Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengharapkan obat herbal antiviral COVID-19 berbahan daun ketepeng badak (Cassia alata) dan daun benalu (Dendrophtoe sp) bisa langsung masuk tahap uji klinis pada manusia.
"Kita memang mau mengakselerasi supaya pengujiannya dapat langsung di manusia yaitu uji klinis untuk melihat apakah memang obat herbal kita ini aktif dan bisa sebagai antiviral," kata peneliti bidang farmasi kimia LIPI Marissa Angelina kepada ANTARA, Jakarta, Rabu malam.
LIPI juga sudah selesai memformulasi obat herbal tersebut dalam bentuk sediaan tablet sehingga bisa langsung diminum oleh pasien.
Marissa menuturkan dalam penelitian dan pengembangan obat memang memiliki serangkai tahapan yang membutuhkan jangka waktu yang sangat lama sementara dalam kondisi darurat akibat pandemi baru yakni COVID-19, itu merupakan suatu tantangan, dan saat ini diperhadapkan pada kebutuhan darurat untuk segera bisa diperoleh obat yang bisa membantu pengobatan pasien COVID-19.
Atas dasar pengujian in silico, di dalam daun ketepeng dan benalu ditemukan senyawa aktif yang bisa menghambat pertumbuhan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Obat berbahan tanaman itu juga sudah lolos uji keamanan pada hewan. Hanya saja belum masuk uji praklinis pada hewan model yang terinfeksi virus SARS-CoV-2. Dalam prosedur umumnya, obat itu harus melalui uji praklinis, baru bisa dilanjutkan ke tahapan uji klinis.
Hambatan utama untuk uji praklinis di Indonesia adalah harus ada kultur virus SARS-CoV-2 karena virus itu yang akan diinduksikan ke hewan sehingga hewan itu menjadi hewan model yakni hewan yang menderita penyakit COVID-19. Sementara, belum ada yang bisa melakukan kultur virus itu di Indonesia. Karena keterbatasan ini, maka uji praklinis belum bisa dilakukan di Tanah Air.
Sementara di negara lain seperti China, ada obat tradisionalnya langsung bisa masuk ke tahap uji klinis untuk mengetahui efektivitas obat, dan obat itu tentunya sudah lolos uji keamanan.
Untuk itu, Marissa berharap obat herbal berbahan daun ketepeng dan benalu itu bisa langsung masuk ke tahap uji klinis tanpa melalui uji praklinis. Saat ini, pihaknya sedang berdiskusi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk bisa masuk ke tahapan uji klinis. LIPI juga sedang melakukan penjajakan dan berdiskusi untuk kerja sama pengembangan obat herbal itu.
"Sampai saat ini kita baru proses persiapan dokumen penelitian, kita juga masih berdiskusi dulu dengan BPOM terutama kalau uji klinis sekarang diarahkannya ke Wisma Atlet itu," tuturnya.
"Kita memang mau mengakselerasi supaya pengujiannya dapat langsung di manusia yaitu uji klinis untuk melihat apakah memang obat herbal kita ini aktif dan bisa sebagai antiviral," kata peneliti bidang farmasi kimia LIPI Marissa Angelina kepada ANTARA, Jakarta, Rabu malam.
LIPI juga sudah selesai memformulasi obat herbal tersebut dalam bentuk sediaan tablet sehingga bisa langsung diminum oleh pasien.
Marissa menuturkan dalam penelitian dan pengembangan obat memang memiliki serangkai tahapan yang membutuhkan jangka waktu yang sangat lama sementara dalam kondisi darurat akibat pandemi baru yakni COVID-19, itu merupakan suatu tantangan, dan saat ini diperhadapkan pada kebutuhan darurat untuk segera bisa diperoleh obat yang bisa membantu pengobatan pasien COVID-19.
Atas dasar pengujian in silico, di dalam daun ketepeng dan benalu ditemukan senyawa aktif yang bisa menghambat pertumbuhan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Obat berbahan tanaman itu juga sudah lolos uji keamanan pada hewan. Hanya saja belum masuk uji praklinis pada hewan model yang terinfeksi virus SARS-CoV-2. Dalam prosedur umumnya, obat itu harus melalui uji praklinis, baru bisa dilanjutkan ke tahapan uji klinis.
Hambatan utama untuk uji praklinis di Indonesia adalah harus ada kultur virus SARS-CoV-2 karena virus itu yang akan diinduksikan ke hewan sehingga hewan itu menjadi hewan model yakni hewan yang menderita penyakit COVID-19. Sementara, belum ada yang bisa melakukan kultur virus itu di Indonesia. Karena keterbatasan ini, maka uji praklinis belum bisa dilakukan di Tanah Air.
Sementara di negara lain seperti China, ada obat tradisionalnya langsung bisa masuk ke tahap uji klinis untuk mengetahui efektivitas obat, dan obat itu tentunya sudah lolos uji keamanan.
Untuk itu, Marissa berharap obat herbal berbahan daun ketepeng dan benalu itu bisa langsung masuk ke tahap uji klinis tanpa melalui uji praklinis. Saat ini, pihaknya sedang berdiskusi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk bisa masuk ke tahapan uji klinis. LIPI juga sedang melakukan penjajakan dan berdiskusi untuk kerja sama pengembangan obat herbal itu.
"Sampai saat ini kita baru proses persiapan dokumen penelitian, kita juga masih berdiskusi dulu dengan BPOM terutama kalau uji klinis sekarang diarahkannya ke Wisma Atlet itu," tuturnya.