Timika (ANTARA) - Semenjak wabah COVID-19 melanda Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, pada akhir Maret 2020, terdapat satu sosok sentral yang berperan langsung dalam upaya pengendalian pandemi virus corona jenis baru itu.

Sosok dimaksud yaitu Reynold Ubra yang dipercayakan menjadi Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Pengendalian (TGTPP) COVID-19 Kabupaten Mimika.

Saban hari, wajah Reynold selalu menghiasi halaman media cetak lokal di Timika maupun media online guna menyampaikan data terbaru perkembangan kasus COVID-19 di Mimika yang kini menjadi daerah dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di Provinsi Papua setelah Kota Jayapura.

Reynold bukanlah orang baru di bidang penanganan penyakit menular di Mimika.

Pria kelahiran Fakfak 1 Agustus 1974 yang kini menjabat Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Mimika itu bertahun-tahun, sebelumnya bergelut dalam penanggulangan masalah HIV-IDS di Mimika.

Ia cukup lama mengemban tugas sebagai Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Mimika sejak lembaga itu dibentuk pada era 2000-an hingga sekitar tahun 2016.

"Saya bersyukur dalam hidup saya bisa menghadapi dua wabah sekaligus yaitu HIV-AIDS dan sekarang ini COVID-19. Ada banyak hal yang saya pelajari dari penanganan pandemi COVID-19 ini, terutama bagaimana membangun kerja sama tim," kata Reynold.

Dengan tugasnya yang merangkap sebagai Plt Kepala Dinkes dan Jubir TGTPP COVID-19 Mimika menuntut Reynold untuk terjun langsung ke lapangan guna mengoordinir para petugas yang akan melakukan tracing kontak, petugas yang melakukan pemeriksaan cepat anti bodi (rapid test) massal kepada warga di jalan-jalan utama di Kota Timika, di sejumlah pasar tradisional maupun terutama kepada orang-orang yang dikenakan status sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Orang Tanpa Gejala (OTG).


Berisiko tinggi

Merasa dirinya berisiko tinggi dan sangat rentan terinfeksi COVID-19 lantaran hampir setiap hari berhadapan dengan petugas yang menangani langsung para pasien COVID-19, Reynold mengaku sudah enam kali melakukan pemeriksaan cepat anti (rapid test) dan sekali melakukan usap tenggorokan (swab test).

"Sampai hari ini saya masih sehat-sehat saja," katanya.

Reynold yang menyelesaikan pendidikan pada bidang Field Epidemology Training Program di Universitas Indonesia tahun 2012 itu menyebut meskipun angka kumulatif COVID-19 di Mimika sangat tinggi, dimana saat ini mencapai 335 kasus, namun sesungguhnya wabah itu sudah bisa dikendalikan.

Untuk diketahui, dari 335 kasus kumulatif COVID-19 di Mimika, jumlah pasien sembuh terus meningkat dimana saat ini sudah 181 pasien sudah dinyatakan sembuh, sementara enam pasien meninggal dunia.

Adapun 148 pasien lainnya kini masih menjalani perawatan dan isolasi pada tiga rumah sakit yaitu di RSUD Mimika sebanyak 95 pasien, RS Tembagapura sebanyak 52 pasien dan RS Mitra Masyarakat Timika satu pasien.

"COVID-19 harus bisa kita kendalikan. Sampai hari ini sudah bisa kami kendalikan sepenuhnya. Artinya kita sudah tahu polanya. Angka kesembuhan terus meningkat dimana saat ini mencapai 54 persen dari total kasus, sementara jumlah pasien yang meninggal di Mimika hanya sekitar 2 persen," katanya.

Reynold mengapresiasi langkah tegas Pemkab Mimika yang sejak awal langsung membentuk TGPP COVID-19 di saat wabah itu mulai menyeruak di beberapa tempat Indonesia, terutama di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi sejak pertengahan Maret.

TGPP COVID-19 Kabupaten Mimika dibentuk sejak 14 Maret 2020 dan pada 29 Maret Mimika mengumumkan terdapat dua pasien terkonfirmasi positif terinfeksi COVID-19.

Melalui pembentukan TGPP COVID-19 maka seluruh unsur dan pemangku kepentingan di Mimika dilibatkan secara aktif dalam upaya menanggulangi wabah pandemi global tersebut.

Peran, tugas dan tanggung jawab TGPP COVID-19, katanya, tidak hanya menyelesaikan unsur akibat tetapi juga unsur sebab terjadinya wabah COVID-19.

"Semua hal itu harus diselesaikan secara komprehensif, tidak saja upaya mitigasi melalui pengobatan dan perawatan pasien di rumah-rumah sakit supaya tidak banyak yang meninggal dunia, tetapi juga soal membatu ekonomi masyarakat terdampak sehingga perlu ada kebijakan relaksasi," katanya.

 Sementara upaya membatasi aktivitas pelaku perjalanan melalui kebijakan Pembatasan Sosial Diperketat dan Diperluas (PSDD) maupun Pra New Normal juga sangat penting untuk kita dapat mengendalikan kasus ini di Mimika," katanya.

Bekerja 20 jam

Reynold tidak memungkiri kenyataan bahwa dalam waktu lebih dari tiga bulan terakhir seluruh waktunya tersita untuk tugas berat menanggulangi wabah COVID-19 di Mimika.

"Dalam sehari rata-rata saya bekerja bisa sampai 20 jam. Saya baru pulang dari Posko Kesehatan sekitar pukul 23.00 WIT. Sampai di rumah, saya masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan terutama merencanakan kegiatan di esok hari. Setiap pagi saya harus bangun jam 5 subuh untuk persiapan tugas-tugas selanjutnya baru saya ke kantor," ujarnya.

Meski begitu, Reynold mengaku menikmati pekerjaannya.

"Yah, saya selalu mengucap syukur untuk semua hal yang saya alami. Kapan lagi kami bisa belajar mengatasi keadaan seperti ini. Kami bisa kuat karena banyak orang memberikan dukungan. Dalam kondisi wabah seperti ini dukungan doa dari seluruh masyarakat Mimika sangat diperlukan agar kami tim kesehatan bisa tetap bertahan," harapnya.

Reynold berkomitmen untuk tidak akan menerima sepeserpun dari pekerjaannya saat ini dalam menangani wabah COVID-19.

Sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), Reynold mengaku siap mengemban apapun tugas dan amanah yang dipercayakan pimpinan.

"Tuhan menempatkan saya dalam tugas dan tanggung jawab sekarang ini melalui Bupati dan Wakil Bupati Mimika, saya pikir itu merupakan kehendak Tuhan.
Saya harus loyal kepada pimpinan. Apapun yang ditugaskan kepada saya, itu merupakan suara Tuhan. Dalam hidup, ukuran saya bukan materi. Setiap hari saya bisa bangun pagi dan bernafas dan diberikan kesehatan, itu sudah merupakan anugerah luar biasa," kata ayah dari empat putra dan putri itu.

Dari pengalamannya terlibat aktif dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS, Reynold pernah mengikuti studi di Colombo, Sri Lanka.

Ia juga pernah mengikuti studi di University of Melbourne, Alice Spring dan Darwin Australia.

Pada 2018, Reynold berkesempatan menghadiri kegiatan konferensi international AIDS-HIV di Amsterdam Belanda dengan biaya dari Pemprov Papua.*
 

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024