Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 53 persen dari total 1.498.344 guru bukan pegawai negeri sipil hingga 18 Desember 2019 belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Jumlah guru yang sudah memiliki NUPTK sebanyak 708.963 orang atau 47 persen dari total 1.498.344 guru yang bukan PNS," kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ade Erlangga Masdiana di Jakarta, Kamis.
Menurut kebijakan Merdeka Belajar Epidose III mengenai perubahan mekanisme pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maksimum 50 persen dana BOS diperkenankan digunakan untuk membayar gaji guru honorer dan hanya guru honorer yang sudah memiliki NUPTK per 31 Desember 2019 yang bisa digaji menggunakan dana BOS.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim mengemukakan bahwa kebijakan itu akan melahirkan masalah baru di sekolah.
"Adanya aturan 50 persen BOS untuk honorer, ini akan membuat pemerintah daerah menganggap urusan honorer sudah ditangani oleh pemerintah pusat lewat dana BOS. Maka itu kemungkinan besar mayoritas pemerintah daerah akan berlepas tangan terhadap pendapatan guru honorer," katanya.
"Kami khawatir nanti kepala sekolah dengan segala kreativitasnya akan menjadikan pendidikan kita menjadi tidak mendidik. Sekolah kita menjadi ladang kebohongan serta kepura-puraan dan kepala kepala sekolah kita dipaksa untuk melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak pantas dalam dunia pendidikan yakni memperkerjakan guru honorer yang tidak memiliki NUPTK, namun mengatasnamakan guru dengan NUPTK," ia menambahkan.
"Jumlah guru yang sudah memiliki NUPTK sebanyak 708.963 orang atau 47 persen dari total 1.498.344 guru yang bukan PNS," kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ade Erlangga Masdiana di Jakarta, Kamis.
Menurut kebijakan Merdeka Belajar Epidose III mengenai perubahan mekanisme pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maksimum 50 persen dana BOS diperkenankan digunakan untuk membayar gaji guru honorer dan hanya guru honorer yang sudah memiliki NUPTK per 31 Desember 2019 yang bisa digaji menggunakan dana BOS.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim mengemukakan bahwa kebijakan itu akan melahirkan masalah baru di sekolah.
"Adanya aturan 50 persen BOS untuk honorer, ini akan membuat pemerintah daerah menganggap urusan honorer sudah ditangani oleh pemerintah pusat lewat dana BOS. Maka itu kemungkinan besar mayoritas pemerintah daerah akan berlepas tangan terhadap pendapatan guru honorer," katanya.
"Kami khawatir nanti kepala sekolah dengan segala kreativitasnya akan menjadikan pendidikan kita menjadi tidak mendidik. Sekolah kita menjadi ladang kebohongan serta kepura-puraan dan kepala kepala sekolah kita dipaksa untuk melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak pantas dalam dunia pendidikan yakni memperkerjakan guru honorer yang tidak memiliki NUPTK, namun mengatasnamakan guru dengan NUPTK," ia menambahkan.