Jakarta (ANTARA) - Negara melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan kompensasi kepada 36 korban tindak pidana terorisme peristiwa Bom Bali I dan II dengan total nilai kompensasi mencapai Rp7,825 miliar.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangannya di Jakarta, Kamis mengatakan sejumlah korban yang menerima kompensasi pada kesempatan kali ini merupakan bagian dari dari 215 korban terorisme yang berhasil diidentifikasi LPSK dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai korban terorisme masa lalu.
Penyerahan perdana kompensasi secara simbolis diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Desember 2020 di Istana Negara.
Untuk korban Bom Bali yang diputuskan berhak menerima kompensasi sebanyak 45 orang terdiri dari 38 korban Bom Bali I dan tujuh korban bom Bali II.
Hasto menambahkan pada kesempatan kali ini LPSK menyerahkan kompensasi hanya kepada 37 korban, sebanyak 29 korban Bom Bali I, tujuh korban Bom Bali II, dan satu korban peristiwa penembakan Poso pada Operasi Sadra Maleo.
"Untuk korban Bom Bali lainnya ada yang telah menerima kompensasi pada 16 Desember atau pada penyerahan kompensasi sebelumnya di kota lain," kata Hasto.
Adapun untuk korban terorisme pada kesempatan ini yang menerima kompensasi terdiri dari 20 korban meninggal dunia (peristiwa Bom Bali I dan II serta peristiwa penembakan Poso pada Operasi Sadra Maleo).
Kemudian, 10 orang yang mengalami luka berat (peristiwa Bom Bali I dan II), lima orang luka sedang (peristiwa Bom Bali I dan II ), dan dua orang mengalami luka ringan (peristiwa Bom Bali 1 )
Besaran nilai kompensasi yang diterima oleh korban telah mengikuti skema satuan biaya yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan rincian Rp250 juta untuk korban meninggal dunia, Rp210 juta untuk korban dengan kondisi luka berat, Rp115 juta untuk korban luka sedang, dan Rp75 juta untuk korban luka ringan.
Hasto menyatakan penyerahan kompensasi pada kesempatan kali ini merupakan wujud implementasi sesuai Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menurutnya, sejak UU itu terbit, jalan pemulihan bagi korban terorisme terasa makin mulus karena negara secara benderang telah menyatakan bahwa seluruh korban terorisme merupakan tanggung jawabnya.
"UU No 5 Tahun 2018 merupakan regulasi yang sangat progresif dan menunjukkan keberpihakan terhadap korban terorisme," tuturnya.
Ia juga mengatakan kompensasi bagi korban terorisme masa lalu akan terus disalurkan, namun proses pengajuan permohonan kompensasi hanya dibatasi hingga Juni 2021.
Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat yang menjadi korban, khususnya korban Bom Bali I dan II agar segera mengajukan permohonan kompensasi kepada LPSK sebelum batas waktu berakhir.
"Bisa segera menghubungi BNPT atau langsung menghubungi nomor whatsapp LPSK di nomor 0857-7001-0048," kata Hasto.
Kompensasi itu diserahkan langsung oleh Hasto Atmojo Suroyo dan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangannya di Jakarta, Kamis mengatakan sejumlah korban yang menerima kompensasi pada kesempatan kali ini merupakan bagian dari dari 215 korban terorisme yang berhasil diidentifikasi LPSK dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai korban terorisme masa lalu.
Penyerahan perdana kompensasi secara simbolis diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Desember 2020 di Istana Negara.
Untuk korban Bom Bali yang diputuskan berhak menerima kompensasi sebanyak 45 orang terdiri dari 38 korban Bom Bali I dan tujuh korban bom Bali II.
Hasto menambahkan pada kesempatan kali ini LPSK menyerahkan kompensasi hanya kepada 37 korban, sebanyak 29 korban Bom Bali I, tujuh korban Bom Bali II, dan satu korban peristiwa penembakan Poso pada Operasi Sadra Maleo.
"Untuk korban Bom Bali lainnya ada yang telah menerima kompensasi pada 16 Desember atau pada penyerahan kompensasi sebelumnya di kota lain," kata Hasto.
Adapun untuk korban terorisme pada kesempatan ini yang menerima kompensasi terdiri dari 20 korban meninggal dunia (peristiwa Bom Bali I dan II serta peristiwa penembakan Poso pada Operasi Sadra Maleo).
Kemudian, 10 orang yang mengalami luka berat (peristiwa Bom Bali I dan II), lima orang luka sedang (peristiwa Bom Bali I dan II ), dan dua orang mengalami luka ringan (peristiwa Bom Bali 1 )
Besaran nilai kompensasi yang diterima oleh korban telah mengikuti skema satuan biaya yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dengan rincian Rp250 juta untuk korban meninggal dunia, Rp210 juta untuk korban dengan kondisi luka berat, Rp115 juta untuk korban luka sedang, dan Rp75 juta untuk korban luka ringan.
Hasto menyatakan penyerahan kompensasi pada kesempatan kali ini merupakan wujud implementasi sesuai Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menurutnya, sejak UU itu terbit, jalan pemulihan bagi korban terorisme terasa makin mulus karena negara secara benderang telah menyatakan bahwa seluruh korban terorisme merupakan tanggung jawabnya.
"UU No 5 Tahun 2018 merupakan regulasi yang sangat progresif dan menunjukkan keberpihakan terhadap korban terorisme," tuturnya.
Ia juga mengatakan kompensasi bagi korban terorisme masa lalu akan terus disalurkan, namun proses pengajuan permohonan kompensasi hanya dibatasi hingga Juni 2021.
Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat yang menjadi korban, khususnya korban Bom Bali I dan II agar segera mengajukan permohonan kompensasi kepada LPSK sebelum batas waktu berakhir.
"Bisa segera menghubungi BNPT atau langsung menghubungi nomor whatsapp LPSK di nomor 0857-7001-0048," kata Hasto.
Kompensasi itu diserahkan langsung oleh Hasto Atmojo Suroyo dan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Kamis.