Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami peran Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Hal itu terkait dengan penyitaan uang sekitar Rp52,3 miliar oleh KPK yang diduga berasal dari para eksportir yang telah mendapatkan izin dari KKP untuk melakukan ekspor benur pada tahun 2020.
"Apakah kemudian nanti ada peran yang signifikan terkait dengan perbuatan tersangka EP (Edhy Prabowo), tentunya nanti akan kami konfirmasi lebih lanjut kepada para saksi," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Ali melanjutkan, "Apakah kemudian ada unsur kesengajaan, misalnya dalam konstruksi secara keseluruhan proses di dalam dugaan korupsi seluruh peristiwa yang ada di perkara ini."
Ia belum bisa memastikan lebih lanjut apakah lembaganya akan memanggil Antam terkait dengan kasus tersebut.
"Nanti lihat perkembangan dahulu karena yang terpenting uang telah dilakukan penyitaan dan akan dikonfirmasi kepada para saksi. Saksinya siapa yang nanti akan dipanggil untuk dikonfirmasi dan barang bukti ini, nanti akan kami sampaikan lebih lanjut," ujar Ali.
Sebelumnya, Ali menjelaskan bahwa tersangka Edhy Prabowo (EP) diduga memerintahkan Sekjen KKP agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (Bank Garansi) dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP.
"Selanjutnya, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut," ungkap Ali.
Adapun total uang yang terkumpul dari aturan tersebut sekitar Rp52,3 miliar yang telah disita KPK pada hari Senin ini.
Ia menyebutkan aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benur tersebut diduga tidak pernah ada.
KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima, yaitu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), staf khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.
Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito sebagai pemberi saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440,00 kepada Edhy.
Hal itu terkait dengan penyitaan uang sekitar Rp52,3 miliar oleh KPK yang diduga berasal dari para eksportir yang telah mendapatkan izin dari KKP untuk melakukan ekspor benur pada tahun 2020.
"Apakah kemudian nanti ada peran yang signifikan terkait dengan perbuatan tersangka EP (Edhy Prabowo), tentunya nanti akan kami konfirmasi lebih lanjut kepada para saksi," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Ali melanjutkan, "Apakah kemudian ada unsur kesengajaan, misalnya dalam konstruksi secara keseluruhan proses di dalam dugaan korupsi seluruh peristiwa yang ada di perkara ini."
Ia belum bisa memastikan lebih lanjut apakah lembaganya akan memanggil Antam terkait dengan kasus tersebut.
"Nanti lihat perkembangan dahulu karena yang terpenting uang telah dilakukan penyitaan dan akan dikonfirmasi kepada para saksi. Saksinya siapa yang nanti akan dipanggil untuk dikonfirmasi dan barang bukti ini, nanti akan kami sampaikan lebih lanjut," ujar Ali.
Sebelumnya, Ali menjelaskan bahwa tersangka Edhy Prabowo (EP) diduga memerintahkan Sekjen KKP agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (Bank Garansi) dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP.
"Selanjutnya, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut," ungkap Ali.
Adapun total uang yang terkumpul dari aturan tersebut sekitar Rp52,3 miliar yang telah disita KPK pada hari Senin ini.
Ia menyebutkan aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benur tersebut diduga tidak pernah ada.
KPK total menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima, yaitu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), staf khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.
Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito sebagai pemberi saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440,00 kepada Edhy.