Jayapura (ANTARA) -
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua menyebutkan dalam menangani stunting di wilayah setempat memang harus menggunakan kearifan lokal sehingga lebih mudah diterima oleh masyarakat Bumi Cenderawasih.
 
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua Sarles Brabar di Jayapura, Senin, mengatakan budaya di Papua berbeda dengan yang lainnya sehingga kearifan lokal ini penting diterapkan.
 
“Dengan memahami dan menghormati budaya setempat maka program penanganan stunting ini dapat menjadi lebih efektif dan berkelanjutan,“ katanya.  
 
Menurut Sarles, Papua dengan keunikannya maka dalam melakukan edukasi kepada masyarakat perdesaan dimulai dengan dampaknya kemudian masuk pada penanganan serta yang harus dilakukan.
 
“Dengan begitu masyarakat bisa lebih mudah memahami maksud hadirnya BKKBN karena selama ini pemahaman soal kami itu masih tentang pembatasan anak padahal soal pengaturan jarak antara anak yang satu dan lainnya,“ ujarnya.
 
Dia menjelaskan setelah itu barulah BKKBN masuk dengan penjelasan soal stunting namun tetap menggunakan metode kearifan lokal oleh sebab itu dibutuhkan instansi terkait, forkompinda, masyarakat adat dan tokoh agama dalam menurunkan angka tersebut.
 
“Saat ini metode tersebut telah kami terapkan namun perlu kerja sama yang kuat lagi agar target 14 persen secara nasional bisa tercapai, meskipun kini angka prevalensi stunting di Provinsi Papua pada 2023 masih berada pada 28,6 persen,“ katanya.
 
Dia menjelaskan salah satu penyebab terjadinya stunting itu adanya pernikahan dini sehingga menjadi tugas bersama dalam mengatasinya.
 
“Untuk itu kami tadi melakukan rapat koordinasi bersama Pemprov Papua dan instansi teknik terkait lainnya agar hal ini bisa dicarikan solusi bersama,“ ujarnya.

Pewarta : Qadri Pratiwi
Editor : Hendrina Dian Kandipi
Copyright © ANTARA 2024