Jayapura (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua mendorong adanya regulasi berupa Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengelola bekas venue PON XX.
Wakil Ketua Komisi V DPR Papua Kamasan Jakobus Komboy di Jayapura, Selasa, mengatakan bahwa venue yang dibangun saat ajang PON XX tersebut jika tidak dikelola dengan baik maka akan rusak.
"Apalagi Papua akan menjadi provinsi olahraga sehingga venue-venue ini harus ditata baik oleh pihak ketiga," katanya.
Menurut Komboy, dengan biaya perawatan sekitar Rp43,6 miliar setiap tahun terbilang cukup besar sehingga pihaknya lebih setuju jika bekas venue PON XX dapat dikelola oleh BUMD dibandingkan jika ditangani langsung Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) setempat atau Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
"Untuk membentuk BUMD Pengelola Venue PON kami telah meminta Disorda Papua segera membuat kajian akademiknya dan diserahkan kepada Komisi V DPR Papua agar dapat dibahas dalam Bapemperda DPR Papua dan diharapkan bisa disahkan pada 2022," ujarnya.
Dia menjelaskan hal itu akan mengurangi beban pemerintah lewat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) karena semua akan dikelola dari sisi bisnis.
"Untuk itu kami berharap BUMD itu harus segera dibentuk dan kalau bisa dapat bekerja lebih baik untuk mengelola venue bekas PON XX," katanya lagi.
Dia menambahkan jika bekas arena pertandingan itu ditangani langsung oleh pemerintah daerah melalui Disorda maupun UPTD akan mengikuti alur keuangan daerah yang cukup panjang sehingga dapat mengganggu proses perawatan venue.
"Kami juga akan mengundang Panitia Besar PON Papua dalam waktu dekat untuk pembahasan terkait aset karena ini bukan hanya bicara bangunan saja tetapi juga dengan peralatan olahraga," ujarnya lagi.
Sebelumnya Komisi V DPR Papua telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) Provinsi Papua di Jayapura pada Jumat (13/5)
Wakil Ketua Komisi V DPR Papua Kamasan Jakobus Komboy di Jayapura, Selasa, mengatakan bahwa venue yang dibangun saat ajang PON XX tersebut jika tidak dikelola dengan baik maka akan rusak.
"Apalagi Papua akan menjadi provinsi olahraga sehingga venue-venue ini harus ditata baik oleh pihak ketiga," katanya.
Menurut Komboy, dengan biaya perawatan sekitar Rp43,6 miliar setiap tahun terbilang cukup besar sehingga pihaknya lebih setuju jika bekas venue PON XX dapat dikelola oleh BUMD dibandingkan jika ditangani langsung Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) setempat atau Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
"Untuk membentuk BUMD Pengelola Venue PON kami telah meminta Disorda Papua segera membuat kajian akademiknya dan diserahkan kepada Komisi V DPR Papua agar dapat dibahas dalam Bapemperda DPR Papua dan diharapkan bisa disahkan pada 2022," ujarnya.
Dia menjelaskan hal itu akan mengurangi beban pemerintah lewat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) karena semua akan dikelola dari sisi bisnis.
"Untuk itu kami berharap BUMD itu harus segera dibentuk dan kalau bisa dapat bekerja lebih baik untuk mengelola venue bekas PON XX," katanya lagi.
Dia menambahkan jika bekas arena pertandingan itu ditangani langsung oleh pemerintah daerah melalui Disorda maupun UPTD akan mengikuti alur keuangan daerah yang cukup panjang sehingga dapat mengganggu proses perawatan venue.
"Kami juga akan mengundang Panitia Besar PON Papua dalam waktu dekat untuk pembahasan terkait aset karena ini bukan hanya bicara bangunan saja tetapi juga dengan peralatan olahraga," ujarnya lagi.
Sebelumnya Komisi V DPR Papua telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) Provinsi Papua di Jayapura pada Jumat (13/5)