Los Angeles (ANTARA) - Sebanyak 4,1 persen orang dewasa teruji positif memiliki antibodi terhadap virus corona dalam sebuah studi terhadap penduduk di Los Angeles County, pejabat kesehatan mengatakan pada Senin.

Fakta itu mengisyaratkan tingkat infeksi mungkin 40 kali lebih tinggi daripada jumlah kasus yang terkonfirmasi.

Tes-tes serologi ( studi ilmiah mengenai serum darah), yang dilakukan para peneliti Universitas California Selatan (USC) terhadap 863 orang, menunjukkan tingkat kematian akibat pandemi itu dapat lebih rendah dari yang dipikirkan sebelumnya tapi juga bahwa penyakit pernapasan itu mungkin sedang menyebar lebih luas lewat orang-orang yang terinfeksi tapi tak menunjukkan gejala.

"Kami belum tahu tingkat sebenarnya infeksi COVID-19 pada komunitas kami sebab kami hanya menguji orang-orang yang menunjukkan gejala dan ketersediaan tes yang terbatas," kata Neeraj Sood, profesor kebijakan masyarakat di USC yang memimpin penelitian itu.

"Perkiraan itu juga mengisyaratkan bahwa kami mungkin harus merumuskan kembali model-model prediksi penyakit dan memikirkan ulang strategi-strategi kesehatan," kata Sood.

Sedikitnya 17 korban meninggal lagi di Los Angeles County pada Senin, menjadikan total 600 kematian, dengan lebih dari 12.300 kasus positif, menurut hitungan Reuters.Wilayah itu dihuni sekitar 8 juta orang.

Hasil penelitian Los Angeles County itu diumumkan saat tes antibodi mengalami penyelidikan yang meningkat atas tingginya jumlah pasien positif yang semu yang dilaporkan lewat alat ui corona.

Studi serupa yang dilakukan di Santa Clara County pekan lalu oleh peneliti Universitas Stanford telah dikritik karena metodologi dan ukuran sampelnya.

Gubernur New York Andrew Cuomo pada Minggu mengatakan para petugas kesehatan di wilayah itu akan mulai melakukan uji antibodi berskala negara bagian terhadap 3.000 orang pada Senin.

Uji antibodi, menggunakan teknologi ELISA yang sudah digunakan puluhan tahun, tak selalu memeriksa infeksi tahap awal tapi menunjukkan apakah seseorang mengidap virus itu di masa lalu, bahkan seandainya orang itu tak menunjukkan gejala.

Sebagai perbandingan, apa yang disebut uji "swab" dengan teknologi RT-PCR yang digunakan di stasiun-stasiun "drive-through" dan klinik-klinik seluruh negeri menentukan apakah seseorang mengidap virus pada saat mencari virus itu dalam lendir hidung dan tenggorokan.Kedua tes itu dipandang penting dalam perang melawan corona, tapi tes antibodi dipandang sebagai cara yang relatif murah dan cepat untuk memilah penduduk ke dalam kelompok-kelompok berisiko dan mengukur penyebaran virus.

Menurut beberapa ahli penyakit menular, masalahnya tetap tak terjawab yakni seberapa lama tingkat kekebalan corona berakhir dan apakah orang-orang yang memiliki antibodi masih dapat terinfeksi.

Reuters
 

Pewarta : Mulyo Sunyoto
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024