Jayapura (ANTARA) -
Manajemen PT Pertamina (Persero) terus memberikan dukungannya kepada pemerintah dengan menciptakan lingkungan yang bersih melalui pengembangan produk yang menghasilkan perfoma mesin menjadi lebih baik serta ramah lingkungan.

Komitmen untuk menjaga dan melestarikan lingkungan inilah menjadikan Pertamina tteap fokus dalam mengembangkan produk-produk bahan bakar minyak (BBM).
 
Misalnya saja, bahan bakar minyak non subsidi untuk kendaraan mesin jenis diesel yang diberi nama Pertamina Dex.
 
"Kami berkomitmen melestarikan lingkungan melalui penjualan dan pendistribusian produk berkualitas," kata Unit Manager Communication, Relations and CSR Pertamina Regional Papua-Maluku Edi Mangun.
 
Pertamina Dex merupakan bahan bakar diesel dengan Cetane Number tertinggi yaitu 53 jika dibandingkan dengan produk Gasoil lainnya seperti Solar (Cetane Number 48) maupun Dexlite (Cetane Number 51).
 
Cetane Numberlah yang menjadi tolak ukur level bahan bakar di dalam mesin diesel, semakin besar angkanya maka semakin baik pula kualitas pembakarannya, kemudian dari tingkat sulfur, Pertamina Dex memiliki angka sulfur terendah dibanding dengan Solar maupun Dexlite.
 
Jika Solar mengandung sulfur maksimal 2.500 part per million (ppm) dan Dexlite maksimal 1.200 ppm, Pertamina Dex memiliki kandungan sulfur maksimal hanya 300 ppm.
 
Hal inilah yang menjaga mesin tidak mudah rusak karena sulfur dapat memicu kadar asam pada mesin diesel yang berlebih sehingga mengakibatkan kerusakan pada komponen mesin, mulai dari saluran bahan bakar hingga munculnya kerak pada mesin.
 
Dengan angka Cetane Number yang tinggi dan kandungan sulfur yang rendah, Pertamina Dex menjaga mesin dan meningkatkan power mesin secara maksimal.
 
"Juga yang tidak kalah penting Pertamina Dex merupakan bahan bakar ramah lingkungan dengan standar EURO 3," kata Edi.
 
Dengan Pertamina Dex, pembakaran jadi lebih sempurna sehingga menghasilkan suara mesin yang jauh lebih halus sekaligus kinerja mesin yang lebih bertenaga karena Cetane Number sebesar 53.
 
Mesin kendaraan tidak akan lagi terganggu dengan suara mesin diesel yang berisik serta getaran mesin yang membuat tidak nyaman ketika berkendara.
 
Pertamina Dex sendiri akan dijual kepada masyarakat dalam bentuk kemasan jeringen lima liter dengan harga Rp56.750 per jerigen atau Rp11.350 per liter pada empat SPBU di Kota Jayapura yakni SPBU 84.99102 APO, SPBU 84.99103 Entrop, SPBU 84.99107 dan SPBU 83.99101 Padang Bulan.
 
Solusi kelangkaan BBM
 
Selama ini, sering mencuat isu terkait kelangkaan stok BBM, mulai dari yang subsidi hingga non subsidi, demikian halnya dengan ketersediaan elpiji di Provinsi Papua.

Sehingga untuk mengantisipasi kelangkaan tersebut, Pertamina akhirnya mengambil langkah berani dengan membangun Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) di Provinsi Papua.
 
Awalnya, tabung-tabung gas elpiji yang dikonsumsi masyarakat di Bumi Cenderawasih didatangkan Pertamina dari Surabaya dengan menggunakan kapal laut. Karena biaya pengangkutan menggunakan transportasi laut ini bervariasi dan tidak sama dari waktu ke waktu maka harga gas elpiji di Papua dan Papua Barat beragam.
 
Tergantung dari kondisi cuaca dan iklim serta jenis kapal laut yang digunakan, maka harga gas elpiji pun menjadi bervariasi. Terkadang harga elpiji di wilayah pegunungan Papua pun menjadi sangat mahal.
 
Unit Manager Communication, Relations and CSR Pertamina Regional Papua-Maluku Edi Mangun mengatakan dari sinilah pihaknya mendorong pembangunan SPBE yang rencananya selesai pada April 2022.
 
Lokasi pembangunannya SPBE ini nantinya akan berada di Doyo, Kabupaten Jayapura, di mana Pertamina berharap tahun ini SPBE tersebut sudah dapat berproduksi dan membantu masyarakat agar lebih mudah memperoleh elpiji.
 
Jika ada SPBE maka harga elpiji akan lebih murah atau rendah dari harga sebelumnya, pasalnya, selama ini harga ecerannya pasti ditambah dengan biaya pengiriman.
 
Tidak semua masyarakat mengetahui jika elpiji yang dijual kini bukanlah elpiji subsidi sehingga harganya di tingkat pengecer berbeda-beda tergantung mekanisme pasar.
 
Elpiji yang dikonsumsi masyarakat di Papua terdiri dari dua jenis, tabung 5,5 kilo gram berwarna merah muda dan tabung 12 kilo gram berwarna biru. Berbeda dengan ibu kota Jakarta yang memiliki tabung gas elpiji 3 kilo gram.
 
Kian kemari, masyarakat Papua mulai berangsur-angsur menggunakan elpiji, baik di rumah maupun para pedagang. Meskipun juga masih ada yang menggunakan minyak tanah untuk beraktifitas.
 
Sementara itu, Jr Officer I LPG Dealership PT Pertamina Patra Niaga Doddy Angriawan mengatakan per hari ini konsumsi gas elpiji bisa mencapai hingga 500 tabung baik tabung 5,5 kilo gram maupun 12 kilo gram.
 
Bahkan stok elpiji 5,5 kg tercatat 4.200 tabung dan elpiji 12 kg tercatat 5.100 tabung dan bisa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga 18 hari.
 
Menurut Doddy, terkadang ketersediaan elpiji yang ada belum termasuk stok yang bergerak di mana masih ada elpiji dalam pengiriman dari Surabaya ke Jayapura.
 
Doddy juga mengingatkan ketika biaya pengiriman menggunakan kapal laut mengalami kenaikan maka harga elpiji juga akan naik.
 
Kini harga elpiji dari Pertamina yakni elpiji 5,5 kg dipatok seharga Rp155 ribu dan elpiji 12 kg seharga Rp300 ribu jika membeli di SPBU karena rata-rata masih dijual di SPBU dan beberapa distributor besar.
 
Konsumsi BBM ramah lingkungan 
 
PT Pertamina (Persero) Regional Papua-Maluku menyebut konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) ramah lingkungan di Kota Jayapura mencapai 83,5 persen.
 
Konsumsi BBM ramah lingkungan tertinggi yang pernah dikonsumsi oleh masyarakat Jayapura adalah BBM jenis Pertalite RON 90. 
 
Bahkan, kini proporsi penggunaan BBM ramah lingkungan di Kota Jayapura terus meningkat, sehingga Pertamina terus mengedukasi manfaat BBM berkualitas dengan membuat masyarakat merasakan sendiri manfaatnya.
 
BBM yang lebih berkualitas memiliki kadar oktan (Research Octane Number/RON) tinggi, sehingga lebih ramah lingkungan karena rendah emisi bahkan, pabrik kendaraan sudah mensyaratkan mobil-mobil keluaran 2000-an ke atas menggunakan BBM minimal sekelas Pertalite. 
 
"Pertamina juga terus mengimbau agar masyarakat peduli terhadap kendaraan yang dimiliki dengan mengenali apa yang menjadi standar BBM harus digunakan," ujar Edy Mangun.
 
Hal ini terutama terkait dengan batas minimum RON yang direkomendasikan oleh pabrik di mana kendaraan diproduksi, di mana rekomendasi BBM yang digunakan sesuai kompresi untuk motor biasanya tertulis pada tangki bensin.
 
Sedangkan untuk mobil biasanya tertulis pada kaca belakang, rata-rata kendaraan keluaran 2003 ke atas sudah memiliki kompresi mesin dengan standar BBM minimal oktan 90.

Pewarta : Hendrina Dian Kandipi
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024