Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya mengembalikan kerugian keuangan negara sekitar Rp4,58 triliun terkait kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Pada prinsipnya, KPK terus berupaya kembalikan kerugian negara Rp4,58 triliun ke negara," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Febri menyatakan jika kerugian negara tersebut bisa dikembalikan maka dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan.
"Jumlah ini sangat besar nilainya jika nanti dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sarana pendidikan, kesehatan atau pelayanan publik lainnya," ucap Febri.
Soa pengembalian kerugian negara tersebut, juga dibutuhkan dukungan dari instansi-instansi lainnya yang terkait. "Hal ini tentu butuh dukungan instansi lain yang terkait," ujar Febri.
Dalam penyidikan kasus BLBI, KPK juga telah mengirimkan surat kepada National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia perihal bantuan pencarian melalui red notice atau daftar merah terhadap tersangka Sjamsul Nursalim (SJN) dan istrinya Itjih Nursalim (ITN).
Sebelumnya, KPK juga telah mengirimkan surat kepada Kapolri terkait Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap dua tersangka tersebut.
Keduanya merupakan tersangka kasus korupsi terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Selain itu, KPK juga sedang memperdalam pertimbangan-pertimbangan hukum untuk mempersiapkan pengajuan peninjauan kembali (PK) terkait putusan atas terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Sebelumnya, Syafruddin mengajukan kasasi ke MA dan membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No 29/PID.SUS-TPK/2018/PT DKI tanggal 2 Januari 2019 yang mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No 39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST. tanggal 24 September 2018.
Majelis kasasi menilai bahwa Syafruddin melakukan perbuatan yang didakwakan tapi bukan dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
"Pada prinsipnya, KPK terus berupaya kembalikan kerugian negara Rp4,58 triliun ke negara," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Febri menyatakan jika kerugian negara tersebut bisa dikembalikan maka dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan.
"Jumlah ini sangat besar nilainya jika nanti dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sarana pendidikan, kesehatan atau pelayanan publik lainnya," ucap Febri.
Soa pengembalian kerugian negara tersebut, juga dibutuhkan dukungan dari instansi-instansi lainnya yang terkait. "Hal ini tentu butuh dukungan instansi lain yang terkait," ujar Febri.
Dalam penyidikan kasus BLBI, KPK juga telah mengirimkan surat kepada National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia perihal bantuan pencarian melalui red notice atau daftar merah terhadap tersangka Sjamsul Nursalim (SJN) dan istrinya Itjih Nursalim (ITN).
Sebelumnya, KPK juga telah mengirimkan surat kepada Kapolri terkait Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap dua tersangka tersebut.
Keduanya merupakan tersangka kasus korupsi terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Selain itu, KPK juga sedang memperdalam pertimbangan-pertimbangan hukum untuk mempersiapkan pengajuan peninjauan kembali (PK) terkait putusan atas terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Sebelumnya, Syafruddin mengajukan kasasi ke MA dan membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No 29/PID.SUS-TPK/2018/PT DKI tanggal 2 Januari 2019 yang mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No 39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST. tanggal 24 September 2018.
Majelis kasasi menilai bahwa Syafruddin melakukan perbuatan yang didakwakan tapi bukan dikategorikan sebagai perbuatan pidana.