Jakarta (ANTARA) - Relawan medis Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet dr Falla Adinda mengajak masyarakat untuk menjadikan penapisan atau skrining sebagai gaya hidup.

"Dipakai maskernya, jaga jarak, dan jadikan skrining sebagai gaya hidup," ujar Falla dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Jakarta, Sabtu.

Dia menambahkan saat mulai menjadi relawan di Wisma Atlet pada Maret lalu, alat diagnostik COVID-19 menggunakan rapid test. Saat itu, lanjut dia, kondisi penanganan COVID-19 Indonesia belum terbangun secara mumpuni dan kemampuan tes usap juga terbatas.

"Sehingga rapid test dianggap sebagai alat tes yang efisien, cepat dan murah. Sehingga kita menggunakan rapid test sebagai alat penapisan maupun diagnostik. Itu dianggap cukup efektif hingga hari ini," tambah dia.

Falla menambahkan rapid test dengan segala keterbatasannya cukup berguna untuk dijadikan alat penapisan dan diagnostik hingga saat ini.

Meski demikian, Falla meminta masyarakat tidak menggampangkan jika hasil rapid test negatif, dan kemudian melupakan protokol kesehatan. Protokol kesehatan harus tetap diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

"Jika hasil rapid test-nya negatif, maka bisa diulangi lima hingga tujuh hari lagi. Mungkin saja saat dites, antibodi belum terbentuk," kata dia.

Sedangkan jika hasil rapid tersebut positif, maka individu tersebut harus menjalani tes usap atau swab dan harus menjalani karantina diri.

"Jadikan penapisan sebagai gaya hidup. Era normal baru artinya kita mendapatkan lampu setengah hijau dan setengah kuning, dan kita harus yakin ke luar rumah sebagai manusia yang sehat dan bagaimana membuktikannya yakni dengan membawa hasil rapid test atau swab," imbuh dia.***3****




 

Pewarta : Indriani
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024