Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa gempa magnitudo 7,4 yang terjadi di Laut Flores disebabkan adalah gempa bumi dangkal yang diakibatkan aktivitas sesar atau patahan aktif di wilayah tersebut.
"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya gempa bumi yang terjadi merupakan gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar atau patahan aktif di Laut Flores," kata Kelapa BMKG Dwikorita dalam konferensi pers virtual yang diikuti dari Jakarta pada Selasa.
Hasil analisis mekanisme sumber yang dilakukan BMKG, jelas Dwikorita, memperlihatkan bahwa gempa yang terjadi 112 kilometer barat laut kota Larantuka di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pukul 10.20 WIB adalah diakibatkan adanya patahan geser.
Guncangan akibat gempa itu dirasakan di daerah Ruteng, Labuan Bajo, Larantuka, Maumere, Adonara dan Lembata dengan intensitas guncangan skala III-IV MMI atau dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah.
Selain itu, guncangan juga dirasakan di Tambolaka, Waikabubak dan Waingapu di NTT dengan kekuatan guncangan intensitas III MMI atau getaran terasa nyata di dalam rumah seperti gerakan truk yang berlalu.
Namun, BMKG sampai saat ini belum menerima laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa tersebut.
Gempa itu juga berpotensi tsunami, dengan titik pemantauan di Marapokot, Kabupaten Nagekeo di NTT pada pukul 10.36 WIB serta Reo di Kabupaten Manggarai pada pukul 10.39 WIB mendeteksi tsunami dengan ketinggian 0,07 meter atau 7 sentimeter.
BMKG sendiri saat ini telah mengakhiri peringatan dini tsunami untuk gempa tersebut dengan dua jam sejak gempa pertama terjadi tidak terdeteksi kenaikan air laut lagi.
"Sudah lebih dari dua jam setelah kejadian dan tidak terdeteksi adanya kenaikan muka air laut lagi, maka peringatan dini tsunami dinyatakan telah berakhir," demikian Dwikorita.
"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya gempa bumi yang terjadi merupakan gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar atau patahan aktif di Laut Flores," kata Kelapa BMKG Dwikorita dalam konferensi pers virtual yang diikuti dari Jakarta pada Selasa.
Hasil analisis mekanisme sumber yang dilakukan BMKG, jelas Dwikorita, memperlihatkan bahwa gempa yang terjadi 112 kilometer barat laut kota Larantuka di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur pukul 10.20 WIB adalah diakibatkan adanya patahan geser.
Guncangan akibat gempa itu dirasakan di daerah Ruteng, Labuan Bajo, Larantuka, Maumere, Adonara dan Lembata dengan intensitas guncangan skala III-IV MMI atau dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah.
Selain itu, guncangan juga dirasakan di Tambolaka, Waikabubak dan Waingapu di NTT dengan kekuatan guncangan intensitas III MMI atau getaran terasa nyata di dalam rumah seperti gerakan truk yang berlalu.
Namun, BMKG sampai saat ini belum menerima laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa tersebut.
Gempa itu juga berpotensi tsunami, dengan titik pemantauan di Marapokot, Kabupaten Nagekeo di NTT pada pukul 10.36 WIB serta Reo di Kabupaten Manggarai pada pukul 10.39 WIB mendeteksi tsunami dengan ketinggian 0,07 meter atau 7 sentimeter.
BMKG sendiri saat ini telah mengakhiri peringatan dini tsunami untuk gempa tersebut dengan dua jam sejak gempa pertama terjadi tidak terdeteksi kenaikan air laut lagi.
"Sudah lebih dari dua jam setelah kejadian dan tidak terdeteksi adanya kenaikan muka air laut lagi, maka peringatan dini tsunami dinyatakan telah berakhir," demikian Dwikorita.