Jakarta (ANTARA) - Sudah 18 tahun berlalu sejak Indonesia untuk terakhir kalinya mendekap trofi Piala Thomas, setelah mengalahkan Malaysia 3-2 pada laga final di Guangzhou, China.

Kemenangan tersebut semakin memantapkan posisi Indonesia sebagai negara tersukses di Piala Thomas, dengan koleksi 13 gelar, unggul dari pesaing terdekat, China dengan torehan 10 titel.

Bahkan, tim Merah Putih juga mampu mencatatkan sejarah baru dalam pergelaran kejuaraan beregu putra itu, di mana Indonesia berhasil menang lima kali beruntun sejak 1994.

Sayang, catatan mentereng tersebut harus berakhir setelah China memutus rangkaian kemenangan beruntun mereka pada lima pergelaran berikutnya.

Penyelenggaraan Piala Thomas pada 2020 menjadi yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana untuk pertama kalinya dan satu-satunya memakai sistem lima set (sekarang gim) dengan tujuh poin.

Pada saat itu juga, Piala Thomas hanya melibatkan delapan negara pada putaran final. Dua tahun kemudian, jumlah peserta bertambah menjadi 12, lalu pada 2014 hingga sekarang meningkat lagi menjadi 16 negara.

Pada 2002, tim Thomas Indonesia mengandalkan Marleve Mainaky, Candra Wijaya/Sigit Budiarto, Taufik Hidayat, Halim Haryanto/Tri Kusharyanto, serta Hendrawan.

Perjalanan tim Indonesia dimulai setelah memenangi tiga laga di babak penyisihan grup melawan Thailand (5-0), Malaysia (4-1), dan Jerman (5-0).

Pasukan Merah Putih lolos ke final setelah menang telak 3-0 atas Denmark, sedangkan Malaysia berhasil menundukkan China 3-1.

Pada partai final, Indonesia harus rela menelan kekalahan terlebih dahulu usai pemain tunggal putra Marleve Mainaky gagal menyumbangkan poin karena kalah 5-7, 5-7, 1-7 atas Wong Choong Hann.

Beruntung, pasangan ganda Candra Wijaya/Sigit Budiarto berhasil menyeimbangkan kedudukan dengan memenangi laga kontra Chan Chong Ming/Chew Choon Eng tiga set langsung 7-3, 7-4, 7-2.

Sayangnya, kegemilangan tersebut tak mampu diikuti Taufik Hidayat yang takluk meladeni Lee Tsuen Seng 7-1, 5-7, 2-7, 7-2, 3-7 sehingga Indonesia pun gagal memperlebar kedudukan.

Halim Haryanto/Tri Kusharyanto membayar kepercayaan tim Thomas Indonesia dengan memenangi laga kontra Choong Tan Fook/Lee Wan Wah 8-7, 7-8, 7-1, 7-3. Atas hasil tersebut, Indonesia dan Malaysia pun harus berbagi poin 2-2.

Alhasil, laga final harus berlanjut hingga partai kelima untuk menentukan pemenangnya.

Hendrawan yang bermain di partai penentu memikul beban berat sebab ia harus memenangi laga kontra Roslin Hashim demi mempertahankan gelar Piala Thomas. Bagusnya, ia berhasil melepaskan diri dari tekanan dan menunaikan tugasnya dengan tuntas untuk menyegel kemenangan setelah melalui pertarungan tiga set dengan skor akhir 8-7, 7-2, 7-1. Pebulu tangkis tunggal Indonesia Hendrawan diarak oleh rekan-rekan satu timnya setelah memenangi laga penentu kontra pemain Malaysia Roslin Hashim untuk menyegel gelar juara Piala Thomas yang berlangsung di Guangzhou, China (19/5/2002). Kemenangan 3-2 atas Malaysia semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara tersukses di kejuaraan beregu putra itu dengan koleksi 13 gelar. (ANTARA/AFP/GOH Chai Hin)

Setelah mencatat kemenangan lima kali beruntun, prestasi tim bulu tangkis Indonesia pada kejuaraan beregu putra itu malah menurun drastis. Belum pernah lagi mereka membawa Piala Thomas ke pangkuan Ibu Pertiwi. Mereka belepotan untuk mempertahankan gelar juara pada pergelaran-pergelaran berikutnya.

Jangankan mempertahankan gelar, mencapai final pun tidak. Itu terjadi pada tiga penyelenggaraan berturut-turut (2004, 2006, dan 2008) saat Indonesia hanya mampu sampai perempat final. Bahkan, dua di antaranya terjadi di hadapan publik sendiri.

Pada 2004 saat Indonesia menjadi tuan rumah, pasukan Merah Putih justru gagal menunjukkan taringnya secara penuh. Dengan skuat yang sebagian besar diisi oleh pemain muda, Indonesia gagal mencapai final setelah dijegal Denmark 2-3 di babak semifinal.

Kejadian serupa terulang pada penyelenggaraan Piala Thomas 2008, ketika Merah Putih dipermalukan 0-3 oleh Korea Selatan di Istora Senayan Jakarta.

Pencapaian terbaik mereka hanya menjadi runner up pada pergelaran 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia dan 2016 di Kunshan, China.

Catatan terburuk terjadi pada Piala Thomas 2012 di Wuhan, China. Untuk pertama kalinya, Indonesia tersingkir di perempat final usai kalah 2-3 oleh Jepang.

Tugas lunasi status juara

Tim bulu tangkis Indonesia bertekad untuk melunasi status juara dalam gelaran kejuaraan beregu Piala Thomas 2020 yang rencananya digelar 3-11 Oktober di Arrhus, Denmark.

Datang sebagai tim unggulan pertama, mengungguli Jepang di tempat kedua, serta China dan Denmark di unggulan 3/4, Indonesia optimistis bisa mengakhiri dahaga gelar juara Piala Thomas.

"Untuk tim putra ini ada peluang besar karena ini kebetulan (pebulu tangkis putra) menduduki rangking yang tinggi baik tunggal maupun ganda. Jadi bisa ada kesempatan untuk memboyong Piala Thomas ke Indonesia," kata Sekretaris Jenderal PBSI Achmad Budiharto, Februari lalu.

Namun untuk melunasi status favorit juara, tim Merah Putih dihadapkan dengan setumpuk tantangan untuk mempersiapkan diri dengan sisa waktu sekitar lima bulan.

Pasalnya, waktu lima bulan tersebut terlalu sulit untuk bisa dimanfaat penuh untuk persiapan mengingat program latihan turut terdampak kondisi pandemi COVID-19 yang masih mengancam.

Kondisi tersebut juga turut berdampak pada beberapa kejuaraan yang seharusnya diikuti oleh tim bulu tangkis Indonesia sebagai ajang pemanasan, mengingat seluruh turnamen sudah ditunda maupun dibatalkan setidaknya hingga Juni.

"Bicara peluang, ya kita ada. Tapi kembali bagaimana dengan persiapan sendiri. Mudah-mudahan kita bisa benar-benar memanfaatkan sisa waktu ke depan," ujar Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI Susi Susanti.

Menilik daftar unggulan Piala Thomas 2020 serta komposisi tim putra Indonesia dengan dua ganda terbaiknya, Merah Putih bisa saja mengakhiri paceklik gelar yang sudah dirasakannya selama 18 tahun di Denmark nanti.

Pewarta : Shofi Ayudiana
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024