Jakarta (ANTARA) - Dokter yang juga Ketua Tim Peneliti dari Health Collaborative Center (HCC), Ray W. Basrowi merekomendasikan para ibu menyusui mendapatkan bantuan langsung berupa kuota data.
"Bantuan langsung salah satunya bisa kuota data untuk konsultasi daring. Pulsa untuk PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) penting, tetapi pulsa untuk konsultasi ibu menyusui juga penting, supaya konsultasi ASI eksklusif bisa lebih baik," kata dia di sela media briefing secara daring bertajuk "89% Ibu Menyusui Selama Masa Pandemi Covid-19 Berhasil Menyusui ASI Secara Eksklusif", Rabu.
Rekomendasi ini mengemuka setelah Ray dan tim peneliti dari HCC yakni Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K) dan dr. Levina Chandra Khoe, menemukan pemanfaatan konsultasi layanan kesehatan daring (online) selama masa pandemi COVID-19 (PSBB) di Indonesia sangat membantu ibu menyusui. Angka pemberian ASI eksklusif selama pandemi COVID-19 bahkan meningkat menjadi 89,4 persen dari yang semula 30-50 persen saja.
Ray dan tim juga menemukan, sebesar 70 persen ibu menyusui (dari 379 orang responden) berkonsultasi laktasi dengan tenaga kesehatan secara daring, terutama melalui aplikasi WhatssApp (sebesar 40 persen).
Menurut Ray merujuk penelitian ini mayoritas responden mengakui layanan kesehatan daring selama masa pandemi sangat membantu dan efektif.
Namun, masih banyak responden yang mengakui terkendala jaringan dan kekhawatiran terhadap kerahasiaan data sebagai faktor yang menghambat kualitas konsultasi menyusui secara daring.
"Itu sebabnya penting bagi pemerintah untuk memastikan aspek aksesibilitas dan kualitas jaringan serta tidak lupa melindungi aspek privasi dan perlindungan data pribadi serta detil medical record pasien yang memanfaatkan fasilitas telekonsultasi," ujar Ray.
Khusus untuk para ibu yang memanfaatkan platform telemedisin, Ray menyarankan mereka memanfaatkan layanan yang terpercaya. Menurut dia, para ibu sebenarnya bisa menggunakan layanan yang di-endorse pemerintah.
"Kalau mau lewat WhatsApp jangan menggunakan perantara telemarketing rumah sakit tetapi langsung ke tenaga kesehatan. Kalau takut kerahasiaan data (tidak terjaga), tidak usah lewat operator. Dokter sekarang terbuka dihubungi lewat WhatsApp. Bidan-bidan, tenaga kesehatan lebih responsif menjawab lewat online," kata Ray.
"Bantuan langsung salah satunya bisa kuota data untuk konsultasi daring. Pulsa untuk PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) penting, tetapi pulsa untuk konsultasi ibu menyusui juga penting, supaya konsultasi ASI eksklusif bisa lebih baik," kata dia di sela media briefing secara daring bertajuk "89% Ibu Menyusui Selama Masa Pandemi Covid-19 Berhasil Menyusui ASI Secara Eksklusif", Rabu.
Rekomendasi ini mengemuka setelah Ray dan tim peneliti dari HCC yakni Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K) dan dr. Levina Chandra Khoe, menemukan pemanfaatan konsultasi layanan kesehatan daring (online) selama masa pandemi COVID-19 (PSBB) di Indonesia sangat membantu ibu menyusui. Angka pemberian ASI eksklusif selama pandemi COVID-19 bahkan meningkat menjadi 89,4 persen dari yang semula 30-50 persen saja.
Ray dan tim juga menemukan, sebesar 70 persen ibu menyusui (dari 379 orang responden) berkonsultasi laktasi dengan tenaga kesehatan secara daring, terutama melalui aplikasi WhatssApp (sebesar 40 persen).
Menurut Ray merujuk penelitian ini mayoritas responden mengakui layanan kesehatan daring selama masa pandemi sangat membantu dan efektif.
Namun, masih banyak responden yang mengakui terkendala jaringan dan kekhawatiran terhadap kerahasiaan data sebagai faktor yang menghambat kualitas konsultasi menyusui secara daring.
"Itu sebabnya penting bagi pemerintah untuk memastikan aspek aksesibilitas dan kualitas jaringan serta tidak lupa melindungi aspek privasi dan perlindungan data pribadi serta detil medical record pasien yang memanfaatkan fasilitas telekonsultasi," ujar Ray.
Khusus untuk para ibu yang memanfaatkan platform telemedisin, Ray menyarankan mereka memanfaatkan layanan yang terpercaya. Menurut dia, para ibu sebenarnya bisa menggunakan layanan yang di-endorse pemerintah.
"Kalau mau lewat WhatsApp jangan menggunakan perantara telemarketing rumah sakit tetapi langsung ke tenaga kesehatan. Kalau takut kerahasiaan data (tidak terjaga), tidak usah lewat operator. Dokter sekarang terbuka dihubungi lewat WhatsApp. Bidan-bidan, tenaga kesehatan lebih responsif menjawab lewat online," kata Ray.