Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo mengajak semua pihak mengingat semangat yang senantiasa digelorakan bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan harus memerdekakan manusia.
"Semangat Ki Hajar Dewantara, ini yang harus kita ingat semua. Bahwa pendidikan itu haruslah memerdekakan manusia," ujar Presiden Joko Widodo dalam sesi podcast bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim yang disaksikan melalui kanal Youtube Kemendikbud RI bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan harus memerdekakan kehidupan manusia. Kemerdekaanlah yang menjadi tujuan.
"Jadi kita di Indonesia dengan berbekal pendidikan, semua orang boleh menjadi apa saja. Ini juga penting perlu digarisbawahi tapi selain itu juga harus menghormati kemerdekaan orang lain," kata dia.
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2021, dia mengingatkan bahwa sistem pendidikan Indonesia harus memerdekakan manusia dan membangun jiwa serta raga bangsa.
Pada kesempatan itu, Presiden kemudian bertanya kepada Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim mengenai filosofi Ki Hajar Dewantara yang terkenal di dunia pendidikan.
Nadiem mengatakan filosofi yang terkenal tentunya merdeka belajar serta semboyan berbahasa Jawa ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
"Ini artinya di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, dan di belakang memberi dorongan," kata Nadiem.
Nadiem mengatakan sebenarnya esensi semboyan tersebut adalah jiwa kepemimpinan dari pendidik yang luar biasa pentingnya.
Dia mengatakan konsep gotong royong yang sudah dibuahkan dalam profil Pelajar Pancasila sebetulnya adalah arah merdeka belajar itu sendiri.
Semboyan itu, menurutnya, juga bisa digunakan sebagai analogi sekolah, di mana sekolah yang sudah lebih maju dapat menjadi penggerak misalnya dengan memimpin dan menjadi teladan, sedangkan sekolah yang di tengah membimbing kelasnya melakukan transformasi di dalam.
Adapun yang mungkin masih di belakang, kata dia, diberi dorongan untuk meminta kepada dinas atau pemerintah untuk membantu meng-upgrade.
"Jadi itu salah satu filsafat gotong royong. Namun ekosistemnya yang dikuatkan. Ini menurut saya yang terpenting. Dan saya setuju dengan Pak Presiden bahwa kemerdekaan berpikir, berkarya, bertanya itu juga impian kami sehingga anak-anak bisa merdeka dalam menjadi apapun sesuai minat dan bakat mereka," kata Nadiem.
"Semangat Ki Hajar Dewantara, ini yang harus kita ingat semua. Bahwa pendidikan itu haruslah memerdekakan manusia," ujar Presiden Joko Widodo dalam sesi podcast bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim yang disaksikan melalui kanal Youtube Kemendikbud RI bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan harus memerdekakan kehidupan manusia. Kemerdekaanlah yang menjadi tujuan.
"Jadi kita di Indonesia dengan berbekal pendidikan, semua orang boleh menjadi apa saja. Ini juga penting perlu digarisbawahi tapi selain itu juga harus menghormati kemerdekaan orang lain," kata dia.
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2021, dia mengingatkan bahwa sistem pendidikan Indonesia harus memerdekakan manusia dan membangun jiwa serta raga bangsa.
Pada kesempatan itu, Presiden kemudian bertanya kepada Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim mengenai filosofi Ki Hajar Dewantara yang terkenal di dunia pendidikan.
Nadiem mengatakan filosofi yang terkenal tentunya merdeka belajar serta semboyan berbahasa Jawa ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
"Ini artinya di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, dan di belakang memberi dorongan," kata Nadiem.
Nadiem mengatakan sebenarnya esensi semboyan tersebut adalah jiwa kepemimpinan dari pendidik yang luar biasa pentingnya.
Dia mengatakan konsep gotong royong yang sudah dibuahkan dalam profil Pelajar Pancasila sebetulnya adalah arah merdeka belajar itu sendiri.
Semboyan itu, menurutnya, juga bisa digunakan sebagai analogi sekolah, di mana sekolah yang sudah lebih maju dapat menjadi penggerak misalnya dengan memimpin dan menjadi teladan, sedangkan sekolah yang di tengah membimbing kelasnya melakukan transformasi di dalam.
Adapun yang mungkin masih di belakang, kata dia, diberi dorongan untuk meminta kepada dinas atau pemerintah untuk membantu meng-upgrade.
"Jadi itu salah satu filsafat gotong royong. Namun ekosistemnya yang dikuatkan. Ini menurut saya yang terpenting. Dan saya setuju dengan Pak Presiden bahwa kemerdekaan berpikir, berkarya, bertanya itu juga impian kami sehingga anak-anak bisa merdeka dalam menjadi apapun sesuai minat dan bakat mereka," kata Nadiem.