Mataram (ANTARA) - Dengan ujung ranting kering, Kutulis kata maaf, pada daun hijau kekuningan, agar kau mau menerimanya. Dengan tinta biru basah, kutulis kata maaf, pada ujung pelangi, agar kau mau membacanya.

Dengan embun pagi dini hari, kutulis kata maaf, pada helai selimut dingin, agar kau mau mendekapnya. Kata maaf kutulis terakhir kali, saat engkau pergi, agar selamanya bersemayam dalam hati.


Puisi berjudul "Kutulis Kata Maaf (1)" menjadi pembuka buku kumpulan puisi "Sepucuk Surat dan Kisah Masa Kecil" karya Agus K Saputra, Deputi Bisnis PT Pegadaian (Persero) di Kantor Area Kendari, Sulawesi Tenggara yang juga memiliki kecintaan kepada dunia syair dan cerpen sejak duduk di bangku kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Buku yang berisikan 69 puisi karyanya dilengkapi dengan nama tempat dan tanggalnya memberikan makna tersendiri bagi yang membacanya. Atau menyerupai fragmen-fragmen kehidupan yang telah dilakoninya selama ini.

Bak mozaik yang tersusun rapih hingga pembaca akan terbuai akan diksi yang diungkapkannya tanpa kecanggungan alias lugas. Dari sejumlah puisi yang disampaikannya itu, bisa dikatakan bermakna cinta kepada seseorang.

Salah satunya puisi "Kutulis Kata Maaf (1), bagaimanya penulis ingin menyampaikan kata maaf kepada seseorang. Kata maaf yang dapat diartikan tidak ingin mengecewakan terhadap seseorang.

Bait "Saat engkau pergi, agar selamanya bersemayam dalam hati", memberikan kesan kuat cintanya terhadap seseorang. Kata "Saat engkau pergi" bisa dimaknai kemanapun seseorang itu pergi, dirinya akan mencintainya sepenuh hati.

Puisi lainnya yang menarik untuk dinikmati, yakni, "Kisah Kasihmu".

Bagaimanakah bentuk syukur itu
Jika kehadiran pun terasa tiada
Hanya suara bernada marah menggema

Adakah dia lelah
Atau bosan dengan semua ini
Sehingga perubahan raut begitu kentara

Atau dia memang berusaha bertahan
mengingat anak-anak semakin tumbuh
dan diri kehilangan eksistensi

Ah, mengapa dulu memilih menjauh
Ketika dekat pun kini terasa suah
seperti minyak menari dalam air

Bisa jadi ini ada dalam benak sendiri
walau menangis pun tak berurai air mata
bahwa betapa sulitnya menjaga dan merawat Chemistry

Demikianlah
Kisah kasih ini kau tulis
Pada ujung malam berselimut dingin


Makna pengalaman dirinya berkeluarga terungkap dalam puisi itu. Seperti bait "Atau dia memang berusaha bertahan, mengingat anak-anak semakin tumbuh, dan diri kehilangan eksistensi".

Menariknya di bait penutup "Demikianlah, Kisah-kasih ini kau tulis, pada ujung malam berselimut dingin".

Makna cinta semakin dipertegas dalam puisi "Lagu Penggalan Kisah" yang tertanggal Ampenan, 26 Februari 2015.

Lagu penggalan kisah
bersenandung sunyi membuang resah

Kau dan aku adalah bagiannya
merenda asmara tiada hingga

Jika harus menutup mata
tetaplah tersenyum penuh manja


Kendati demikian, penulis menyebutkan bahwa buku kumpulan puisi itu menyebutkan bagaimana pengalaman masa kecilnya. Ada pula beberapa puisi yang menarik untuk diresapi, yakni, "Sepucuk Surat dan Kisah Masa Kecil" dan "Seputih Tulang".

"Buku kumpulan puisi ini melengkapi himpunan puisi yang pertama "Kujadikan ia embun" (2017) dan yang kedua "Menunggu di Atapupu" (2018)," kata Agus K Saputra dalam "Bincang Buku Sepucuk Surat & Kisah Masa Kecil" di ERKAEM, Montong Kedaton D9, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (20/8).

Puisi yang dibuatnya itu, merupakan pengalaman waktu dirinya berdinas seperti di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Mataram, Nusa Tenggara Barat dan Kendari. Ada juga pengalaman saat masih tinggal di kota kelahirannya, Ciamis, Jawa Barat.

Agus K Saputra sudah menyukai puisi sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama dengan cara mengikuti lomba. Bahkan saat masih duduk di SD Bebedilan II Ciamis, paling antusias dengan tugas drama.

Kemudian ditekuninya saat mengikuti pelajaran ekstrakurikuler di SMAN 1 Mataram. Hingga dirinya diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Mataram angkatan 1987.

Sementara itu, sahabatnya, Dyah Ruwiyati dalam buku kumpulan puisi itu, menyebutkan, pada puisi "Kutulis Kata Maaf (1), ciri khas goresan romantik seorang Agus yang lembut dan santun seperti bait "Tinta biru basah/ku tulis kata maaf/pada ujung pelangi/agar kau mau membacanya.

Bahkan, disebutkan, untuk melukiskan kisah amarah pun, Agus tidak kehilangan kelembutan dan ketenangannya. Ini terungkap pada puisi "Kisah Kasihmu dan "Luka-Lukamu Berkata".

"Agus begitu pandai mengalunkan kegerahan jiwa, menyaksikan kejengahan suatu masa yang penuh dengan hiruk pikuk dendam dan kebencian melalui ketenangan tingkat tinggi," katanya.

Rudi Hidayat dalam buku kumpulan puisi itu menyatakan hampir semua puisi karya Agus KS didukung oleh cinta, cinta sebagai kekuatan yang dahsyat dalam hidup dan kehidupan.

"Dan ini merupakan corak yang tak luntur dari karya-karya sebelumnya," katanya.

Ia menyebutkan tentu bertambahnya usia juga mempengaruhi cara pandang, sudut kejiwaan yang semakin matang dan religiusitas. "Akankah puisi selanjutnya juga berubah? kita tunggu buku puisi selanjutnya," katanya.

Mari nikmati makna cinta dari cukilan buku kumpulan puisi "Sepucuk Surat dan Kisah Masa Kecil"!!!!





 

Pewarta : Riza Fahriza
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024