Medan (ANTARA) - Skorsing terhadap Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) terpilih Dr Muryanto Amin melalui SK Rektor Nomor 82/UN5 1 E/SK/KPM/2021 tentang Sanksi Pelanggaran Norma Etika Akademik/Etika Keilmuan dan Moral Civitas Akademika dinilai berbau politis.
Kuasa hukum Muryanto Amin, Hasrul Benny Harahap, di Medan, Sabtu, mengatakan, dari kajian yang dilakukan kliennya itu tidak terbukti melakukan plagiarisme dan self-plagiarism.
"Plagiarisme menjiplak karya orang lain. Self-plagiarism menjiplak karya sendiri, itu tidak ditemukan. Tim Penelusuran dibentuk setelah Muryanto Amin terpilih. Apalagi ada pengakuan Wakil Rektor I, II, dan V yang menyebutkan mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut," katanya.
Ia mengaku, pihaknya terkejut telah keluar SK Rektor USU yang memutuskan Rektor USU terpilih dikenakan sanksi, dan kliennya sama sekali tidak pernah menerima SK tersebut.
"Menurut saya SK itu tidak bisa dipublis karena belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Ini sudah keterlaluan. Kok SK-nya sudah dipublis," katanya.
Atas kondisi itu lanjut Hasrul, pihaknya menduga pelaksanaan proses penjatuhan sanksi pelanggaran berat terhadap Muryanto adalah tindakan politis karena dilakukan secara tergesa-gesa setelah Muryanto secara resmi terpilih sebagai Rektor USU.
"Apalagi dilihat dari sisi hukum dan administrasi sudah terang benderang klien kami tidak bersalah sehingga lebih jauh lagi kami menduga bahwa penjatuhan sanksi terhadap klien kami adalah tindakan untuk mengalihkan atau menutupi tindakan-tindakan plagiat lainnya yang diduga untuk memasung klien kami sebagai pimpinan baru," ungkap Hasrul.
Atas dasar itu juga, Hasrul menegaskan pihaknya berkomitmen akan tetap melanjutkan proses pelanggaran nama baik secara akademis seperti plagiarisme atau tindak pidana lain yang diduga merusak dunia pendidikan umumnya, dan USU khususnya baik secara pribadi maupun Rektor USU nantinya.
"Hari ini adalah deklarasi pernyataan komitmen klien kami untuk tetap menegakkan kebenaran dan keadilan serta membuka praktik-praktik kecurangan yang merugikan universitas agar dunia pendidikan kita khususnya USU menjadi lebih baik," katanya.
Kuasa hukum Muryanto Amin, Hasrul Benny Harahap, di Medan, Sabtu, mengatakan, dari kajian yang dilakukan kliennya itu tidak terbukti melakukan plagiarisme dan self-plagiarism.
"Plagiarisme menjiplak karya orang lain. Self-plagiarism menjiplak karya sendiri, itu tidak ditemukan. Tim Penelusuran dibentuk setelah Muryanto Amin terpilih. Apalagi ada pengakuan Wakil Rektor I, II, dan V yang menyebutkan mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut," katanya.
Ia mengaku, pihaknya terkejut telah keluar SK Rektor USU yang memutuskan Rektor USU terpilih dikenakan sanksi, dan kliennya sama sekali tidak pernah menerima SK tersebut.
"Menurut saya SK itu tidak bisa dipublis karena belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Ini sudah keterlaluan. Kok SK-nya sudah dipublis," katanya.
Atas kondisi itu lanjut Hasrul, pihaknya menduga pelaksanaan proses penjatuhan sanksi pelanggaran berat terhadap Muryanto adalah tindakan politis karena dilakukan secara tergesa-gesa setelah Muryanto secara resmi terpilih sebagai Rektor USU.
"Apalagi dilihat dari sisi hukum dan administrasi sudah terang benderang klien kami tidak bersalah sehingga lebih jauh lagi kami menduga bahwa penjatuhan sanksi terhadap klien kami adalah tindakan untuk mengalihkan atau menutupi tindakan-tindakan plagiat lainnya yang diduga untuk memasung klien kami sebagai pimpinan baru," ungkap Hasrul.
Atas dasar itu juga, Hasrul menegaskan pihaknya berkomitmen akan tetap melanjutkan proses pelanggaran nama baik secara akademis seperti plagiarisme atau tindak pidana lain yang diduga merusak dunia pendidikan umumnya, dan USU khususnya baik secara pribadi maupun Rektor USU nantinya.
"Hari ini adalah deklarasi pernyataan komitmen klien kami untuk tetap menegakkan kebenaran dan keadilan serta membuka praktik-praktik kecurangan yang merugikan universitas agar dunia pendidikan kita khususnya USU menjadi lebih baik," katanya.