Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI dari fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan menilai kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) akan lebih leluasa dengan berada di bawah perintah langsung Presiden.
Diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kemenko Polhukam yang telah diundangkan pada 3 Juli 2020, BIN tidak lagi termasuk di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, melainkan langsung di bawah Presiden.
"Perpres ini membuat BIN lebih mudah dan leluasa dalam melakukan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan operasional bidang intelijen, dengan atau tanpa ada keharusan berkoordinasi dengan kelembagaan lain," ujar Syarif dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.Mingg
Menurut dia, tugas keintelijenan yang diemban BIN banyak berhubungan dengan tugas rahasia negara, sehingga sudah sangat tepat apabila hal tersebut hanya diketahui langsung oleh Presiden, guna menutup kemungkinan kebocoran informasi.
"BIN secara filosofis dan fungsi memang bertindak sebagai lembaga klien tunggal. BIN memang seharusnya hanya melapor kepada klien tunggal yakni Kepala Negara atau Presiden RI," tutur Syarief.
Apalagi, kata dia, berdasarkan Perpres Nomor 34 Tahun 2010 tentang Badan Intelijen Negara, disebutkan bahwa BIN adalah lembaga Pemerintah non-kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Syarif mengatakan, sejumlah negara juga menerapkan kebijakan yang sama untuk badan intelijen mereka, seperti Central of Intelegence Agency (CIA) yang bertanggung jawab kepada Presiden AS, Joint Intellegence Committee (JIC) di bawah Perdana Menteri Inggris, dan Intelijen SVR di bawah Presiden Rusia.
Lebih lanjut, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga menilai bahwa meskipun tidak lagi di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, BIN tetap bisa berkoordinasi dengan lembaga lain, walau hal itu tidak lagi menjadi keharusan.
"Kalau pun berkoordinasi, itu hanya didasarkan pada perintah dan arahan Presiden RI," ucap Syarief.
Diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kemenko Polhukam yang telah diundangkan pada 3 Juli 2020, BIN tidak lagi termasuk di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, melainkan langsung di bawah Presiden.
"Perpres ini membuat BIN lebih mudah dan leluasa dalam melakukan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan operasional bidang intelijen, dengan atau tanpa ada keharusan berkoordinasi dengan kelembagaan lain," ujar Syarif dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.Mingg
Menurut dia, tugas keintelijenan yang diemban BIN banyak berhubungan dengan tugas rahasia negara, sehingga sudah sangat tepat apabila hal tersebut hanya diketahui langsung oleh Presiden, guna menutup kemungkinan kebocoran informasi.
"BIN secara filosofis dan fungsi memang bertindak sebagai lembaga klien tunggal. BIN memang seharusnya hanya melapor kepada klien tunggal yakni Kepala Negara atau Presiden RI," tutur Syarief.
Apalagi, kata dia, berdasarkan Perpres Nomor 34 Tahun 2010 tentang Badan Intelijen Negara, disebutkan bahwa BIN adalah lembaga Pemerintah non-kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Syarif mengatakan, sejumlah negara juga menerapkan kebijakan yang sama untuk badan intelijen mereka, seperti Central of Intelegence Agency (CIA) yang bertanggung jawab kepada Presiden AS, Joint Intellegence Committee (JIC) di bawah Perdana Menteri Inggris, dan Intelijen SVR di bawah Presiden Rusia.
Lebih lanjut, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga menilai bahwa meskipun tidak lagi di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, BIN tetap bisa berkoordinasi dengan lembaga lain, walau hal itu tidak lagi menjadi keharusan.
"Kalau pun berkoordinasi, itu hanya didasarkan pada perintah dan arahan Presiden RI," ucap Syarief.