Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara dua terdakwa perkara suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021 ke Pengadilan Tipikor Makassar, Senin.
Dua terdakwa, yaitu Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin.
"Hari ini, tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang diwakili M Asri Irwan melimpahkan berkas perkara terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat ke Pengadilan Tipikor pada PN Makassar," ucap Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan penahanan terhadap dua orang itu sepenuhnya telah beralih dan menjadi kewenangan Pengadilan Tipikor Makassar dan selama proses persidangan terdakwa Nurdin masih dititipkan tempat penahanannya di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Sedangkan terdakwa Edy juga masih dititipkan tempat penahanannya di Rutan KPK Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta.
"Selanjutnya, tim JPU menunggu penetapan penunjukan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pertama pembacaan surat dakwaan oleh tim JPU," kata Ipi.
Adapun Nurdin didakwa dengan pertama Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara Edy didakwa dengan pertama Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk diketahui, dua orang tersebut merupakan penerima suap. Sementara pemberi suap adalah kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto yang saat ini sudah dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Nurdin menerima total Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain diantaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.
Dua terdakwa, yaitu Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin.
"Hari ini, tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang diwakili M Asri Irwan melimpahkan berkas perkara terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat ke Pengadilan Tipikor pada PN Makassar," ucap Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan penahanan terhadap dua orang itu sepenuhnya telah beralih dan menjadi kewenangan Pengadilan Tipikor Makassar dan selama proses persidangan terdakwa Nurdin masih dititipkan tempat penahanannya di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Sedangkan terdakwa Edy juga masih dititipkan tempat penahanannya di Rutan KPK Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta.
"Selanjutnya, tim JPU menunggu penetapan penunjukan Majelis Hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda pertama pembacaan surat dakwaan oleh tim JPU," kata Ipi.
Adapun Nurdin didakwa dengan pertama Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara Edy didakwa dengan pertama Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk diketahui, dua orang tersebut merupakan penerima suap. Sementara pemberi suap adalah kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto yang saat ini sudah dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Nurdin menerima total Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain diantaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.