Jayapura (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Papua mencatat 9.000 lebih kasus infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dalam waktu enam bulan, dari awal Januari sampai akhir Juni 2023.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Papua Arinus Weya di Jayapura, Kamis, menyampaikan bahwa selama kurun itu kasus ISPA ditemukan di 29 kabupaten dan kota, termasuk daerah yang sekarang sudah menjadi bagian provinsi baru.
Ia menambahkan, data hasil surveilans tersebut mencakup daerah yang sekarang menjadi bagian wilayah Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan.
Arinus menjelaskan bahwa selama Januari sampai Juni 2023 kasus ISPA paling banyak ditemukan pada anak berusia di bawah lima tahun (balita). Ada 5.972 kasus ISPA yang ditemukan pada anak balita pada kurun itu.
Selain itu, ada 1.129 kasus ISPA pada anak usia lima sampai sembilan tahun, 1.769 kasus ISPA pada orang berusia di atas sembilan tahun sampai 60 tahun, dan 271 kasus ISPA pada orang berusia di atas 60 tahun.
Arinus mengemukakan bahwa kejadian ISPA di wilayah Papua dipengaruhi oleh sirkulasi udara yang kurang baik di honai, rumah tradisional yang umumnya tidak berjendela.
ISPA adalah penyakit menular yang terjadi akibat infeksi virus atau bakteri pada saluran pernafasan. Orang yang kekebalan tubuhnya rendah lebih rentan terserang penyakit ini.
Serangan ISPA ditandai dengan gejala seperti batuk, demam, nyeri kepala, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, dan kesulitan bernafas.
Penyakit ISPA bisa dicegah dengan rutin mencuci tangan setelah beraktivitas di tempat umum, menghindari rokok, mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan vitamin untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta berolahraga secara teratur.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Papua Arinus Weya di Jayapura, Kamis, menyampaikan bahwa selama kurun itu kasus ISPA ditemukan di 29 kabupaten dan kota, termasuk daerah yang sekarang sudah menjadi bagian provinsi baru.
Ia menambahkan, data hasil surveilans tersebut mencakup daerah yang sekarang menjadi bagian wilayah Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan.
Arinus menjelaskan bahwa selama Januari sampai Juni 2023 kasus ISPA paling banyak ditemukan pada anak berusia di bawah lima tahun (balita). Ada 5.972 kasus ISPA yang ditemukan pada anak balita pada kurun itu.
Selain itu, ada 1.129 kasus ISPA pada anak usia lima sampai sembilan tahun, 1.769 kasus ISPA pada orang berusia di atas sembilan tahun sampai 60 tahun, dan 271 kasus ISPA pada orang berusia di atas 60 tahun.
Arinus mengemukakan bahwa kejadian ISPA di wilayah Papua dipengaruhi oleh sirkulasi udara yang kurang baik di honai, rumah tradisional yang umumnya tidak berjendela.
ISPA adalah penyakit menular yang terjadi akibat infeksi virus atau bakteri pada saluran pernafasan. Orang yang kekebalan tubuhnya rendah lebih rentan terserang penyakit ini.
Serangan ISPA ditandai dengan gejala seperti batuk, demam, nyeri kepala, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, dan kesulitan bernafas.
Penyakit ISPA bisa dicegah dengan rutin mencuci tangan setelah beraktivitas di tempat umum, menghindari rokok, mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan vitamin untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta berolahraga secara teratur.