Jakarta (ANTARA) - Penulis Andi Makmur Makka mengungkap sisi lain dari Bacharuddin Jusuf Habibie dalam buku berjudul "Saya Bacharuddin Jusuf Habibie (The Untold Story)" yang diluncurkan pada Sabtu (29/1).
Buku setebal 498 halaman yang ditulis berdasarkan hasil wawancara langsung penulis dengan Bacharuddin Jusuf Habibia atau BJ Habibie itu menuturkan perjalanan Habibie mulai dari masa kecil, masa dia menjadi eksekutif top di industri pesawat terbang di Jerman, hingga ketika dia menjadi presiden.
"Tulisan ini dilengkapi dengan hasil serangkaian wawancara selama sepuluh hari yang saya lakukan pada 2005," kata Andi Makmur Makka sebagaimana dikutip dalam siaran pers The Habibie Center yang diterima di Jakarta, Minggu.
Buku dengan 77 bab tulisan Andi Makmur Makka fokus pada sisi warisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari BJ Habibie yang relevan dengan isu sekarang, termasuk yang berkenaan dengan pemikiran dan teori Habibie, industri kedirgantaraan, dan pengembangan pesawat N-250.
Pemimpin Redaksi Harian Republika periode 1997-2000 itu menyebut BJ Habibie sebagai ilmuwan dan negarawan yang telah meletakkan fondasi kebijakan yang sangat dibutuhkan untuk memajukan Indonesia.
Rektor Universitas Multimedia Nusantara Jakarta DR. Ir. Ninok Leksono Dermawan mengatakan bahwa Habibie memimpin lembaga dengan fondasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta menggagas banyak kebijakan yang mendorong generasi muda menguasai iptek.
Menurut dia, gagasan yang selalu didengungkan Habibie untuk menguasai teknologi guna memajukan bangsa harus dibangkitkan lagi, dituangkan dalam buku-buku yang bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Sementara Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) periode 2014-2019 Dr. Ir. Unggul Priyanto mengemukakan konsep Habibie "memulai di akhir, berakhir di awal", bahwa membangun tidak harus dimulai dengan melakukan riset dari awal, tetapi bisa dari tengah atau ujung.
Menurut Unggul, negara seperti China juga menerapkan konsep semacam itu. China memulai pengembangan kereta api cepat dengan membeli lisensi dari Jepang dan Jerman namun kemudian bisa mengalahkan produk dari kedua negara itu.
Ia mengatakan bahwa Habibie juga berpikiran mendirikan industri kedirgantaraan mulai dari pesawat buatan Spanyol Cassa 212, kemudian berinovasi membuat CN-235 hingga mandiri merancang bangun N-250, jenis pesawat yang canggih di kelasnya.
"Jadi inovasi tidak perlu merupakan temuan baru, tidak harus diawali dengan temuan sendiri, tapi bisa merupakan pengembangan dan menjadi suatu produk baru yang lebih baik," katanya.
Buku setebal 498 halaman yang ditulis berdasarkan hasil wawancara langsung penulis dengan Bacharuddin Jusuf Habibia atau BJ Habibie itu menuturkan perjalanan Habibie mulai dari masa kecil, masa dia menjadi eksekutif top di industri pesawat terbang di Jerman, hingga ketika dia menjadi presiden.
"Tulisan ini dilengkapi dengan hasil serangkaian wawancara selama sepuluh hari yang saya lakukan pada 2005," kata Andi Makmur Makka sebagaimana dikutip dalam siaran pers The Habibie Center yang diterima di Jakarta, Minggu.
Buku dengan 77 bab tulisan Andi Makmur Makka fokus pada sisi warisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari BJ Habibie yang relevan dengan isu sekarang, termasuk yang berkenaan dengan pemikiran dan teori Habibie, industri kedirgantaraan, dan pengembangan pesawat N-250.
Pemimpin Redaksi Harian Republika periode 1997-2000 itu menyebut BJ Habibie sebagai ilmuwan dan negarawan yang telah meletakkan fondasi kebijakan yang sangat dibutuhkan untuk memajukan Indonesia.
Rektor Universitas Multimedia Nusantara Jakarta DR. Ir. Ninok Leksono Dermawan mengatakan bahwa Habibie memimpin lembaga dengan fondasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta menggagas banyak kebijakan yang mendorong generasi muda menguasai iptek.
Menurut dia, gagasan yang selalu didengungkan Habibie untuk menguasai teknologi guna memajukan bangsa harus dibangkitkan lagi, dituangkan dalam buku-buku yang bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Sementara Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) periode 2014-2019 Dr. Ir. Unggul Priyanto mengemukakan konsep Habibie "memulai di akhir, berakhir di awal", bahwa membangun tidak harus dimulai dengan melakukan riset dari awal, tetapi bisa dari tengah atau ujung.
Menurut Unggul, negara seperti China juga menerapkan konsep semacam itu. China memulai pengembangan kereta api cepat dengan membeli lisensi dari Jepang dan Jerman namun kemudian bisa mengalahkan produk dari kedua negara itu.
Ia mengatakan bahwa Habibie juga berpikiran mendirikan industri kedirgantaraan mulai dari pesawat buatan Spanyol Cassa 212, kemudian berinovasi membuat CN-235 hingga mandiri merancang bangun N-250, jenis pesawat yang canggih di kelasnya.
"Jadi inovasi tidak perlu merupakan temuan baru, tidak harus diawali dengan temuan sendiri, tapi bisa merupakan pengembangan dan menjadi suatu produk baru yang lebih baik," katanya.