Banyumas (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Purwokerto menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi program jaring pengaman sosial (JPS) dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
"Kemarin sudah ekspos internal langsung penetapan tersangka. Ada dua tersangka, AM (26) dan MT (37)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Priyanto didampingi Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto Sunarwan di Desa Karanggintung, Kecamatan Sumbang, Banyumas, Rabu.
Ia mengatakan pihaknya pada 2020 melakukan pencegahan-pencegahan terjadinya penyalahgunaan program bantuan sosial maupun JPS.
Akan tetapi jika pencegahan tersebut tidak diindahkan, Kejaksaan melakukan penindakan seperti yang dilakukan Kejari Purwokerto.
Dalam hal ini, di wilayah Kejari Purwokerto terdapat sejumlah kelompok masyarakat yang disalahgunakan dananya.
Oleh karena itu, Kajari Purwokerto melalui penyidiknya meningkatkan kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan agar kerugian-kerugian negara dapat diselesaikan.
Disinggung mengenai kemungkinan adanya pengungkapan kasus dugaan korupsi bansos maupun JPS lainnya di Jateng, Priyanto mengatakan pihaknya masih melakukan pengumpulan-pengumpulan terutama pelaksanaan e-warung dan sebagainya.
"Kami imbau dalam pelaksanaannya benar-benar disampaikan kepada masyarakat. Kalau ada informasi-informasi yang menyimpang, tentu laporkanlah," katanya.
Menurut dia, semua itu supaya masyarakat dapat benar-benar menikmati bantuan pemerintah di situasi pandemi sehingga bisa hidup layak.
Kajari Purwokerto Sunarwan mengatakan dua tersangka tersebut ditetapkan pada hari Selasa (16/3) setelah pihaknya melaksanakan ekspos internal.
Disinggung mengenai kemungkinan akan ada tersangka lain, dia mengatakan pihaknya untuk sementara masih mengumpulkan alat bukti.
Menurut dia, penambahan tersangka lain tersebut tergantung dari hasil pengumpulan alat bukti.
"Yang jelas sudah dua tersangka yang kami tetapkan, namun sementara belum ditahan," katanya menegaskan.
Terkait dengan potensi kerugian yang terjadi, dia mengatakan berdasarkan penghitungan terdapat penambahan sekitar Rp200 juta, yakni dari kisaran Rp1,920 miliar menjadi Rp2,120 miliar.
Menurut dia, uang Rp200 juta tersebut merupakan hasil penyitaan yang dilakukan pada hari Selasa (16/3).
"Kemarin kami sita lagi Rp200 juta, yang Rp160 juta dari AM, sedangkan yang Rp40 juta dari MT," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, dana yang berasal dari 48 kelompok masyarakat tersebut akan digunakan oleh para tersangka untuk membuat "green house" melon yang sampai sekarang belum jadi.
Disinggung mengenai jumlah saksi yang diperiksa, Sunarwan mengatakan sudah hampir 50 orang.
Seperti diwartakan, Kejari Purwokerto pada 9 Maret 2021 telah melakukan penggeledahan di rumah AM, warga Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, dan berhasil menyita uang sebesar Rp470 juta.
Selain itu, Tim Kejari juga mengamankan 38 stempel kelompok dari total 48 kelompok, satu unit komputer, beberapa dokumen perjanjian kerja sama antara 48 kelompok dan Direktorat Pengembangan dan Perluasan Kerja pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Bina Penta dan PKK) Kemnaker RI.
Total bantuan dari Ditjen Bina Penta dan PKK Kemnaker RI untuk 48 kelompok itu mencapai Rp1,920 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Rakyat Indonesia (BRI) milik kelompok, masing-masing mendapatkan Rp40 juta.
Saat masing-masing perwakilan kelompok menarik uang tersebut pada tanggal 1 Desember 2020, seseorang telah menunggu di luar kantor BRI. Dan ketika kelompok itu keluar dari bank, orang tersebut meminta seluruh uang itu, sehingga total ada Rp1,920 miliar.
Bantuan program JPS dari Kemnaker tersebut sebenarnya ditujukan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat akibat COVID-19, baik yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun menganggur.
Dalam hal ini, Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker memberikan bantuan kepada kelompok masyarakat di desa dan masing-masing kelompok beranggotakan 20 orang dengan tujuan memberdayakan masyarakat.
Terkait dengan kasus tersebut, Kejari Purwokerto bakal menjerat para tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Kemarin sudah ekspos internal langsung penetapan tersangka. Ada dua tersangka, AM (26) dan MT (37)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Priyanto didampingi Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto Sunarwan di Desa Karanggintung, Kecamatan Sumbang, Banyumas, Rabu.
Ia mengatakan pihaknya pada 2020 melakukan pencegahan-pencegahan terjadinya penyalahgunaan program bantuan sosial maupun JPS.
Akan tetapi jika pencegahan tersebut tidak diindahkan, Kejaksaan melakukan penindakan seperti yang dilakukan Kejari Purwokerto.
Dalam hal ini, di wilayah Kejari Purwokerto terdapat sejumlah kelompok masyarakat yang disalahgunakan dananya.
Oleh karena itu, Kajari Purwokerto melalui penyidiknya meningkatkan kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan agar kerugian-kerugian negara dapat diselesaikan.
Disinggung mengenai kemungkinan adanya pengungkapan kasus dugaan korupsi bansos maupun JPS lainnya di Jateng, Priyanto mengatakan pihaknya masih melakukan pengumpulan-pengumpulan terutama pelaksanaan e-warung dan sebagainya.
"Kami imbau dalam pelaksanaannya benar-benar disampaikan kepada masyarakat. Kalau ada informasi-informasi yang menyimpang, tentu laporkanlah," katanya.
Menurut dia, semua itu supaya masyarakat dapat benar-benar menikmati bantuan pemerintah di situasi pandemi sehingga bisa hidup layak.
Kajari Purwokerto Sunarwan mengatakan dua tersangka tersebut ditetapkan pada hari Selasa (16/3) setelah pihaknya melaksanakan ekspos internal.
Disinggung mengenai kemungkinan akan ada tersangka lain, dia mengatakan pihaknya untuk sementara masih mengumpulkan alat bukti.
Menurut dia, penambahan tersangka lain tersebut tergantung dari hasil pengumpulan alat bukti.
"Yang jelas sudah dua tersangka yang kami tetapkan, namun sementara belum ditahan," katanya menegaskan.
Terkait dengan potensi kerugian yang terjadi, dia mengatakan berdasarkan penghitungan terdapat penambahan sekitar Rp200 juta, yakni dari kisaran Rp1,920 miliar menjadi Rp2,120 miliar.
Menurut dia, uang Rp200 juta tersebut merupakan hasil penyitaan yang dilakukan pada hari Selasa (16/3).
"Kemarin kami sita lagi Rp200 juta, yang Rp160 juta dari AM, sedangkan yang Rp40 juta dari MT," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, dana yang berasal dari 48 kelompok masyarakat tersebut akan digunakan oleh para tersangka untuk membuat "green house" melon yang sampai sekarang belum jadi.
Disinggung mengenai jumlah saksi yang diperiksa, Sunarwan mengatakan sudah hampir 50 orang.
Seperti diwartakan, Kejari Purwokerto pada 9 Maret 2021 telah melakukan penggeledahan di rumah AM, warga Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, dan berhasil menyita uang sebesar Rp470 juta.
Selain itu, Tim Kejari juga mengamankan 38 stempel kelompok dari total 48 kelompok, satu unit komputer, beberapa dokumen perjanjian kerja sama antara 48 kelompok dan Direktorat Pengembangan dan Perluasan Kerja pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Bina Penta dan PKK) Kemnaker RI.
Total bantuan dari Ditjen Bina Penta dan PKK Kemnaker RI untuk 48 kelompok itu mencapai Rp1,920 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Rakyat Indonesia (BRI) milik kelompok, masing-masing mendapatkan Rp40 juta.
Saat masing-masing perwakilan kelompok menarik uang tersebut pada tanggal 1 Desember 2020, seseorang telah menunggu di luar kantor BRI. Dan ketika kelompok itu keluar dari bank, orang tersebut meminta seluruh uang itu, sehingga total ada Rp1,920 miliar.
Bantuan program JPS dari Kemnaker tersebut sebenarnya ditujukan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat akibat COVID-19, baik yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun menganggur.
Dalam hal ini, Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker memberikan bantuan kepada kelompok masyarakat di desa dan masing-masing kelompok beranggotakan 20 orang dengan tujuan memberdayakan masyarakat.
Terkait dengan kasus tersebut, Kejari Purwokerto bakal menjerat para tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.