pleno rekapitulasi penghitungan perolehan suara untuk calon DPD Provinsi Papua Barat Tahun 2019 pada saat rekapitulasi tingkat distrik dan tingkat kabupaten.
"Atas temuan ini Bawaslu Kabupaten Maybrat meminta secara lisan agar KPU memberikan salinan C1 dan DA1 tersebut pada saat penghitungan suara ulang di tingkat kabupaten pada tanggal 2 Mei hingga 7 Mei 2019. Namun, hingga rekapitulasi tingkat kabupaten dan bahkan provinsi berakhir, KPU tidak memberikan salinan tersebut," ujar Samuel.
Keterangan Samuel diperkuat oleh keterangan Bawaslu Provinsi Papua Barat yang diwakili oleh Rionaldo Parera yang menyatakan bahwa pihaknya menemukan adanya perbedaan data formulir DB1 yang dibacakan KPU Kabupaten Maybrat dengan formulir DB1 yang diperoleh Bawaslu Kabupaten Maybat.
Karena perbedaan data tersebut, Bawaslu Papua Barat kemudian meminta untuk dilakukan pembetulan sesuai dengan formulir DB1 yang telah diberikan kepada Bawaslu Kabupaten Maybrat pada 13 Mei 2019.
Namun, saat pembacaan tersebut diwarnai protes, termasuk dari pihak Abdullah Manaray (pemohon) karena terdapat perbedaan perolehan suara dengan yang disampaikan saat pleno di tingkat Kabupaten Maybrat.
"Jadi kami memang tidak punya salinan (formulir) C1 dan (formulir) DA1 pada awal-awal itu karena memang dari Panwas kami di TPS-TPS pun tidak mendapatkan data itu," ujar Rionaldo.
Rionaldo menambahkan bahwa KPU Kabupaten Maybrat telah mengeluarkan dua formulir DB.
Data pertama dalam formulir DB dikatakan Rionaldo sudah diberikan kepada Bawaslu dalam data lunak, namun data tersebut berbeda dengan data pada formulir DB yang dibacakan di tingkat provinsi.
"Bedanya ada selisih suara, suara pas pleno yang dibacakan itu adalah (formulir) DB kedua di mana jumlah perolehan suara Abdullah Manaray berjumlah 17 suara, sedangkan perolehan suara Sanusi 9.121 suara," jelas Rionaldo.
Rionald juga menyebutkan bahwa atas pelanggaran tersebut, pihak Bawaslu Provinsi Papua Barat telah melakukan proses etik kepada KPU Kabupaten Maybrat, begitu pula terhadap laporan DPD/PPK yang pada saat ini masih dalam proses pidana untuk sekretaris dan operator KPU yang diduga telah melanggar kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu.