Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu memanggil 12 saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek pada 2020.
"12 orang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MJS (Matheus Joko Santoso/Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Mereka yang dipanggil, yaitu Andreas dari pihak swasta/PT Putra Swarnabhumi, Rizal dari pihak swasta/PT Putra Bumi Phala Mandiri, Benedictus dari pihak swasta/PT Maju Gemilang Mandiri, M Iqbal dari pihak swasta/PT Total Abadi Solusindo, Ali Abulakan dari pihak swasta/PT Toima Jaya Bersama, Indriadi dari pihak swasta/PT Brahman Farm.
Kemudian, Yulianus dari pihak swasta/PT Inti Jasa Utama, Alida dari pihak swasta/PT Hohian Putra Jaya, Herson dari pihak swasta/PT Gosyen Sejahtera Utama, Rika Eka Sari dari pihak swasta/PT Rubi Convex, Rahmat Akmal dari pihak swasta/PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, dan Henny Christiningsih dari pihak swasta/PT Sraya Dinamika Mandiri.
Selain Matheus Joko, KPK saat ini masih melakukan penyidikan untuk dua tersangka penerima suap lainnya, yaitu mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial lainnya Adi Wahyono (AW).
Sementara pemberi suap adalah Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja yang saat ini sudah berstatus terdakwa.
Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.
Sedangkan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.
Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"12 orang dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MJS (Matheus Joko Santoso/Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Mereka yang dipanggil, yaitu Andreas dari pihak swasta/PT Putra Swarnabhumi, Rizal dari pihak swasta/PT Putra Bumi Phala Mandiri, Benedictus dari pihak swasta/PT Maju Gemilang Mandiri, M Iqbal dari pihak swasta/PT Total Abadi Solusindo, Ali Abulakan dari pihak swasta/PT Toima Jaya Bersama, Indriadi dari pihak swasta/PT Brahman Farm.
Kemudian, Yulianus dari pihak swasta/PT Inti Jasa Utama, Alida dari pihak swasta/PT Hohian Putra Jaya, Herson dari pihak swasta/PT Gosyen Sejahtera Utama, Rika Eka Sari dari pihak swasta/PT Rubi Convex, Rahmat Akmal dari pihak swasta/PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, dan Henny Christiningsih dari pihak swasta/PT Sraya Dinamika Mandiri.
Selain Matheus Joko, KPK saat ini masih melakukan penyidikan untuk dua tersangka penerima suap lainnya, yaitu mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial lainnya Adi Wahyono (AW).
Sementara pemberi suap adalah Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja yang saat ini sudah berstatus terdakwa.
Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.
Sedangkan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.
Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.