Banda Aceh (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Bidang Hukum Adat M Adli Abdullah menilai pemetaan tanah masyarakat hukum adat sangat penting dilakukan dalam upaya pembangunan wilayah Papua dan Papua Barat.
"Hal ini telah diatur dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18 Ayat 2. Tidak ada pihak bisa menganulir hak yang diberikan oleh konstitusi dasar kita dalam bernegara,” kata Adli dalam keterangan diterima di Banda Aceh, Rabu.
Pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh itu menjelaskan negara menjamin, mengakui, dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak - hak tradisionalnya sepanjang masih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pemetaan batas wilayahnya perlu dilakukan agar pengakuan hak-hak masyarakat adat terhadap tanah diakui negara. Dengan tujuan supaya objeknya tidak terjadi sengketa dengan masyarakat hukum adat pemilik hak wilayah lain yang berbatasan, ujar dia.
Adli Abdullah mengimbau agar Dewan Adat Papua dapat mendorong pemerintah daerah di wilayah masyarakat hukum adat untuk melakukan pemetaan. Kemudian, mengidentifikasi tanah adat di Papua dan Papua Barat selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah (perda) masing-masing kabupaten/kota.
"Dewan Adat Papua perlu mendorong pemerintah daerah memfasilitasi pemetaan tanah adat/ulayat sehingga ada kepastian objek tanah adat ulayat yang dimiliki masyarakat adat di Papua dan Papua Barat. Ini bertujuan agar rasa aman masyarakat adat dapat terwujud di tanah ulayatnya masing-masing,” katanya.
Ia menambahkan setelah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, maka tanah ulayat masyarakat hukum adat diakui dan dapat diberikan hak pengelolaan.
"Jadi di atas hak pengelolaan, baru dilekatkan hak lainnya, seperti hak milik, hak guna bangunan, atau hak guna usaha sehingga status tanah adat tidak akan hilang," kata Adli.
"Hal ini telah diatur dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 18 Ayat 2. Tidak ada pihak bisa menganulir hak yang diberikan oleh konstitusi dasar kita dalam bernegara,” kata Adli dalam keterangan diterima di Banda Aceh, Rabu.
Pakar hukum dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh itu menjelaskan negara menjamin, mengakui, dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak - hak tradisionalnya sepanjang masih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pemetaan batas wilayahnya perlu dilakukan agar pengakuan hak-hak masyarakat adat terhadap tanah diakui negara. Dengan tujuan supaya objeknya tidak terjadi sengketa dengan masyarakat hukum adat pemilik hak wilayah lain yang berbatasan, ujar dia.
Adli Abdullah mengimbau agar Dewan Adat Papua dapat mendorong pemerintah daerah di wilayah masyarakat hukum adat untuk melakukan pemetaan. Kemudian, mengidentifikasi tanah adat di Papua dan Papua Barat selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah (perda) masing-masing kabupaten/kota.
"Dewan Adat Papua perlu mendorong pemerintah daerah memfasilitasi pemetaan tanah adat/ulayat sehingga ada kepastian objek tanah adat ulayat yang dimiliki masyarakat adat di Papua dan Papua Barat. Ini bertujuan agar rasa aman masyarakat adat dapat terwujud di tanah ulayatnya masing-masing,” katanya.
Ia menambahkan setelah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, maka tanah ulayat masyarakat hukum adat diakui dan dapat diberikan hak pengelolaan.
"Jadi di atas hak pengelolaan, baru dilekatkan hak lainnya, seperti hak milik, hak guna bangunan, atau hak guna usaha sehingga status tanah adat tidak akan hilang," kata Adli.