Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan alasan mengapa pemerintah memberikan Tanda kehormatan Bintang Mahaputera Nararya kepada pimpinan DPR periode 2014-2019, Fachri Hamzah dan Fadli Zon, padahal keduanya sering kali mengkritisi kebijakan pemerintah.

Mahfud dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Kamis, mengatakan, sejak adanya UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, pimpinan lembaga negara selalu diusulkan untuk mendapatkan penghargaan itu.

Tradisi tersebut berlangsung sejak 2010, di mana ketika pejabat suatu lembaga negara habis masa jabatannya dan diusulkan oleh lembaganya untuk menerima tanda jasa atau tanda kehormatan.

"Sejak 2010 itu, dalam melakukan pertimbangannya pemerintah menggunakan ukuran jabatan yang bersangkutan. Selama tidak ada masalah hukum, Dewan Gelar dan Tanda Jasa akan memanggil pihak yang mengusulkan untuk kemudian mempresentasikan profil calon penerimanya satu per satu," papar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Menurut dia, semua mantan ketua dan wakil ketua lembaga negara akan mendapatkan tanda jasa selama yang bersangkutan tidak ada masalah hukum.

"Namun, kemudian ada yang mendapat masalah hukum sesudah mendapat (penghargaan), itu lain soal. Karena syaratnya itu pada saat diusulkan dan disetujui itu tidak ada masalah hukum," kata Mahfud.

Dia pun mengaku memang tidak ada keharusan bagi pemerintah untuk memberikan bintang penghargaan terhadap pimpinan lembaga negara.

Namun, dalam peraturan perundang-undangan, suatu lembaga negara bisa mengusulkan nama penerima bintang tersebut.

"Sesudah dibaca memang tidak ada keharusan (memberikan). Tapi, di dalam pasal 30 undang-undang (UU) tersebut menyatakan, penerima bintang jasa itu diusulkan oleh lembaga negara. Ketika lembaga negara mengusulkan, ya kita cari syarat-syaratnya, ada syarat umum, ada syarat khusus," katanya.

Dia pun mencontohkan, ketika Fachri Hamzah dan Fadli Zon diusulkan untuk mendapat bintang tersebut, maka akan diseleksi.

"Ketika sudah memenuhi syarat, maka tidak boleh ditolak karena alasan subjektif, seperti menolak usulan penerima bintang karena orang tersebut merupakan orang yang kritis dan antipemerintah. Kan tidak boleh orang kritis lalu haknya tidak diberikan kalau orang lain dalam posisi yang sama sudah mendapat," ucap Mahfud.

Dalam kesempatan itu, Mahfud menyebutkan, tidak ada keuntungan material yang didapat kepada penerima bintang tanda jasa.

"Benefit diberikan tidak banyak, itu kan penghargaan negara, tidak ada yang sifatnya material," ujarnya.

Menurut Mahfud, salah satu keuntungan didapatkan penerima bintang tanda jasa oleh negara adalah dapat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP).

"Kalau peraih bintang ini, dia berhak nanti dikuburkan kalau keluarganya mau dimakamkan di TMP, hanya itu," jelasnya.


 


Pewarta : Syaiful Hakim
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024