Biak (ANTARA) - Pendidikan menjadi program prioritas 29 kabupaten dan kota di Provinsi Papua untuk membangun sumber daya manusia yang cerdas, sehat, dan berkarakter kuat.
Menyadari pentingnya pendidikan untuk membangun SDM berkualitas, Papua sebagai beranda Indonesia berusaha mencari model pendidikan yang sesuai dengan kondisi daerah dan karakter penduduk setempat.
Papua memang memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan dengan kebanyakan wilayah di Indonesia. Luas wilayah dan sebaran penduduk menjadi masalah yang harus diatasi oleh pemda, pendidik, penyelenggara pendidikan, dan masyarakat.
Kendala yang masih dihadapi untuk memberikan layanan pendidikan di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3 T) seperti Provinsi Papua, antara lain, belum meratanya sekolah, mulai dari jenjang sekolah usia dini hingga sekolah menengah atas.
Akibatnya, banyak anak dan remaja usia sekolah di daerah perdesaan dan terpencil sulit mengakses layanan pendidikan setelah mereka menuntaskan sekolah dasar.
Kesulitan serupa juga dialami banyak siswa yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di daerah terpencil. Mereka kesulitan melanjutkan ke jenjang SLTA.
Ada kendala yang lebih mendasar yang dihadapi sekolah di wilayah 3T di 29 kabupaten/kota di Papua, yakni masih minimnya guru. Selain itu, sekolah juga menghadapi masalah sebaran guru yang tidak merata dan kualitas sarana prasarana yang terbatas. Sejumlah sekolah juga masih sulit membangun sarana sesuai standar pendidikan nasional.
Padahal, tersedianya guru dan sarana pendidikan yang memadai menjadi kunci untuk meningkatkan mutu SDM di masa mendatang.
Mengubah paradigma berpikir
Menurut pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan Indonesia Muhammad Nur Rizal, guru paling berperan mengubah paradigma berpikir anak-anak di Papua. Untuk menarik minat anak belajar dengan menyenangkan, maka guru harus mampu menumbuhkan budaya belajar yang kritis, kreatif, mandiri, dan menyenangkan.
"Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) layak dikembangkan di daerah 3 T Provinsi Papua karena dapat mengubah paradigma berpikir anak-anak tentang pentingnya pendidikan," ujar Nur Rizal di Biak.
Untuk pengembangan pendidikan daerah 3 T di Papua, GSM menawarkan empat prinsip dalam model pendidikan anak.
Pertama learning environment, membangun lingkungan pembelajaran yang positif secara fisik dan sosial. Kedua aspek pedagogical practice yaitu mengutamakan model pembelajaran yang mendorong siswa bereksplorasi, berefleksi, dan berpikir kritis.
Ketiga, character development, yaitu memantik perkembangan karakter siswa, baik melalui lingkungan maupun model pembelajaran. Keempat yakni school connectedness untuk mendorong pelibatan semua pihak terutama wali murid dan masyarakat dalam menyukseskan proses pendidikan.
GSM cocok dikembangkan di sekolah wilayah 3 T Papua karena keempat prinsip itu akan memastikan anak-anak memiliki ruang aktivitas fisik dan interaksi dan saling menghargai dalam kegiatan belajar sehingga siswa percaya diri untuk memahami kehidupan sehari-hari dalam lingkungan sekitarnya.
GSM merupakan gerakan perubahan dari akar rumput bersama guru dan masyarakat untuk mentransformasi sekolah menjadi tempat yang ideal bagi siswa.
Gerakan tersebut untuk mempromosikan dan membangun kesadaran guru-guru, kepala sekolah, dan pemangku kebijakan pendidikan untuk membangun sekolah sebagai tempat yang menyenangkan untuk belajar anak.
Konsep GSM yang juga diterapkan Dinas Pendidikan Supiori, Papua, diharapkan menjadi alternatif baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak di daerah 3 T kabupaten ini.
"Mewujudkan tujuan pendidikan anak-anak asli Papua yang cerdas, sehat, dan berkarakter perlu mendapat dukungan orang tua dan lingkungan sekitar," ujar Ketua Kelompok Kerja Guru Distrik Supiori Barat Kabupaten Supiori, Micha Rumanasen.
Adapun model pembelajaran yang dapat dilaksanakan untuk daerah 3 T adalah penyelenggaraan pendidikan yang mengakomodasi keberagaman kondisi lingkungan sosial dan budaya lokal setempat.
Adapun untuk pengelolaan pendidikan layanan di daerah 3T, perlu dilakukan penataan yang lebih baik, salah satunya dengan menyediakan layanan pendidikan yang bermutu guna menunjang proses belajar mengajar anak.
Dengan dukungan pemerintah, guru, dan orang tua maka anak-anak sekolah di daerah 3 T dapat mengakses layanan pendidikan bermutu yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Untuk memajukan layanan pendidikan anak di daerah 3 T dibutuhkan perhatian serius dari semua pihak, baik orang tua, pemerintah daerah, dan tokoh masyarakat adat setempat.
Layanan pendidikan tersebut harus berjenjang mulai dari lembaga pendidikan terendah PAUD hingga SMA/SMK di daerah 3T.
Yang perlu dilakukan adalah penyiapan sarana prasarana penunjang pendidikan meliputi kecukupan tenaga guru, buku bacaan siswa, perpustakaan sekolah dan gedung tempat belajar yang nyaman.
Sebaran guru
Melibatkan semua komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu kebijakan yang efektif untuk menjamin keberlangsungan proses belajar.
Bagi Hosea Mansnembra, guru di daerah 3 T yang juga Kepala Sekolah SD YPK Samber Distrik Yendidori Biak, membangun pendidikan anak-anak di daerah 3 T membutuhkan kerja sama yang baik antara anak, orang tua, guru, dan lingkungan sekolah.
Meski kualitas guru penting, sebaran guru di wilayah 3 T merupakan persoalan yang harus segera diatasi, agar ada kesinambungan proses belajar-mengajar. Selama ini kekurangan guru diatasi sekolah dengan memanfaatkan guru yang ada.
Kendala yang dihadapi sekolah daerah 3 T karena ada ketidaksesuaian antara guru yang dibutuhkan dengan guru yang tersedia di setiap satuan pendidikan.
"Jumlah guru yang kurang bukan satu-satunya masalah yang dihadapi masyarakat dan pemerintah daerah. Kualitas guru pun merupakan masalah," katanya.
Memang masih ada kekurangan, namun melalui Gerakan Sekolah Menyenangkan, sekolah dan guru diharapkan bisa memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia. Guru berperan penting dalam membuka cakrawala baru siswa termasuk menumbuhkan minat baca.
Melalui GSM, Provinsi Papua menunjukkan tekad meningkatkan kualitas pendidikan warganya. ***3***