Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan pimpinan MPR dan fraksi-fraksi di MPR secara formal belum pernah membicarakan terkait wacana penundaan Pemilu 2024.
"Pimpinan MPR mengikuti wacana yang ada di ruang publik dan media, kemudian saling memberikan komentar di Whatsapp grup (WAG) internal. Kalau terkait konten komentarnya, ya tentu sesuai dengan sikap partai masing-masing," kata Arsul di Jakarta, Senin.
Dia menilai, meskipun penundaan Pemilu 2024 memang bisa dilakukan dengan amandemen UUD 1945 oleh MPR, namun secara moral konstitusi tidak pas jika lembaganya tidak bertanya dahulu kepada rakyat secara keseluruhan apakah setuju pemilu ditunda.
Menurut dia, jika hanya mengandalkan kekuasaan formal MPR untuk mengubah UUD Negara RI 1945, maka meski syarat Pasal 37 UUD dapat dipenuhi namun kesan "abuse of power" oleh MPR tidak akan bisa dihindari.
Arsul menjelaskan, UUD Negara RI 1945 telah menetapkan bahwa pemegang kedaulatan di Indonesia adalah rakyat sehingga menunda pemilu berarti menunda hak konstitusional pemegang kedaulatan untuk memilih para penerima mandat yang akan melaksanakan kedaulatan untuk masa 5 tahun.
"Secara moral saya melihat tidak elok ketika MPR sebagai pemegang mandat kedaulatan, justru mereduksi hak pemilik kedaulatan yaitu rakyat, jika tanpa bertanya kepada rakyat itu sendiri yang memiliki kedaulatan," ujarnya.
Karena itu dia menilai tidak cukup hanya mengandalkan landasan formal Pasal 37 UUD Negara RI 1945, tanpa diikuti dengan bertanya kepada rakyat apakah setuju hak konstitusionalnya untuk memilih eksekutif maupun legislatif ditunda.