Timika (ANTARA) - Jajaran Kepolisian Resor Mimika, Papua meminta dukungan dan peran serta para tokoh masyarakat, tokoh agama dan lainnya untuk mencegah terjadinya kasus pelecehan terhadap anak-anak dan remaja perempuan di wilayah tersebut.
Kapolres Mimika AKBP IGG Era Adhinata di Timika, Selasa, mengatakan kasus tindak pidana pelecehan terhadap anak yang masih di bawah umur, remaja perempuan maupun anak kandung marak terjadi di Timika akhir-akhir ini sehingga diharapkan peran serta semua pihak untuk bisa menghentikannya.
"Masalah yang berkaitan dengan moral itu membutuhkan peran serta semua pihak, terutama para tokoh, pemerintah daerah dan lain-lain," kata Era Adhinata.
Dia mengatakan di tengah situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini di mana pendidikan moral dan pendidikan keagamaan tidak bisa berjalan efektif dan maksimal karena adanya pembatasan-pembatasan menyebabkan kasus-kasus yang berkaitan dengan hal tersebut marak terjadi.
Di sisi lain, vonis berat yang dijatuhkan kepada para pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, remaja putri bahkan anak kandung juga belum sepenuhnya memberikan efek jera kepada orang lain untuk tidak melakukan perbuatan serupa.
"Soal hukuman itu sepenuhnya menjadi kewenangan hakim di pengadilan, kami dari kepolisian hanya menyidik kasus, melakukan pemberkasan perkara untuk selanjutnya dilimpahkan ke kejaksaan. Yang menentukan bersalah atau tidak, hukumannya berat atau ringan, itu sangat bergantung pada penilaian hakim saat di persidangan," ujarnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Mimika Iptu Bertu Haridyka Eka Anwar menyebut pelaku tindak pelecehan terhadap anak di bawah umur yang kerap terjadi di Timika akhir-akhir ini pada umumnya merupakan orang dekat dalam rumah, seperti ayah kandung, ayah tiri, hingga kakek dari korban itu sendiri.
Selama periode Januari hingga Februari ini, tercatat sudah 25 kasus pelecehan seksual terhadap anak ditangani oleh jajaran Polres Mimika.
Baru-baru ini, polisi menciduk seorang pria berinisial SAS (53), warga Kampung Nawaripi Timika karena diketahui mencabuli tiga orang putri kandungnya, korban terakhir diketahui berstatus pelajar.
Perbuatan bejat itu dilakukan SAS sejak November 2021 hingga 20 Februari 2022.
"Keterangan yang kami dapatkan, korban ini merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Pelaku sebelumnya telah melakukan perbuatan yang sama kepada dua putrinya saat masih kecil, dimana saat ini mereka sudah beranjak dewasa," kata Bertu.
Atas perbuatannya itu, SAS terancam pidana penjara 15 tahun ditambah sepertiga sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (3) juncto Pasal 76d UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.