Timika (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (Kemen PPPA) ikut memantau perkembangan kasus pelecehan yang dialami sekitar 25 orang siswa Sekolah Asrama Taruna Papua Timika yang dilakukan oleh oknum pembina asrama sekolah itu, DFL (35).
Kasat Reskrim Polres Mimika AKP Hermanto di Timika, Senin, mengatakan Kemen PPPA RI melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Mimika sudah meminta sejumlah data terkait identitas pelaku dan para korban.
"Data-data itu nantinya akan dibawa oleh pihak P2TP2A Mimika ke Kemen PPA di Jakarta mengingat ternyata selama ini Kemen PPPA juga mengikuti perkembangan proses hukum tersangka kasus pelecehan siswa SATP Timika," kata Hermanto.
Adapun berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka DFL sudah diajukan ke Kejari Timika sejak beberapa waktu lalu.
Dalam waktu secepatnya penyidik Reskrim Polres Mimika akan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejari Timika untuk proses hukum lebih lanjut.
Tersangka DFL yang bertugas sebagai pembina asrama putra SATP yang berlokasi di Kelurahan Wonosari Jaya SP4, Distrik Wania, Timika, diketahui melakukan perbuatan tidak senonoh kepada 25 siswa sejak periode November 2020 hingga Maret 2021.
Modus yang dilakukan DFL yaitu mengajak korbannya ke kamar mandi pada malam hari sebelum siswa masuk ke ruangan tidur. Para korban yang rata-rata baru berusia 6 tahun hingga 13 tahun kemudian disuruh untuk mengisap alat kemaluan DFL. Jika permintaannya tidak dituruti, korban dicambuk dengan seutas kabel listrik.
Dari 25 korban, terdapat satu siswa berjenis kelamin perempuan.
Kasus itu baru terungkap setelah kepala asrama menemukan seorang siswa yang sedang menangis di tempat tidurnya. Setelah ditanya oleh kepala asrama, siswa tersebut menceritakan pengalaman buruknya 'dikerjai' oleh DFL.
Setelah itu, siswa lain yang pernah menjadi korban pelecehan oleh DFL akhirnya mengaku menerima perlakuan serupa.
Terbongkarnya kasus pelecehan siswa SATP Timika itu memicu kemarahan dan aksi demo besar-besaran para orang tua siswa.
Mereka bahkan menuntut Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) selaku pemilik SATP menghentikan kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Lokon yang saat ini dipercayakan mengelola SATP Timika.
Kasat Reskrim Polres Mimika AKP Hermanto di Timika, Senin, mengatakan Kemen PPPA RI melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Mimika sudah meminta sejumlah data terkait identitas pelaku dan para korban.
"Data-data itu nantinya akan dibawa oleh pihak P2TP2A Mimika ke Kemen PPA di Jakarta mengingat ternyata selama ini Kemen PPPA juga mengikuti perkembangan proses hukum tersangka kasus pelecehan siswa SATP Timika," kata Hermanto.
Adapun berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka DFL sudah diajukan ke Kejari Timika sejak beberapa waktu lalu.
Dalam waktu secepatnya penyidik Reskrim Polres Mimika akan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejari Timika untuk proses hukum lebih lanjut.
Tersangka DFL yang bertugas sebagai pembina asrama putra SATP yang berlokasi di Kelurahan Wonosari Jaya SP4, Distrik Wania, Timika, diketahui melakukan perbuatan tidak senonoh kepada 25 siswa sejak periode November 2020 hingga Maret 2021.
Modus yang dilakukan DFL yaitu mengajak korbannya ke kamar mandi pada malam hari sebelum siswa masuk ke ruangan tidur. Para korban yang rata-rata baru berusia 6 tahun hingga 13 tahun kemudian disuruh untuk mengisap alat kemaluan DFL. Jika permintaannya tidak dituruti, korban dicambuk dengan seutas kabel listrik.
Dari 25 korban, terdapat satu siswa berjenis kelamin perempuan.
Kasus itu baru terungkap setelah kepala asrama menemukan seorang siswa yang sedang menangis di tempat tidurnya. Setelah ditanya oleh kepala asrama, siswa tersebut menceritakan pengalaman buruknya 'dikerjai' oleh DFL.
Setelah itu, siswa lain yang pernah menjadi korban pelecehan oleh DFL akhirnya mengaku menerima perlakuan serupa.
Terbongkarnya kasus pelecehan siswa SATP Timika itu memicu kemarahan dan aksi demo besar-besaran para orang tua siswa.
Mereka bahkan menuntut Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) selaku pemilik SATP menghentikan kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Lokon yang saat ini dipercayakan mengelola SATP Timika.