Jakarta (ANTARA) - Orang Rimba yang berdiam di bagian pinggir kawasan hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi melakukan “Besesandingon” guna menghindari tertular COVID-19.
Dalam sebulan terakhir Orang Rimba yang biasanya hidup di pinggiran hutan di Jambi melakukan antisipasi dengan masuk kembali ke tengah hutan. Mereka menyebutnya "Besesandingon", yaitu mengasingkan diri dari orang yang sakit atau yang diduga mengidap penyakit.
"Orang rimba masih memegang tradisi yang merupakan kearifan leluhur, termasuk budaya menyendiri di dalam hutan, yang saat ini ternyata dapat dianalogikan dengan istilah WFH, social distancing atau physical distancing," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno menerangkan analogi work from home (WFH) dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Kamis.
Di Indonesia, kata Wiratno, terdapat kekayaan berupa ribuan praktik tradisional yang selaras dengan alam. Misalnya yang dijalankan oleh Suku Mentawai yang tidak pernah menggunakan api untuk penyiapan lahan garapnya.
Ada juga Suku Dayak yang memiliki sistem siklus bera berhutan dari sistem ladangnya. Di wilayah Maluku dan Papua ada sistem sasi, yaitu mengistirahatkan pengambilan sumberdaya laut dalam jangka tertentu.
Nilai-nilai adat budaya seperti itu yang menjadi fondasi dalam konservasi di era modern.
"Momentum pandemi COVID-19 ini, seperti sebuah momentum kita untuk lebih arif dalam kehidupan di bumi, yang ternyata memerlukan istirahat dari gegap gempitanya kegiatan manusia yang seolah-olah tanpa henti. Dari Orang Rimba, kita belajar kembali kepada alam, dan mengikuti hukum-hukum Nya," ujar dia.
Terkait pelaksanaan “Besesandingon”, Kepala Balai TNBD Haidir mengatakan kebiasaan ini sudah mereka lakukan secara turun temurun, dan merupakan salah satu kearifan lokal Orang Rimba. Hal ini mereka lakukan untuk menjauhi keramaian, agar tidak terkena wabah penyakit.
Sebagai contoh, bila ada anggota keluarga yang baru pulang dari luar hutan yang jaraknya jauh, tidak akan langsung tinggal di rumahnya, akan tetapi membuat sudung atau rumah tenda sendiri yang jaraknya paling dekat 200 meter dari rumah keluarganya, dengan tujuan jika membawa penyakit dari luar, tidak akan menulari yang lain. Minimal satu minggu tidak sakit, berarti bisa satu rumah kembali dengan keluarganya
“Budaya mitigasi yang melekat pada suku anak dalam, itu yang mereka sebut ‘Besesandingon’. Kearifan lokal ini, menjadi hal yang sangat relevan dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini,” kata Haidir.